Dengan ragu-ragu, Alisha melajukan motornya melewati jalan pintas agar cepat sampai ke rumahnya. Dia takut jika Tama akan marah jika sampai kepulangannya yang terlambat.
Tiba-tiba saja motornya mati begitu saja, membuat si pemiliknya ketakutan karena jalan yang di lewati sedikit gelap dan sepi. Sangat jarang orang yang melintas, apalagi jika malam seperti sekarang.
"Ya Tuhan, kenapa ini." Runtuk Alisha mencoba memeriksa motornya meski dia tidak tahu menahu soal motor. Dia menelan salivanya kasar, ketika menyadari jarum bensin menunjuk ke warna merah." Aku lupa tidak mengisi bensin." Eluhnya melihat sekitar dan mulai mendorong motornya. Dia hanya bisa berharap, semoga saja ada orang yang melintas untuk membantunya.
Baru saja lima menit berjalan, tenaga Alisha sudah terkuras habis. Rasanya kesialan menghampiri, sebab sejak tadi dia tidak melihat satu kendaraan pun melintas.
Senyumnya mengembang, ketika sebuah motor berhenti tepat di sampingnya. Namun senyum itu langsung sirna, saat menyadari jika ternyata kedua lelaki yang berboncengan itu hanya sekedar menggodanya. Keadaan keduanya terlihat sedang mabuk, sehingga Alisha berusaha menghindar karena takut.
"Yuk Non. Mas antar, sini duduk di tengah." Tawarnya menepuk-nepuk bagian tengah jok.
"Tidak Mas terimakasih." Tolak Alisha dengan suara bergetar. Dia terus saja menuntun dan berharap akan ada pengendara lain yang bisa menyingkirkan dua lelaki mabuk yang menganggunya.
"Ayolah Non, mumpung Mas lagi free. Nanti minta beli apa juga Mas belikan." Rajuknya seraya tertawa renyah.
Alisha kerap kali menerima gangguan seperti sekarang, meski ini kali pertama dia bertemu dengan pemabuk. Tubuhnya yang padat berisi dengan rambut panjang hampir menutupi punggung, membuat penampilannya terlihat dewasa.
"Tidak Mas, terimakasih." Tolak Alisha untuk kesekian kali.
Salah satu mereka turun dan mulai mencolek lengan Alisha. Setengah mati Alisha merasa takut, geram namun tidak bisa melawan. Gangguannya biasanya tidak seekstrim sekarang, hingga membuat lututnya terasa lemas.
"Eh Mas jangan seperti itu." Umpatnya penuh penekanan." Nanti saya teriak kalau Mas tidak juga pergi." Ancam Alisha dengan raut wajah tertunduk.
"Teriak saja Non. Tidak akan ada yang mendengar."
Ya Tuhan... Aku takut sekali...
Keringat kian deras mengucur, merasakan sentuhan tangan nakal lelaki pemabuk yang semakin sering menyentuhnya.
Greeep!!!
Lengan Alisha di pegang erat, membuatnya terpekik dan otomatis motornya terlepas.
"Agh!! Tolong lepaskan!!" Teriak Alisha tidak cukup keras karena kerongkongannya mendadak kering.
Tiiiiiiinnnnnnn!!!!
Sebuah motor membunyikan klaksonnya kencang. Lelaki pemabuk itu langsung melepaskan lengah Alisha lalu naik ke boncengan temannya dan melajukan motornya kencang.
"Astaga Tuhan terima kasih." Gumam Alisha bernafas lega. Kepalanya menunduk untuk mengusap air mata yang sempat jatuh.
"Kau baik." Sapa lelaki yang kini berdiri di sampingnya. Lelaki itu wajahnya tidak terlihat karena jalanan yang begitu gelap. Tapi postur tubuhnya begitu tinggi dengan tangan kekar yang mulai mengangkat motor Alisha yang sempat ambruk." Kau bisa berdiri sendiri bukan." Imbuhnya begitu dingin.
"Iya. Terimakasih." Alisha menenangkan perasaannya, sehingga dia tidak melihat wajah lelaki yang menolongnya sekarang.
"Hm. Apa motormu rusak?" Meskipun bernada dingin, nyatanya dia masih bertanya dan mencoba memeriksa motor Alisha.
"Itu, kehabisan bensin bukan rusak." Tanpa berkomentar, lelaki itu memakai helmnya lalu naik ke motornya dan pergi begitu saja." Ahh ku fikir dia akan menolongku. Astaga Tuhan, aku harus cepat pergi dari sini. Jika pemabuk itu datang lagi bagaimana?" Gumam Alisha kembali mendorong motornya meski peluh keringat membanjiri seluruh tubuhnya." Agh!! Aku tidak kuat lagi. Ini berat dan aku haus." Alisha kembali berhenti dan meraih ponselnya untuk menghubungi Tama, suaminya. Namun nihil, panggilan tidak di jawab.
Jika aku menghubungi Monik, sangat tidak berguna sebab suaminya sedang keluar kota.. Ini bahkan belum separuh jalan...
Baru saja Alisha memasukkan ponselnya, sebuah motor kembali berhenti. Itu adalah motor yang sama, dia bukan tidak ingin membantu, melainkan pergi membeli bensin untuk motor Alisha.
Aku sudah berburuk sangka padanya..
Tidak perlu banyak bicara, lelaki itu meraih motor Alisha dan membuka joknya lalu menuangkan bensin yang sudah di belinya. Alisha mendongak, melihat mata tajam si lelaki yang tengah fokus melihat bensin yang sedang di tuang.
Cepat-cepat Alisha mengalihkan pandangannya, ketika si lelaki sudah selesai mengisi bensin. Entah bagaimana mimik wajahnya sekarang, sebab wajahnya tertutup helm dan hanya memperlihatkan mata yang kini tengah menatap Alisha.
"Terimakasih Kak." Ucap Alisha seraya mengambil dompet kecilnya, berniat untuk mengganti uang bensin.
"Sebaiknya kau cepat pergi, di sini sangat rawan."
"Iya. Ini emm, untuk yang bensin." Alisha memberikan satu lembar uang 50 ribu.
"Tidak perlu. Cepat pergi."
"Em terimakasih Kak." Alisha kembali menarik tangannya dan memasukkan uangnya sembarangan pada tas.
"Hmm.." Lelaki itu kembali ke motornya dalam keadaan mesin menyala.
"Permisi." Alisha menoleh lalu mengangguk sebentar ke arah lelaki itu kemudian naik ke motornya. Sebelum menghidupkan mesin dia mengikat rambutnya sembarangan dan hal itu membuat si lelaki mengurungkan niatnya untuk pergi.
Memperhatikan sosok indah di hadapannya dan entah kenapa hatinya bergetar. Dia menelan salivanya pelan, memperhatikan lekat leher belakang Alisha yang terpampang jelas karena sorot lampu dari motornya.
"Mari Kak." Alisha membunyikan klakson motornya sebelum akhirnya melaju pergi.
Drrrrrtttt Drrrrrtttt Drrrrrtttt
Getaran ponsel membuatnya tersadar, dia merogoh saku jaketnya untuk menerima panggilan tersebut.
"Ya.
"Di mana?
"Di jalan.
"Aku harus meminjam laptop mu.
"Tunggu aku lima menit.
Tarikan nafas berhembus, mengingat gerakan Alisha ketika mengikat rambut di hadapannya seperti tadi. Terasa menggoda, menyilaukan mata, juga mungkin hatinya.
"Apa ini.." Eluhnya melajukan motornya menuju Asramah khusus mahasiswa yang terletak tidak jauh dari sana.
"Eldar..." Teriak seseorang yang tengah duduk di depan Asramah yang sejak tadi menunggunya.
Eldar membuat helm teropongnya, menampilkan wajah tampan blasteran miliknya. Tinggi badannya 186 membuat dirinya sering menjadi sorotan para gadis meski nyatanya sikapnya begitu acuh dan dingin.
"Aku menunggumu sejak setengah jam lalu. Katamu pulang sebentar, kenapa lama sekali." Eldar tidak menjawab celotehan sahabat satu-satunya yang bernama Dean. Dia berjalan masuk sementara Dean mengekor." Apa tua bangka itu mengomeli mu lagi?" Eldar menghentikan langkahnya dan menatap tajam Dean.
"Bukankah kau tahu untuk tidak membahas hal itu di sini!" Dean adalah satu-satunya orang yang tahu, tentang jati diri Eldar yang sesungguhnya. Sekaya apa dia, apa tujuan Eldar menyembunyikan itu semua.
"Hehe, mereka tidak akan tahu." Eldar melanjutkan langkahnya dan masuk ke dalam kamarnya. Belum sempat Dean masuk, Eldar sudah keluar dengan laptopnya.
"Kau butuh ini bukan. Ambil dan biarkan aku beristirahat."
Braaaakkkkk!!
Dean tersenyum, menatap pintu kamar Eldar yang sudah tertutup.
"Dasar kutub Selatan.." Kekehnya bersenandung kecil berjalan menuju kamarnya sendiri.
~Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Lenina
asrama bukan asramah thor..
2023-01-28
0
𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪🇱❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐
like
2022-02-22
1
💮Aroe🌸
asik ceritanya😍 lanjut😘
2022-02-17
1