...~Happy Reading~...
Seorang gadis kecil berambut ikal, sedang berlari mengejar seekor kelinci yang ada di sebuah taman dekat rumah. Gadis itu tersenyum bahagia sambil memanggil-manggil si kelinci untuk berhenti. Karena kelelahan gadis kecil itu duduk di atas hamparan rumput hijau yang rapih.
Gadis itu menyeka keringat yang membasahi wajah hingga tubuhnya.
"Haah ... lelah sekali. Kenapa kelinci itu kencang sekali larinya? Hanna, kan, jadi tidak bisa menangkapnya," gumam gadis kecil itu
Tiba-tiba ada seorang wanita cantik yang terbilang masih muda di usianya yang menginjak akhir 30-an. Wanita itu tersenyum hangat kepada si gadis, kemudian mengusap keringat yang ada di wajah sang anak.
"Cape sayang?" tanya wanita itu lembut.
"Em ... kelincinya kabur, Bu," adu sang gadis.
Protesnya cemberut.
Wanita yang dipanggil ibu itu tersenyum. Ia sangat menyayangi si anak, walaupun keluarga mereka selalu mengucilkan gadis itu. Dia tetap mau merawatnya, karena itu sang ibu selalu menyuruh si anak untuk berdoa, agar Allah mengampuni semua dosa orang yang telah menyakiti dia.
Wanita itu mengusap lembut rambut si anak.
"Mungkin kelincinya sedang kelaparan, makanya kelinci itu kabur, sayang."
"Nggak, Bu. Kelinci itu kabur, karena melihat kedatangan Hanna? Mungkin kelinci itu takut dengan Hanna. Seperti teman-teman sekolah, yang takut berteman dengan Hanna," ujar sang gadis pelan.
Gadis itu melihat ke arah dimana kelinci itu kabur.
Sementara sang ibu terdiam mendengar perkataan si anak. Denyut sakit terasa, saat melihat anak gadisnya yang terdiam melihat teman-teman yang lain sedang sibuk bermain dengan teman sebaya mereka.
Wanita itu mendekap tubuh kecil itu, dia mencium kepala si anak dengan sayang. Bohong, kalau ia tidak sakit hati saat anaknya diperlakukan tidak adil oleh orang sekitar.
Orang tua mana yang tidak marah, saat melihat anaknya pulang sekolah dalam keadaan yang cukup memprihatinkan. Seragam sekolahnya kotor terkena air comberan, bahkan lutut si anak juga berdarah. Membuat Sang ibu menjerit tidak terima.
Dia langsung mendatangi sekolah, dan minta sang kepala sekolah untuk menghukum anak yang telah merundung anaknya. Namun, yang dia dengar setelah itu justru membuat hati wanita itu semakin sakit.
Rihanna, anaknya, di keluarkan dari sekolah.
Melisa, langsung berniat menuntut sekolah itu, karena telah berbuat tidak adil kepada anaknya. Namun, kekecewaan lagi yang ia dapat. Pihak sekolah justru akan mem-backlist Hanna, dan akan meminta sekolah lain untuk tidak menerima si anak di sekolah manapun, jika tuntutan Melisa tidak dicabut.
Malik, langsung meminta Melisa untuk mencabut tuntutan dia, supaya Hanna bisa tetap sekolah. Walaupun tidak di tempat yang terbaik, seengganya Hanna masih bisa belajar di sekolah biasa.
Hanna bersedih, saat tahu sang ibu menangis karena dia. Ia langsung meminta maaf kepada sang ibu dan Ayah, karena dia telah membuat masalah.
Melisa dan Malik langsung merengkuh Hanna dalam dekapan mereka.
Mulai saat itu mereka pindah ke tempat , dimana sang ibu di lahirkan. Namun , siapa sangka, kepulangan mereka ke kampung halaman justru mengantarkan sang ibu pulang ke Rahmatullah.
Melisa meninggal karena kecelakaan.
Malik dan Hanna yang sedang di rumah sambil menonton tv, terkejut saat pamannya mengabarkan kalau Melisa meninggal kecelakaan.
Bagai mimpi di siang bolong, Hanna langsung pingsan setelah mendengar kabar duka tersebut. Malik langsung meminta tolong bibi untuk membawa Hanna ke kamar, karena ia harus mengurus jenasah istrinya.
"Ibu ... ibu ... Hanna kangen sama ibu." Igau Hanna dalam tidurnya.
Air mata menetes di pipi si gadis. Setelah kejadian kemarin, Hanna tidak berangkat ke sekolah karena sakit.
Malik yang melihat anaknya sakit, memilih cuti untuk menemani si anak. Sudah lama ia tidak melihat sang anak tergeletak lemah, di atas kasur seperti. Apalagi sedari tadi sang anak mengigau terus memanggil nama sang ibu.
Membuat hati Malik sakit.
"Maafkan aku, yah sayang. Ayah belum bisa membahagiakan kamu. Ayah minta maaf juga, karena terlalu sibuk bekerja hingga menelantarkan kamu. Ayah janji, setelah ini ayah akan mengusahakan waktu luang untuk kamu. Ayah janji." Ucap Malik sambil mengusap rambut Hanna.
Zyan membuang tas'nya dengan sembarang, kemudian mendaratkan pantatnya ke sofa impor yang ada di ruang tamunya.
Netranya mengedar. Mencari-cari kehidupan di dalam rumahnya yang bergaya Eropa klasik. Jam sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB, tetapi sang Adik tidak terlihat batang hidungnya. Padahal, seharusnya Adiknya sudah berada di rumah sejak tadi.
Ia meraba kantong celananya, kemudian saat menemukan apa yang dicarinya ia menarik ponselnya.
Zyan menelfon adiknya, Intan.
Pada deringan ke empat, telfonnya baru diangkat oleh Intan.
["Halo, Kak. Ada apa?"]
"Kamu lagi dimana? Kenapa jam segini belum pulang?" cecar Zyan.
["Maaf, kak. Intan lupa ngabarin, tapi tadi Intan udah ngasih tau kak Mario, kok! Jadi kakak nggak usah cemas gitu," ]
"Bisa banget ngelesnya kamu yah, Dek! Jago banget, bikin kakak cemas."
Suara Intan tertawa terdengar jelas di telinganya.
["Maaf yah, kak Ian. Intan ngaku salah,"]
"Oke, kali ini kakak maafin. Kalau besok kamu kayak gini lagi, tak ada maaf bagimu, Dek!"
["Siap, laksanakan!"]
Tawa renyahnya jelas terdengar di rumah yang sunyi ini.
Bibirnya berkedut samar, saat teringat percakapan mereka tadi.
Seolah mendapatkan energinya kembali, ia bangun dari duduknya di sofa, menuju kamarnya di lantai atas, bersebelahan dengan kamar Intan.
Untuk kakaknya, Mario. Ia menempati kamar di lantai bawah, bersebelahan dengan kamar orangtuanya.
Orang tua mereka, mamah dan papah. Memilih menetap di Jepang untuk mengurusi perusahaannya yang ada di sana. Sedangkan, ia tetap memilih tinggal di Indonesia bersama dengan kakak dan juga adiknya.
Masih teringat jelas, Neneknya begitu mempertahankan agar Intan tidak di bawa oleh orang tuanya. Neneknya sampai menangis melihat anaknya yang sangat egois. Tapi kenangan, tinggal kenangan. Nenek sudah pergi meninggalkan kita semua, karena penyakit yang sudah di deritanya lama.
Zyan, Mario, Hingga Intan harus kehilangan sosok yang begitu menyayangi dan mencintai mereka dengan tulus. Mereka menangis di pusaran, Neneknya.
Saat mendengar kabar orang tuanya meninggal, Mamah Papah langsung pulang saat itu juga.
Zyan menatap dingin Ayahnya yang ingin memeluknya. Seringai kecil terlukis di bibir Zyan yang pucat. Ia melangkah mundur saat Ayahnya berjalan mendekatinya. Ia merasa tidak mengenal sosok laki-laki di depannya.
Anggap saja mereka anak kurangajar karena telah menyakiti hati orang tuanya,dengan memilih mengabaikan permintaan mereka untuk ikut tinggal di Jepang.
Mario yang sudah dewasa, memutuskan untuk membawa adik-adik nya untuk menetap di Indonesia. Dia merasa sanggup mengurus adik-adiknya, jadi mereka menolak dengan tegas orang tuanya yang pagi itu akan kembali ke Jepang.
Mamah dan Papah merasa bersalah karena telah menelantarkan anaknya sendiri. Mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa, perusahaannya yang di sana tidak bisa mereka percayakan kepada siapapun. Jadi dengan berat hati, mereka meninggalkan anak-anak nya kembali di Indonesia hingga saat ini, 2 tahun sudah berlalu.
Kalau mengingat itu Zyan jadi teringat, kalau dia ada tugas kelompok yang harus di kumpulkan besok pagi. Zyan mempercepat langkahnya menuju kamarnya, sesampainya di kamar Zyan menghubungi anggota kelompoknya. Mereka janjian di cafe tempat biasa mereka nongkrong, sekalian setelah selesai kerja kelompok mereka bisa nongki dulu sampai malam.
Zyan juga menghubungi Mario dan Intan kalau dia akan pergi kerja kelompok di cafe. Dia tidak mau membuat mereka cemas hanya untuk mencari keberadaan saudara mereka.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Hazhilka279
bacanya nyicil cem kreditan
2022-04-07
0
Ryoka2
Like dan Favorit, salam dari Queen System 🥰
2022-03-20
0
Aquilaliza
Semangat terus kak. Salam dari Transmigrasi Ilona
2022-03-11
1