Perjanjian si Patah Hati

Laras menutup kedua telinga, suara kencang musik club membuat telinganya berdengung. Sebenarnya Laras ingin pergi, tapi melihat Amel tertawa lepas membuat Laras mengurungkan niat. “Ada acara apa sih sampai tiba-tiba ke club?” teriak Laras bertanya pada Manda.

“Kata Amel guna menyambut datangnya bulan Juni”

“Idih apa istimewanya?”

Manda angkat bahu. Ini adalah kedua kalinya Laras pergi ke club, selama ini ia hanya menghabiskan malam minggu bersama Angga atau berdiam diri di kamar.

“Ra, mau?” tawar Amel menyodorkan segelas alkohol. Laras menggeleng. “Coba aja Ra, entar kalo kita tepar, Manda yang bakal ngurus kita pulang”

“Emang kamu nggak minum?”

“Nggak Ra, gigi gue ngilu.” Manda menunjuk kawat gigi yang baru terpasang di giginya.

“Aku mau es teh aja” kata Laras polos. Amel tertawa ngakak lalu menegak alkohol.

“Entar ya Ra, gue cariin lu es teh, sekalian sama telur gelung” tawa Amel berlalu pergi.

Laras menatap sekelilingnya, ia bergidik ketika melihat beberapa pasangan tanpa malu-malu berciuman di tengah lantai dansa. Suara dentuman keras dan teriakan Dj di meja depan membuat semua orang bersorak. Laras ingat, saat pertama kali pergi ke club ia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat aksi semua orang di club. Mereka seperti tidak peduli satu sama lain, yang ada dipikiran mereka hanya bersenang-senang sampai matahari terbit.

“Ra, joget kayak gini.” Manda meraih tangan Laras memaksa tubuh kaku cewek itu untuk bergerak mengikutinya.

“Amel nggak capek ya ke club? Aku yang berdiri aja capek”

“Amel emang suka tempat ramai Ra. Kalo misal pemerintah memutuskan untuk melarang club buka, Amel bakal demo di barisan paling depan.”

Laras ketawa. Lagu double bubble trouble dari Mia terdengar, perlahan Laras merasa tubuhnya mulai rileks mengikuti suara alunan musik. Terbawa suasana, Laras ikut bersorak bersama Manda, ia suka kehidupannya sekarang.

Selama ini Laras tumbuh dalam didikan keras, orang tuanya menganut prinsip bahwa perempuan itu harus santun, lembut, dan penurut. Laras tidak pernah keluar rumah ketika waktu sudah menunjukan pukul enam sore. Ia selalu dituntun untuk menjunjung tinggi tata krama dan adat istiadat keluarga.

Tapi sekarang, Laras malah ingin menertawakan semua itu. Pertemuan Laras dengan Amel dan Manda di semester awal kuliah seakan ingin menunjukan pada Laras bahwa terlalu banyak hal menarik yang seharusnya tidak ia lewatkan begitu aja.

Lucu, karena Laras yang terbiasa hidup dalam kekangan, justru bertemu Manda dan Amel yang terbiasa hidup dengan pilihan mereka sendiri. Sifat Manda mungkin masih sedikit mirip dengan Laras. Tapi, Amel dan Laras bagaikan langit bumi. Laras cenderung kaku ketika bertemu orang baru sementara Amel selalu bersikap seakan mereka adalah teman lama. Laras pendiam, Amel cerewet dan blak-blakan. Laras benci menjadi pusat perhatian tapi Amel adalah pusat perhatian.

Jika orang tua Laras melihat Amel, mungkin hari ini juga Laras kembali ke Surabaya. Mending Laras berhenti kuliah, dibandingkan bergaul dengan seorang cewek bertato dan bertindik yang selalu membawa rokok di kantong celana.

“Aku mau ke toilet bentar” kata Laras.

“Jangan lama-lama Ra.”

Laras masuk ke dalam toilet di dekat koridor ujung, tidak terlalu ramai. Laras menatap pantulan dirinya di kaca, sama seperti biasa. Rambut dikuncir kuda, kaos oranye garis-garis, jeans hijau tua, dan lipstik merah milik Manda yang ia pinjam tadi masih menghias bibirnya. Laras mendongak menatap pantulan kaca wastafel, sepasang pemuda pemudi keluar dari salah satu bilik toilet. Laras langsung pura-pura mencuci tangan untuk mengalihkan perhatian, tanpa bertanya ia langsung tahu apa yang mereka lakukan di toilet wanita. Kedua orang itu juga tampaknya tidak peduli dengan keberadaan Laras, mereka melangkah keluar tanpa mengatakan apapun.

“Emang nggak bisa nyewa hotel apa?” dengus Laras bergumam, ia keluar hendak kembali pada Manda. Namun baru beberapa langkah Laras menangkap sosok Angga berada di kerumunan orang yang berlalu lalang.

‘Ra, aku anterin pulang. Aku harus nemuin teman’

‘Mau ngapain?’

‘Nyusun proposal acara organisasi. Hari senin mau nyerahin ke ketua.’

Seperti sebuah memori menyakitkan, percakapan Laras dan Angga di sore tadi kembali teringat. Tanpa sadar kaki Laras melangkah mengikuti Angga.

‘Temen siapa?’

‘Emang kalo aku kasih tahu, kamu tau siapa orangnya?’

Tubuh Laras membeku. Teman yang Angga maksud kini berada di sampingnya dan sedang memeluk mesra lengannya. Untuk kedua kalinya Laras melihat Angga bersama selingkuhannya. Mata Laras berkaca-kaca ketika melihat kedua orang itu berciuman mesra, kejadian sama persis seperti yang ia lihat tempo hari.

Deg.

Jantung Laras berdegup kencang ketika wajah Angga berpaling ke arahnya, Laras spontan balik badan tidak ingin ketahuan sedang mengikuti mereka. Lucu, karena Laras adalah korban, namun ia malah bersikap pengecut tidak berani melabrak Angga dan selingkuhannya.

Setelah menarik napas Laras sedikit berpaling, memastikan Angga tidak melihatnya, dan benar, kedua orang itu kini berada di dekat meja bar. Laras menatap sendu, ia marah dan hatinya terasa sakit sekali. Angga meninggalkan dirinya di toko buku agar bisa bersenang-senang dengan selingkuhannya.

Laras melangkah mundur, air matanya meleleh di pipi. Sebuah tepukan di bahu membuat Laras tersentak, seseorang menarik dirinya dan ketika Laras mendongak, Dano berdiri tepat di depannya. Tanpa permisi Dano menarik kuncir rambut Laras, membiarkan rambutnya tergerai bebas.

“K-kamu…ngapain kamu disini?” Laras tercekat. Dano menatap ke arah Angga kemudian menunduk dan berbisik di telinga Laras.

“Nama cewek itu Sera. Mereka udah dekat dari beberapa bulan lalu. Kamu bukan ditipu satu atau dua hari, tapi lebih dari itu”

“Maksud kamu apa cerita kayak gini?”

“Biar kamu makin sakit hati” jawab Dano tenang, ia terlihat sangat menikmati momen sedih Laras karena Angga. “Tawaran saya masih berlaku.”

Laras diam membuat senyum Dano semakin mengembang. “Bahkan kalau kamu mau putus dari Angga tapi nggak jadi selingkuhan saya juga nggak papa. Saya punya penawaran lain”

“Apa?”

“Kita buat Angga menyesal udah selingkuh dari kamu. Gimana?”

Laras menghapus air matanya, ia masih terisak, tapi tidak terlihat ingin menolak tawaran Dano. Laras kembali berpaling ke Angga, kedua orang itu berangkulan mesra dan pergi dari situ.

“Kenapa kamu ngotot pengen ikut campur urusan aku?”

“Karena saya gabut, nggak tau mau ngapain” balas Dano santai. Laras mendongak. Tuhan memang adil, orang cakep itu nggak selamanya tercipta sempurna. Contohnya Dano, ia tampan, tapi suka berlaku tidak waras.

“Apa yang harus aku lakuin biar putus dari Angga dan buat dia menyesal udah selingkuh dari aku?”

“Cuman tiga. Ikuti apa kata saya, nggak ada yang boleh tahu hal ini, dan…….jangan pernah jatuh cinta sama saya.”

Laras tertawa sinis. Bahkan jika dunia ini berputar menjadi kotak, ia tidak akan pernah jatuh cinta pada Dano. Hebat, karena dalam beberapa hari, Angga sudah berhasil membuat Laras menggila dan merasa jijik pada semua cowok yang berada di dekatnya. Jadi, ketika Dano mengatakan jangan jatuh cinta padanya, Laras benar-benar ingin tertawa sekencang mungkin.

“Gimana? Deal?” Dano mengulurkan tangan disambut Laras dengan ekspresi yakin.

“Deal.”

...----------------...

Pukul setengah satu siang Laras baru bangun, matanya mengerjap-ngerjap ketika mendengar gedoran dari luar pintu kamar.

“Kenapa?” tanya Laras mengantuk.

“Ada cowok nyariin kamu di depan” jawab Sri, sepupu sekontrakan Laras.

“Siapa? Mas Angga?”

“Bukan, kalo itu mah udah aku suruh masuk. Cowok lain, bawa donat seplastik, ini, katanya buat cemilan. Tuh lagi ngobrol sama Apin di depan” beritahu Sri mengangkat plastik di tangannya. “Samperin gih, kasihan nunggu lama. Aku mau goreng telur, kamu mau?”

“Mau. Makasih ya Sri” angguk Laras lalu melangkah malas-malasan ke ruang depan. Siapa cowok kurang kerjaan yang mencarinya di jam segini? Pertanyaan Laras langung terjawab ketika melihat Dano duduk di depan sambil memangku Apin, kucing orens milik Sri.

“Ngapain kamu kesini? Tahu rumah aku darimana?” tanya Laras tanpa basa-basi.

Dano berpaling dengan senyum lebar. “Mau ngajak kuliah”

“Jadwal kelas aku jam tiga”

“Ini udah setengah satu”

“Emang kamu kuliah hari ini?”

“Enggak. Cuman mau nganterin kamu.”

Laras melengos tidak berkata apapun lagi, ia masuk diikuti Dano dari belakang. “Sri, ini Dano. Dano ini Sri.”

Sri tersenyum manis menyambut uluran tangan Dano, ekspresinya kelihatan sekali mengagumi paras tampan cowok itu.

“Temennya Laras ya?” tanya Sri basa-basi.

Dano menggeleng serius. “Calon pacar, cuman dia nggak mau sama saya”

“Jangan didengar, dia gila” kata Laras menyepak betis Dano pelan. “Aku mau mandi, kamu jangan macam-macam sama Sri. Kalo dia bertingkah aneh, pukul aja kepalanya pakai kuali.”

Sri adalah sepupu Laras, mereka sama-sama datang dari Surabaya untuk berkuliah di Jakarta, namun di kampus yang berbeda. Sejak semester awal mereka tinggal di rumah kontrakan berukuran kecil. Sri yang tidak pernah melihat ada cowok lain datang ke rumah selain Angga, jelas merasa tertarik pada Dano. Cowok tampan itu tidak terlihat canggung untuk membuka percakapan, ia mudah akrab dan menyenangkan. Berbeda dengan Angga yang cenderung pendiam dan hanya berbicara seperlunya saja pada Sri.

“Kok masak banyak Sri?” tanya Laras heran.

“Dano belum makan, makanya aku nyiapin banyak.”

Laras meringis, baru setengah jam bertemu dan kedua orang itu sudah berteman dekat. “Makanan Apin kasih aja ke Dano”

“Jahat banget Laras” geleng Sri tidak setuju.

“Sepatu kamu cuman satu Ra?” tanya Dano ketika melihat Laras mengenakan sepatu orensnya.

“Iya, baru beli nih. Keren kan? Aku baca majalah gadis, jeans hitam itu bisa dipadu pake sepatu apapun. Jeans aku baru loh, baru aku beli kemarin, keren nggak?”

Dano meringis. “Jeans warna-warni kamu?”

“Kubuang. Aku sekarang mau ngikutin style yang swag” jawab Laras cuek mengikat tali sepatunya. “Kenapa kamu ngeliatin aku kayak gitu?” tanya Laras ketika mendongak dan mendapati Dano menatapnya lekat-lekat.

Dano nyengir lebar. “Aku udah tahu Ra, kita harus mulai dari mana.”

Keduanya kemudian melangkah keluar rumah.

“Loh Ra mau kemana?” tanya Dano ketika Laras melewati mobilnya.

“Ke kampus” jawab Laras lugu.

“Kenapa kesitu?”

“Halte busway di gang depan.”

Dano melongo lalu ketawa geli, ia membuka pintu mobil memberikan kode agar Laras masuk.

“Nggak mau. Apa kata orang nanti kalo lihat aku semobil sama kamu?” tolak Laras mentah-mentah.

“Justru itu poinnya. Kamu mau putus kan sama Angga? Buruan naik. Ingat peraturan pertama kita; ikuti apa yang saya bilang.”

Laras mendengus, tidak lagi protes akhirnya ia naik ke mobil Dano dan setelah itu keduanya melaju pergi meninggalkan tempat itu.

...----------------...

“Ra, entar habis kelas jangan cabut. Ke sekre srikandi ya, kita ada jamming session. Nonton bentar, habis itu saya anterin pulang” bisik Dano lalu pergi menuju ruang srikandi di pojok kampus dekat gedung hukum.

“Sama siapa Ra?” korek Amel senyum-senyum sendiri ketika Laras masuk kelas. “Sama Dano ya? Ciee udah membuka hati, coba sini lihat hatinya, udah selebar apa?”

“Kok kamu tahu Mel?”

“Udah dibahas di grup srikandi. Kayaknya tadi ada yang lihat lu turun dari mobil Dano”

“Kamu kan bukan anak srikandi, kok bisa masuk grup mereka?”

Amel nyengir tanpa makna. Untuk mendapatkan informasi sekecil itu jelas bukan masalah besar bagi Amel, ia adalah pusat informasi Laras dan Manda untuk gosip-gosip kampus yang jarang diketahui orang.

“Mel, habis kelas mau ngapain?”

“Nonton jamming sessionnya srikandi. Kenapa?”

“Bareng ya.”

Kening Amel berkerut. “Tumben lu mau ikut, biasanya kan paling sensi lihat anak srikandi ngadain mini konser di depan sekre”

“Dano yang nyuruh.”

Mulut Amel terbuka sedikit, matanya membulat, lalu tertawa kencang sampai beberapa mahasiswa melirik ke arahnya. Tapi Amel tidak peduli, ia menopang dagu dengan ekspresi jenaka. “Coba cerita ke gue, lu sama Dano udah sampai mana?”

“Maksudnya?”

“Dano ngajak cewek nonton jamming session srikandi, itu aneh bagi gue.”

Laras meringis tapi memilih tidak menjawab. Ah, seandainya Amel tau, apa rencana Laras dan Dano. “Cuman nonton jamming session doang Mel, bukan jadi bagian dari anggota BPUPKI, jangan lebay”

“Harus lebay dong. Banyak cewek yang suka sama Dano, tapi elu doang, one and only yang kemana-mana selalu diikuti Dano, diajak nonton jamming session srikandi lagi” balas Amel. Laras memilih diam, takut keceplosan membuka rahasianya dengan Dano. “Banyak cewek yang suka sama Dano, tapi dia nggak mau. Lu tau Franda?”

Laras menggeleng.

“Ihs. Itu loh finalis putri Indonesia kemarin, perwakilan dari Jakarta”

“Oooh itu. Dia suka Dano?”

“Yups, sampai bela-belain masuk srikandi. Cuman Dano nggak mau”

“Kenapa?”

“Tau, impoten kali”

“Ih Mel, mulutmu.”

Amel nyengir. “Ya lagian, cewek cantik dan seksi kayak gitu malah ditolak. Gue aja sempat mikir Dano suka sama cowok. Tapi ngeliat dia ngintilin lu mulu, gue jadi yakin dia suka sama lu. Lu sendiri gimana sama Dano? Ada rasa nggak? Menurut gue orangnya oke, cuman kadang suka nggak waras aja.”

Laras angkat bahu memilih mengambil buku dari tas, beruntung dosen audit masuk ke kelas sehingga Laras tidak perlu bersusah-susah menjawab pertanyaan Amel.

...----------------...

Pukul setengah lima sore, kampus mulai terasa sepi, kecuali beberapa mahasiswa yang memiliki jadwal kelas malam masih mondar-mandir di koridor gedung ekonomi. Laras sendiri baru selesai kelas, ia membereskan isi bindernya dan mengikuti Amel menuju sekretariat srikandi. Tampak dari kejauhan sudah ada alat musik di pasang di luar sekre dan beberapa anak baru srikandi duduk di atas terpal menonton atau ikut bermain musik bersama senior srikandi mengiringi beberapa anak yang mau bernyanyi.

“Mel disini aja, jangan dekat-dekat” bisik Laras. Amel mengangguk lalu duduk di dekat kursi panjang depan taman kampus gedung hukum.

“Ra, lihat cowok itu” Amel menunjuk seorang cowok berkaos hitam, ia baru keluar ruang sekre srikandi bersama Dano. “Namanya Samuel. Dia ngajak gue kencan malam minggu besok”

“Kamu mau?”

“Menurut lu aja gue nolak” kekeh Amel. Laras menatap Samuel, cowok itu tinggi, kulitnya hitam manis, dan rambutnya gondrong. Samuel adalah wujud nyata dari tipe ideal Amel, pantas saja cewek itu tidak menolak.

“Hati-hati ya Mel, nggak boleh check in di hotel.”

Amel berpaling lalu tertawa geli, ia mencubit bahu Laras gemas. “Candaannya udah dewasa ya sekarang”

“Aku nggak ngelucu, tapi nasehatin kamu”

“Iya iya, ibu suri. Habis kencan, Amel langsung pulang, cuci kaki tangan, dan tidur. Tuh Ra, penggemar lu udah mulai main.”

Laras berpaling, Dano kini duduk dibalik drum. Mereka memainkan beberapa musik yang tidak pernah didengar Laras, namun bukan berarti Laras ingin beranjak pergi. Sosok Dano disana membuat Laras tanpa sadar tersenyum kecil. Laras berandai, bagaimana jika ia yang berada di balik drum itu? Apa ia juga akan terlihat keren seperti Dano? Sejak dulu setiap kali melihat Noah, band kesukaannya tampil di tv, Laras berharap bisa mahir memainkan salah satu alat musik untuk mengiringi dirinya menyanyikan lagu-lagu Noah.

“Aku tahu lagu ini” kata Laras bersemangat ketika mendengar alunan musik wonder woman milik Mulan Jameela. “Aku kira srikandi cuman bisa main musik metal doang”

“Ra, mereka bahkan bisa main musik keroncong. Tergantung tampil dimana” jawab Amel. Laras mengangguk kagum, ketika lagu itu selesai Dano berdiri, ia menyerahkan stik drumnya pada seorang anak baru srikandi dan setelah berbicara pada temannya ia menghampiri Laras.

“Kok kalian disini? Kenapa nggak duduk lebih dekat?”

“Tau nih cewek lu, maunya jauh-jauh. Katanya memandang dari kejauhan udah cukup” jawab Amel asal langsung kena pelotot Laras.

“Ke sekre bentar yuk Ra, habis itu saya anterin pulang.”

Amel langsung pura-pura batuk. “Aduh gue TBC kayaknya”

“Mel, sini gue kasih tau sesuatu” kata Dano, ia menunduk kemudian membisikan sesuatu pada Amel, wajah cewek itu merona lalu cepat-cepat merapikan rambutnya. “Yuk Ra, ke sekre srikandi bentar. Yuk yuk”

“Kamu bilang apa ke Amel?”

Dano angkat bahu dan setelah mengambil tasnya di dalam sekre ia kemudian pergi bersama Laras. “Lapar nggak Ra?”

“Iya”

“Mau makan?”

“Mau”

“Makan apa?”

“Terserah.”

Dano mengangguk membuka pintu mobil. “Beling, menyan, bunga mau?”

Laras mendelik membuat Dano tertawa. “Lah tadi katanya terserah Ra.”

Dano hendak menyalakan mesin mobil tapi gerakannya terhenti ketika melihat Sera berjalan melewati mobilnya. Sesaat wajah Dano berpaling pada Laras, cewek itu ternyata sedang memperhatikan Sera.

“Ngeliatin apa Ra?” tepuk Dano pelan.

Laras diam, tapi masih terus memandang Sera yang berdiri dan menelpon seseorang. Ingin rasanya Laras keluar mobil dan menjambak rambut Sera kuat-kuat lalu membenturkan kepala cewek itu di kaca mobil.

“Kalo kamu mikir buat nampar Sera, mending kamu kubur pikiran kamu itu dalam-dalam” kata Dano seolah bisa membaca isi hati Laras. “Balas dendam paling enak itu bukan dengan kekerasan tapi ini.”

Dano menunjuk kepalanya dengan senyum sumringah. “Kamu tahu kenapa Angga lebih milih Sera daripada kamu?”

“Karena dia brengsek”

“Enggak Ra bukan itu. Tapi karena Sera lebih cantik dan menarik dibanding kamu” jawab Dano tenang. Laras berpaling, sedikit tidak senang mendengar perkataan Dano.

“Saya cowok Ra, saya paham maunya Angga. Dia mau Sera karena apa yang ada pada Sera enggak ada di kamu. Saya juga kalo ada cewek cantik dan seksi kayak gitu, bakalan saya sikat. Nggak ada orang yang suka sama orang lain karena inner beauty, bullshit itu”

“Terus aku harus gimana? Dandan kayak Sera? Pake mini-mini gitu? Aku nggak suka nggak jadi diri aku sendiri”

“Kamu tinggal di upgrade aja Ra. Ada saya.”

Kening Laras berkerut bingung tapi Dano tidak menjelaskan lebih lanjut, tangannya malah terangkat naik menarik kuncir rambut Laras dan merapikan rambut cewek itu.

“Meskipun ada sesuatu dalam diri kamu, entah baik atau buruk, orang nggak akan peduli. Karena mereka hanya peduli dengan apa yang ditampilkan di luar.”

Laras balas menatap Dano lekat-lekat, ada setitik kebencian pada Angga dan Sera yang tersirat dari pandangan matanya. Dan dalam sekejap kebencian Laras berubah menjadi tekad. Selama ini Laras selalu berpikir membuat Angga menyesal sudah berselingkuh darinya adalah balas dendam terbaik, namun sekarang Laras menginginkan lebih.

Laras ingin Angga merasa sakit hati, hampa, sesak, dan pada akhirnya mati karena perasaan itu. Laras ingin Angga terhapus dari kehidupannya dengan cara yang paling menyakitkan. Laras ingin setiap kali Angga melihat potret Laras, Angga akan berteriak dan menangis keras. Laras ingin Angga menderita karena dirinya.

“Aku pengen tahu sampai dimana kamu, Angga, atau cowok-cowok lain diluar sana berpikir Sera itu menarik?” gumam Laras namun masih dapat terdengar jelas oleh Dano.

Senyum Dano mengembang lebar terlihat puas dengan amarah Laras. Dano menepuk puncak kepala Laras, ia menyalakan mobil dan kemudian melaju pergi.

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

cerita ringan yg seru...

2024-06-08

0

Nila Suteja

Nila Suteja

pasangan LaDa (Laras Dano)... seru thor ceritanya... semangat up ya thor 💪💪😍😍

2022-03-04

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 59 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!