Laras sedang duduk di kafe kampus ketika Dano menaruh setumpuk majalah fashion yang entah ia dapat dari mana. Kening Laras lantas berkerut heran melihat sampul majalah itu satu persatu. “Apa nih?”
“Bacaan tentang teknik budidaya sapi”
“Ih ditanya serius juga.”
Dano menarik kursi duduk di depan Laras. “Ra, saya udah mikirin ini berhari-hari lamanya dibawah terik matahari dan sinar bulan purnama, dan saya tahu kita harus mulai dari mana”
“Maksud kamu?”
“Cara biar Angga nyesel selingkuh dari kamu adalah dengan mengubah penampilan kamu”
“Emang penampilan aku kenapa? Nggak ada yang salah. Baju aku sopan, nggak pernah make yang aneh-aneh” balas Laras lugu.
Laras memang ingin mengubah penampilannya, tapi tidak dengan seabrek style yang disodorkan Dano. Belum lagi beberapa style seksi yang terasa menggelitik perut Laras. Mana bisa ia keluar rumah dengan rok mini atau kaos crop top, kalau masuk angin bagaimana?
Dano melemparkan pandangan gemas. Hari ini Laras mengenakan jeans hitam, namun kaosnya berwarna merah terang cabe. Kayak orang partai, batin Dano, ia tidak mengerti ide gila apa yang terlintas dibenak Laras sampai ia begitu percaya diri mengenakan kaos dengan warna seperti itu. Belum lagi make upnya yang awut-awutan. Dano pusing, suka tidak suka, ia akan memaksa Laras untuk mengubah penampilannya. Kalau perlu Dano akan menyiapkan asisten pribadi untuk mengatur penampilan Laras setiap kali ia melangkah keluar rumah.
“Justru itu Ra, kamu nggak pernah pake aneh-aneh, makanya nggak menarik” kata Dano cengengesan. Laras mencibir sembari membuka setiap halaman majalah yang Dano beri stick notes.
“Aku nggak mau jadi Sera” ujar Laras mengisyaratkan ia benci berpenampilan manis dengan rok atau dress. Laras ingin mengalahkan Sera, tapi tidak dengan menjadi cewek itu.
“Dilihat dulu Ra, baru protes” ujar Dano kalem, senyumnya mengembamg ketika melihat eskpresi tertarik Laras pada halaman selanjutnya. “Cantik dan seksi itu nggak harus pake rok mini kan?”
Laras tidak menjawab. Tujuh puluh persen style yang dipilih Dano untuknya bernuansa gelap, tapi hati Laras merasa girang. Laras ingin tahu seperti apa ia nanti ketika mengenakan ripped jeans, kaos oversize, atau jaket kulit hitam. Semua style yang selalu ia lihat ketika menscroll explore instagram.
“Tapi ra, sesekali kalo mau pake yang minim-minim juga saya oke”
“Dasar cowok” cibir Laras.
“Loh, mata saya welcome pada pemandangan bagus” balas Dano cuek. Laras hanya nyengir kembali melihat isi majalah.
“Ra…”
Laras mendongak sementara Dano menunjuk-nujuk belakangnya dengan jari jempol. “Apa?”
“Beliin es teh Ra, tapi esnya banyakin”
“Mana ada es teh disini?”
“Itu loh Ra yang ocha. Kalo nggak teh, kopi aja, americano” kekeh Dano. Laras mendengus lalu bangkit dari duduknya dan memesan.
Pewaris Radja Group tapi nggak mampu beli sendiri, dumel Laras. “Kamu tau gosip yang beredar tentang kita?” tanya Laras ketika kembali duduk dengan americano milik Dano. “Masa katanya aku pelet kamu. Ih, gila! emang aku kurang kerjaan apa?” dengus Laras mendadak protes.
Sejak kemarin gosip yang beredar tentang mereka semakin tidak karu-karuan. Selain dituduh pakai pelet, Laras juga dituduh mandi kembang setiap malam minggu, makanya Dano seperti tidak bisa lepas darinya. Laras yang mendengar semua laporan dari Amel dan Manda hanya bisa memaki-maki jengkel.
“Udah Ra, omongan orang jangan dipikirin”
“Iya nggak usah dipikirin, karena enak di kamu, yang dituduh aneh-aneh aku terus.”
Dano ketawa geli. “Kita buat jadi kenyataan aja. Saya siap dipelet kamu”
“Dasar gila. Oh iya, Angga juga nanyain”
“Dia nanya apa?”
“Tentang gosip itu bener atau enggak. Terus dia ngelarang aku dekat sama kamu.”
Dano berdecak, ekspresinya terlihat agak meremehkan Angga. “Wah si Angga mainnya larang-larangan, kayak bocil”
“Kamu kenal Angga?” tanya Laras mau tahu.
“Kenal. Tunangan kamu kan?”
“Maksud aku lebih dari itu. Angga bilang nggak terlalu kenal kamu, tapi dari cara dia ngelarang aku dan ngedeskripsiin kamu, aku mikir kalian temenan” jelas Laras jujur.
Dano menyeruput kopinya tenang. “Dulu waktu sekolah di Amerika, kita temenan. Tapi sekarang udah enggak, tunangan kamu rada brengsek soalnya.”
Laras tertawa geli. “Angga juga bilang kamu nggak bener. Pantes kalian pernah temenan, sama-sama brengsek ternyata.”
Dano nyengir lalu mengalihkan topik. “Ra, kamu selesai kelas jam berapa?”
“Jam satu. Kenapa?”
“Main yuk, di lapangan SD dekat rumah Bang Tigor. Main layangan, sekarang anginnya bagus”
“Emang kamu nggak kuliah?”
“Enggak”
“Lah terus ngapain ke kampus?”
“Mau ngurus alat musik Srikandi, hari ini ada tim yang ikut lomba, sekalian ngasih majalah ke kamu”
“Wah kamu sibuk banget di kampus. Aku kadang mikir sekre itu kelas, dan kuliah itu kegiatan organisasi” balas Laras sarkas. Dano ketawa terbahak-bahak, ia menyentil pelan kening Laras.
“Wew pasutri, ketemunya disini!”
Laras dan Dano serempak berpaling, Heru masuk menenteng buku dan tanpa permisi menaruh tas dekilnya di atas meja.
“Serius amat berdua, lagi ngomongin apa?”
“Nggak sibuk kok, cuman kebetulan lagi bahas reformasi undang-undang” jawab Dano kalem. “Ngapain lu kesini?”
“Mau kuliah lah, masa mau babat rumput sama rektor”
“Maksud gue ngapain lu masuk sini? kafe ini” jelas Dano.
“Gue ngeliat lu berdua dari luar makanya gue masuk. Lagi ngapain Ra? udah kerja di penerbit sekarang? Apa emang hobi baca?” cerca Heru cerewet.
“Hobi baca”
“Ya ampun tau gitu gue ngasih majalah ternak bokap gue ke elu”
“Makasih Her, mending aku baca isi menu di dinding.”
Heru ketawa. “Ra pulang kampus ikut nongkrong yuk, ada Amel”
“Nggak mau”
“Mau aja Ra, nanti gue beliin yakult”
“Idih nggak mau. Lagian kenapa aku harus ikut?”
“Biar Manda ikut” jawab Heru membuat kening Laras berkerut bingung.
“Siapa lagi yang mau deketin Manda?” tanya Dano seolah sudah tahu maksud Heru.
“Rahasia. Tapi mau ya Ra. Soalnya Manda bilang nggak mau ikut nongkrong kalo nggak ada lu”
“Oh itu artinya dia nggak mau Ru” tawa Dano geli. “Manda ngomong gitu karena dia tau Laras nggak pernah mau ikutan nongkrong iya kan Ra?”
Laras hanya angkat bahu.
“Tapi tenang aja Ru, gue bakal buat Laras mau ikutan nongkrong. Gimana sayang? Mau kan?”
“Lah lu berdua udah pacaran? Kok udah sayang-sayangan sih?” Heru bengong.
“Belum Ru, ini baru pemanasan doang” kekeh Dano geli.
Laras mendengus memalingkan wajah, secara tidak sengaja ia menangkap sosok Sera masuk ke dalam kafe. Sekilas cewek itu ikut menatap Laras, ekspresinya terlihat aneh, namun setelah itu ia buang muka seolah tidak terjadi apapun.
...----------------...
“Nda, kamu kalo make up pake merk apa?”
Manda mendongak, tampangnya agak terkejut mendengar pertanyaan Laras. “Gue nggak salah denger nih Ra? Lu nanya merk make up gue kan?”
“Iya.”
Tangan Manda menyentuh kening Laras dan segera ditepis.
“Aku nanya serius”
“Kenapa lu tiba-tiba nanya beginian? Topik Adam Smith sebagai bapak ekonomi udah basi Ra?”
“Aku mau belajar make up.”
Manda langsung tepuk tangan dan bersiul panjang. “Efek sakit hati Angga dahsyat ternyata.” Manda berdiri membuka lemari kaca bening dan mengeluarkan alat make up favoritnya.
“Apa ini?”
“Eyeshadow, lipstick, maskara, pensil alis, sunscreen”
“Foundation? Concealer? Aku lihat di majalah, foundation itu perlu buat kulit, warnanya harus satu nomor di bawah warna kulit, terus concealer untuk bawah mata atau bercak-bercak hitam”
“Itu cuman teori, yang bener itu sesuai kebutuhan muka. Kalo kulit lu sehat tanpa noda hitam untuk apa pakai foundation atau concealer? Ntar salah pakai atau salah pilih warna muka lu jadi abu-abu kayak Riska, dia tiap jam dua belas siang mukanya abu-abu.”
Laras tertawa. “Kamu nggak pernah pakai foundation?”
“Dulu iya tapi sekarang gue cuman paka sunscreen, gue lebih milih beli skincare banyak-banyak. Lu lihat bawah mata gue, gue pake eye cream makanya nggak hitam dan lebih bagus hasilnya dibanding gue pake concealer. Gue takut kebanyakan pake foundation malah bikin jerawatan parah, kulit gue rada sensitif soalnya” jelas Manda panjang lebar.
“Semua ini sekali beli habis berapa?”
“Hmm nggak banyak sih, sejuta paling.”
Laras langsung mendorong pelan alat make up itu. “Nggak jadi deh, aku balik pake bedak baby aja”
“Ih Laras, ada tau make up yang harganya murah meriah tapi hasilnya bagus”
“Masa?”
Manda mengangguk. “Sore ini kita belanja, untuk urusan make up, serahin ke gue”
“Besok aja gimana?”
Manda mendengus. “Gitu aja terus Ra sampai kita pindah planet. Lu tiap kali diajak belanja besok-besok mulu, giliran ke timezone aja cepet. Masih TK lu?”
Laras nyengir. Pada akhirnya Manda menang.
Sore hari setelah selesai mengerjakan tugas Laras menghabiskan waktu seharian mengelilingi pusat perbelanjaan. Seumur-umur ini pertama kalinya Laras menghabiskan banyak uang hanya untuk membeli peralatan kecantikan yang jarang digunakan. Boro-boro maskara, yang Laras tahu hanya menggunakan lipstik ketika pergi ke acara kondangan, itupun lipstiknya langsung hilang begitu bibirnya menyentuh gulai kambing. Beda dengan lipstik Manda yang tahan berjam-jam, mau tsunami sekalipun, bibir cewek itu akan tetap cerah merekah.
“Untuk muka itu pelan-pelan aja Ra, bersihkan pake micellar water, toner, serum, pelembab, terus sunscreen. Biar nggak bruntusan, kita mastiin dulu kulit lu udah nggak kaget sama apa yang lu pake baru lu tambahain lagi. Ra inget ya, kalo misal ada bruntusan kecil-kecil jangan panik, santai, kecuali kalo lebih dari seminggu nggak hilang langsung stop, atau bisa juga kalo muka lu gatal-gatal, stop aja” jelas Manda sembari memasukan beberapa sheet mask ke dalam keranjang belanjaan. Laras menurut, gaya Manda sudah seperti dokter kecantikan yang sedang mengajari anak baru gede bagaimana cara merawat kulit dengan benar.
“Ra, sabun cuci muka lu yang kemarin masih ada kan?”
“Masih. Yang harganya kayak ngajak perang” sungut Laras bercanda. Mereka pindah ke bagian alat make up, Laras menatap minat pada lipstik berwarna coklat di tangannya.
“Mau coba Ra?” tanya Manda.
“Nggak ah, ntar norak” tolak Laras, ia sebenarnya menyukai make up Amel yang cenderung gelap namun memberikan kesan seksi, tapi Laras tidak berani untuk mencoba.
“Sini Ra” paksa Manda menorehkan lipstik itu ke atas bibir Laras.
“Kalo pake lipstik gelap gini, ombrenya pake warna yang agak terang, tapi dibagian dalam bibir, biar kelihatan lebih hot” kekeh Manda menambahkan creamatte lipstik yang berwarna agak kemerahan.
“Nah, begini kan cantik. Kayaknya lu cocok pake lipstik modelan gini deh Ra, dibanding lipstik merah cabe atau pink patah hati lu itu.”
Laras nyengir mengambil lipstik dengan kode nomor sama seperti yang ia gunakan. Benar kata Manda, Laras terlihat berbeda dengan warna lipstik seperti itu.
“Ra, kalo eyeshadow ini kan ada dua jenis. Lu lihat, yang mate kayak gini dan glitter. Kita beli yang kecil aja dulu buat lu belajar. Tapi inget ya, kalo ke kampus atau acara biasa pake yang matte, tapi kalo acara malam lu pake yang glitter”
“Kenapa gitu?”
“Gue ngerasa seksi aja sih kalo malam ada kelap-kelip di mata gue”
“Kalo misalnya aku pake yang glitter di siang hari?”
“Hmm...paling mata lu kayak lampu disko Ra. Lagian menurut gue eyeshadow glitter itu cocok untuk style yang rada seksi-seksi gitu”
Selanjutnya kedua cewek itu berpindah ke tempat lain. Manda memang cukup ahli untuk urusan make up, hampir semua merek make up pernah ia coba, dari yang harga puluhan ribu sampai ratusan ribu.
“Ra, bisa minum cincau kan?”
“Yeh, emang aku dari planet lain apa sampai nggak bisa minum cincau?” balas Laras ketika mereka duduk di warung bakso belakang pusat perbelanjaan tadi.
Laras terlihat lelah, hanya ada dua kantong belanja di tangannya, tapi perjalanan mereka memakan waktu berjam-jam. Belum lagi kantong belanja Manda juga sama banyaknya. Padahal niat awal tadi hanya ingin menemani Laras, tapi Manda malah keterusan ikut membeli alat make up, baju, dan sepatu.
“Angga gimana Ra?”
“Baik. Kenapa? Mau diadu sama Marsel?”
Manda ketawa. “Ngomong-ngomong Ra, gue udah tau Sera yang mana. Gue dapat info dia itu anak srikandi”
“Pantes Angga tau gosip aneh itu”
“Wah, udah nggak jadi mas lagi nih Ra?” goda Manda geli.
Laras mendelik. “Bener kata Amel, nggak pantes dia jadi masku. Mending aku manggil mas ke Pak Pangaribuan”
“Mas Pangaribuan dong. Hahaha, gila lu!” tawa Manda kencang, ia memegang perutnya masih merasa geli dengan perkataan Laras. “Gue lanjut ya. Nah gue denger informasi, si Sera itu pernah dekat sama Heru. Tapi nggak tau kenapa tiba-tiba malah jadian sama Mas Anggamu itu”
“Sera kayak gimana Nda?”
“Kayak orang, manusia, napak”
“Maksudku sifat aslinya”
“Oh.” Manda nyengir malu. “Belagu rada sengak juga sih”
“Ah masa sih? Kamu nggak ngomong gitu karena dia selingkuhan Angga kan?”
Manda mengangkat dua jarinya. “Suer Ra, gue kemarin baru dari sekre srikandi, gue ngeliat dia. Cara dia ngomong, pengen buat gue nampol kepalanya. Coba deh sesekali habis kelas lu main ke sekre Srikandi, siapa tahu ketemu”
“Idih ngapain? mending aku langsung pulang” tolak Laras mentah-mentah.
“Ya biar lu percaya Ra. Eh, ngomong-ngomong, lu mau nggak gue ajarin cara pake make up? yang tipis-tipis dulu tapi”
“Boleh. Mau kapan?”
“Sekarang juga boleh, sambil minum cincau. Gue mah gas aja”
“Kurang kerjaan” tawa Laras dan saat itu bakso serta cincau pesanan mereka datang.
...----------------...
Tapi perkataan Laras hanya seperti angin lalu. Laras yang mengatakan tidak ingin bertemu Sera justru merasa penasaran setengah mati dengan cewek itu. Laras pernah melihat Sera, ia cantik dan Laras jelas kalah jauh. Tapi perkataan Manda tempo hari terasa menggelitik Laras. Sifat Sera memang bukan urusannya, tapi tetap saja Laras penasaran. Selain cantik, apalagi yang membuat Angga jatuh hati pada Sera?
“Mel, anak srikandi nggak ngadain jamming session lagi?” korek Laras ketika mereka baru selesai kelas.
“Kayaknya sih nggak Ra, kegiatan begitu mah anget-anget diawal pas nerima anggota baru aja. Ibarat anget-anget tai ayam, angetnya cuman seminggu, sisanya tai ayam.”
Laras cekikikan geli mengambil buku paketnya dan melangkah keluar kelas.
“Tumben Ra nanya, kenapa? Kangen lihat Mas Dano gebug drum? Hati lu seperti jedag jedug ya?”
“Ih apaan sih Mel, Mas-mas emang dia masku apa? Aku tuh cuman nanya tau”
“Ntar gue tanyain Samuel deh, gue mau ke sekre srikandi lu mau ikut?”
Laras mengangguk semangat, berharap ada Sera disana. Mereka kemudian masuk ke toilet cewek di koridor ujung lantai delapan.
“Wih Ra, cakep amat warnanya” puji Amel ketika melihat Laras memoleskan lipstik ke atas bibirnya. Entah mengapa Laras tiba-tiba ingin tampil sedikit berbeda dibanding hari-hari sebelumnya, meskipun hanya lipstik tapi Laras tidak ingin tampil asal-asalan di depan Sera.
Ya Sera.
Meskipun cewek itu belum pasti berada di sekre Srikandi, tapi Laras tidak ingin menyia-nyiakan ilmu permakeupannya dari Manda.
“Diajarin Manda”
“Coba Ra digerai rambutnya”
“Kayak gini? Rapi?” tanya Laras menurut. Amel memperbaiki sedikit rambut Laras kemudian mengangkat dua jempol.
“Sebelum ketemu Mas Dano emang harus cakepan dikit.”
Laras mencibir dan setelah itu mereka turun ke lantai bawah. Dari kejauhan tampak sekre srikandi kelihatan sedikit ramai. Beberapa anak srikandi duduk di depan sekre, sekedar mengobrol sambil menunggu mata kuliah berikutnya atau nongkrong dengan gitar karena tidak ingin pulang cepat. Nyali Laras menciut, ia ingin bertemu Sera tapi suara anak srikandi dari kejauhan membuatnya memilih untuk duduk di dekat mesin pinjam powerbank.
“Ya ampun Ra, tenang aja mereka nggak makan orang. Lagian gue cuman mau ngambil buku paket Bahasa Indonesia di Samuel”
“Enggak Mel, aku tunggu disini” geleng Laras menolak.
“Yaudah, jangan kemana-mana” kata Amel akhirnya pergi sendirian.
Laras menatap dari kejauhan. Amel terlihat santai menyapa semua anak srikandi. Tidak lama kemudian Samuel datang, kedua orang itu berbicara lama sampai Laras mendengus bosan. Niatnya untuk melihat Sera malah berakhir menunggu sahabatnya bermesra-mesraan. Akhirnya Laras memilih membuka ponsel, cukup lama fokusnya berada pada benda kotak di tangannya sampai ia tidak menyadari langkah kaki seseorang mendekat padanya.
“Ra! Dor!”
Laras mendongak, ada Dano berdiri di depannya dengan senyum lebar. Seperti biasa cowok itu mengenakan hoodie hitam, ripped jeans, sepatu kets, dan tidak lupa tas dekil tergantung di bahu.
“Ngapain Ra duduk sini? Nunggu saya? Kayak stalker”
“Pede kamu. Aku nungguin Amel kok” balas Laras.
“Oh kirain nungguin saya, padahal kalo kamu nungguin saya mau saya kasih doorprize loh. Saya nggak pernah ditungguin soalnya”
“Kasihan amat. Iya aku nungguin kamu, sekarang mana doorprizenya?”
“Entar saya kasih Ra, tanah di Beijing, cukup luas, bisa dipake miara bebek peking” jawab Dano sembarangan. Laras tertawa geli sementara Dano duduk di sampingnya.
“Kamu nggak kelas?”
“Sepuluh menit lagi”
“Yaudah sana pergi”
“Masih nunggu Heru, lagi dandan di sekre.”
Beberapa saat kemudian Heru muncul, namun tanpa disangka cowok itu datang bersama Sera. Detak jantung Laras langsung berdetak tidak karuan, ia merasa senang karena Sera berada disana, namun disisi lain Laras bingung selanjutnya harus bersikap seperti apa. Karena meskipun Laras penasaran setengah mati dengan Sera, tetap saja ia benci melihat wajah cewek itu.
“Ra, saya mau buat pertikaian biar kamu cepat putus” bisik Dano pelan, Laras berpaling dengan kening berkerut.
“Hah?”
Tanpa diduga dengan gerakan yang dapat terlihat jelas oleh Sera maupun anak-anak srikandi Dano menarik wajah Laras pelan dan mendaratkan sebuah kecupan singkat di bibir Laras. Dano kemudian berdiri di depan Laras, sengaja ingin menutup arah pandang orang lain pada cewek itu. Laras sendiri terlihat begitu syok, matanya membulat tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan Dano padanya.
“Weh kalo mau pacaran jangan disitu, semak-semak sana!” teriak Heru tertawa kencang.
Dano mengacak pelan rambut Laras dan berbisik pelan. “Lipstik kamu cantik Ra.” Dan setelah itu seolah tidak terjadi apapun Dano melangkah pergi menghampiri Heru. Laras masih terpaku, wajahnya mendongak dan menelan ludah ketir ketika melihat sebuah tatapan tajam terarah padanya.
Sera.
Cewek itu sedang menatap Laras dengan penuh penilaian, ia tidak mengatakan apapun, hanya melangkah pergi bersama Heru dan Dano. Laras menelan ludah, ia bisa memastikan Sera melihat kejadian tadi dengan sangat jelas, dan sekarang Laras yakin Dano baru saja menciptakan badai besar.
...----------------...
Angga marah, berita Dano mencium Laras sudah sampai ke telinganya. Dengan geram Angga menghampiri Laras, suara ketukan di pintu kamar cewek itu membuat Sri tahu bahwa akan terjadi pertikaian besar dan ia memilih pura-pura ke dapur belakang tidak ingin ikut terseret.
“Aku mau ngomong” kata Angga dingin ketika Laras membuka pintu, wajah cewek itu terlihat kusut tanda semalam suntuk baru saja begadang untuk menyelesaikan tugas kuliah.
“Apa?” tanya Laras kembali menarik selimut dan duduk diatas kasur, ia tau Angga marah karena sesuatu tapi Laras tidak terlalu ambil pusing, ia hanya ingin Angga segera keluar dari kamarnya agar ia bisa kembali tidur.
“Jelasin ke aku apa hubungan kamu sama Dano?” tanya Angga tanpa basa-basi.
Laras berdecak tidak senang karena tidurnya terganggu hanya untuk pertanyaan seperti ini. “Temen”
“Jawab yang jujur Ra”
“Ya emang temen, masa aku harus bilang Dano itu kucing biar kamu percaya?”
“Aku nggak bercanda”
“Yaudah terus sekarang kamu mau apa?”
Angga menatap marah. Deru nafasnya terlihat menahan emosi. “Kalo cuman teman, terus kenapa aku bisa dengar kamu ciuman sama Dano? Jujur Ra! Jangan coba-coba kamu bilang Dano itu teman”
“Kita nggak ciuman, Dano yang nyium aku” koreksi Laras tenang.
“Sama aja Ra!”
“Beda dong! Kalo ciuman itu berarti aku ngasih reaksi. Orang aku cuman diam aja” protes Laras keras kepala.
Angga melotot kesal. Ah, seharusnya sebelum kesini Anga terlebih dahulu mencari Dano dan menghajar cowok keparat itu sampai patah tulang. Angga merasa jengkel karena akhir-akhir ini kelakuan Dano begitu mengusik dirinya. Kedekatan Dano dengan Laras yang terjadi entah sejak kapan, gosip kedua orang itu, dan puncaknya Dano mencium Laras. Semua itu membuat Angga emosi. Ditambah lagi kejadian terakhir yang tentu saja bukan sekedar gosip belaka.
“Mulai hari ini aku ngelarang kamu dekat-dekat sama Dano”
“Apa hak kamu ngelarang aku? Aku nggak pernah ngelarang kamu mau temenan sama siapapun”
”Kamu...oke” gumam Angga baru menyadari Laras tidak lagi memanggilnya Mas Angga seperti hari-hari biasa. Cewek itu benar-benar sudah menjauh dari Angga, dan semua ini pasti karena bocah brengsek penghasut bernama Valdano Radja. “Aku tunanganmu Ra, itu berarti aku punya hak atas diri kamu. Kamu kira tingkah Dano ke kamu itu manis? Enggak Ra! Itu pelecehan! Seharusnya kamu lapor polisi, bukannya kamu malah duduk santai enak-enakan kayak gini. Seneng kamu jadi bahan gosip anak kampus? Kamu kira didekati Dano itu prestasi? Enggak Ra! Dia cuman iseng. Kamu itu mainan yang bisa dibuang Dano kapan aja! Kamu itu harus sadar Ra!” ketus Angga menusuk.
Laras tersinggung, Kalau dulu ia akan mendengarkan Angga maka sekarang Laras ingin melawan. Rasa kantuk Laras seketika menghilang digantikan emosi ingin menonjok wajah Angga. “Terus kamu sendiri gimana? Kamu minta aku sadar dijadikan mainan sama Dano, tapi kamu gimana? Kamu sadar gak udah nyakitin aku?” teriak Laras tersulut emosi.
“Laras!”
“Kamu datang marah-marah nuduh aku ciuman sama Dano seolah aku emang mau ngelakuin hal itu. Aku tahu itu pelecehan, tapi kamu pikir kamu lebih baik dari Dano?”
“Jadi sekarang kamu belain Dano?!”
“Iya! Kenapa kamu gak suka? Sadar Angga, kamu juga sama brengseknya kayak Dano”
“Jaga omongan kamu ya Ra, aku datang kesini karena mau nyelesain masalah ini”
”Dengan cara marah dan nuduh aku? Apa susahnya nanya dulu baik-baik?”
“Emang kamu bakal jujur kalo aku nanya baik-baik?”
“Aku bukan kamu. Aku nggak pernah bohong ke kamu. Dano hanya teman, bukan selingkuhan aku. Dano bukan Sera.” Tepat ketika Laras menyebut nama Sera saat itu juga raut wajah Angga berubah. Kena kamu sekarang, batin Laras bersorak senang.
“Kamu….”
“Ngomong soal jujur. Sekarang aku tanya, sudah berapa kali kamu cium Sera di club? Berapa lama kamu jadian sama dia? Dan berapa kali kalian check in di hotel?”
“Ra aku…”
Wah bajingan! batin Laras memaki. Angga tidak menepis pertanyaan terakhir darinya. Padahal Laras hanya asal bertanya dan ternyata tepat sasaran. Emosi Laras kini naik melewati limit, dengan kasar ia menarik tangan Angga sampai mereka berada di luar kamar. Laras menarik cincin dari jemarinya dan melempar pada Anga.
“Mulai hari ini kita selesai”
“Aku bisa jelasin-”
“Simpan penjelasan kamu buat keluarga kita. Aku nggak mau denger, sana kamu pergi aku mau tidur!” teriak Laras seperti orang kesetanan. “Dasar cowok kurang ajar!” Laras membanting dan mengunci pintu kamar, ia sama sekali tidak memberikan kesempatan pada Angga untuk membela diri. Laras mendengus menutup telinganya dengan bantal, ia tidak peduli lagi, bahkan meskipun suara Angga terdengar dari luar memanggil namanya.
Kini Laras resmi putus dengan Angga namun anehnya ia tidak menangis. Tidak seperti ketika dulu saat pertama kali Laras mengetahui perselingkuhan Angga. Kesedihan Laras justu berganti menjadi amarah dan dendam. Tekad Laras sudah bulat, ia tidak ingin Angga menyesal karena sudah berselingkuh darinya. Laras menginginkan lebih dari itu, ia mau Angga bertekuk lutut dan memohon padanya dengan ekspresi putus asa.
Lihat saja nanti!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Aerik_chan
Semangat kak..
jangan lupa mampir " Presdir Kamu Akan Menyesal"
2022-03-17
0