Terima Kasih Cinta - Bagian 5

TANVI baru saja melewati episode perih.

Meski sulit, ia sudah bisa menerima keputusan Farhan. Dan berusaha menjalani hari-hari seperti biasa.

Ia mulai bekerja di perusahaan dan meminta agar identitas sebagai menantu pemilik perusahaan dirahasiakan. Ia tidak ingin diperlakukan berbeda. Papa dan Om Tito pun setuju.

Sejujurnya dia memang ingin dianggap orang lain saja agar lebih mudah move on dari Farhan.

“Ini produk-produk kita yang siap launching. Kamu bisa pelajari dulu dan bisa tanya saya sebagai kepala tim marketing di sini. Nama saya Daniel.”

Tanvi menerima berkas. “Terima kasih, Pak.”

“Lho jangan panggil Pak. Panggil saya Mas aja. Seperti yang lain.” Daniel mengedipkan mata nakal.

Tanvi agak risih. “Baik, Mas Daniel.”

Dalam tim ini berjumlah 5 orang termasuk dirinya.

“Ssstt… Tanvi, lo harus hati-hati sama Mas Daniel. Dia itu ganjen sama cewek cantik,” bisik Sekar, rekan timnya.

“Iya, baru kenal aja dia udah ngajakin gue ke karaoke, berdua doank, modus amat kan jadi cowok,” tambah Melly.

“Emang kalian udah berapa lama masuk tim ini?” tanya Tanvi.

“Kalo gue baru sebulan, Melly udah 2 bulan lebih. Kalo tuh 2 cowok itu, namanya Andri sama Oji. Mereka juga baru gabung sebulan.”

“Pokoknya lo harus hati-hati sama Mas Daniel. Dari tadi gue perhatiin dia ngincer lo. Kalo dia macem-macem, laporin aja ke manajer kita.”

Tanvi hanya tersenyum kecil, dan kembali memusatkan perhatian pada berkas-berkas produk.

***

“Tanvi, sehabis makan siang kamu ikut saya meeting sama klien. Jangan lupa bawa bahan-bahan persentasinya.” Daniel mewanti-wanti ketika Tanvi bersama Sekar dan Melly mau keluar makan siang.

“Baik, Mas.”

Mereka langsung kasak-kusuk.

“Kebiasaan tuh kapten tim, giliran yang baru dipepet terus,” komentar Melly.

“Eh Vi, lo hati-hati sama dia, jangan mau kalo dipegang-pegang.” Sekar menambahkan.

“Iya.. aku kan bukan anak kecil. Yuk makan!”

Mereka memasuki kantin yang sejuk ber-AC.

Lagi asyik makan soto ayam, muncul Fal memasuki kantin. Langsung saja terdengar kasak-kusuk para cewek seisi kantin melihat kedatangan manajer ganteng itu.

Tanvi meliriknya diam-diam. Tampaknya suaminya itu tidak melihatnya.

Fal ambil tempat di pojok dekat jendela, minum secangkir kopi dan sibuk dengan HP-nya. Tidak peduli jadi pusat perhatian.

“Duuuhh ganteng banget ya Pak Fally,” gumam Melly melihat Fal kagum.

“Iya, Mel. Udah ganteng, cool, tajir, duuhhh cowok idaman banget deh,” tambah Sekar nggak kalah kagum.

“Coba aja gue bisa pindah ke bagian Finance.”

“Sayangnya, jatah kita ya sama si ganjen itu.”

“Huusss kalian nih, jangan ngomongin orang. Ntar ada yang denger kan berabe,” sahut Tanvi.

“Eh Vi, kan lo belum tau. Nih gue kasih tau ada 2 cowok ganteng pemilik perusahaan ini. Yang itu namanya Pak Fally, Manager Finance, anak wakil direktur perusahaan. Ada lagi saudaranya, namanya Pak Farhan, Manager Personalia, anak direktur utama. Sayangnya kalo Pak Farhan kita jarang liat.”

Tanvi tersenyum. Itu sih aku juga udah tau. Harus berpura-pura tidak kenal dengan suami dan iparnya.

“Eh Kar, tapi gue denger gosip, katanya Pak Fally sama Pak Farhan udah pada nikah. Lo tau nggak sih?”

“Iya gue juga denger. Banyak yang patah hati deh tu.”

“Ya iya lah… Pak Fally kan terkenal.”

“Iya terkenal sombongnya. Mungkin gara-gara kelamaan di luar negeri.”

“Tapi kok mereka nikah nggak ada ngundang kita di perusahaan? Biasanya Pak Tito selalu ngundang karyawan.”

“Eh udah dong ngegosipnya, ke ruangan yuk, kalian harus bantuin aku siapin materi persentasi. Aku kan belum ngerti apa aja yang perlu dibawa.” Tanvi menuntaskan makannya dan menghabiskan minumannya.

Sekar dan Melly menurut.

Begitu keluar kantin, mereka masih mengobrol seputar Fal dan Farhan. Tiba-tiba…

Kraaakkkk!

“Astagfirullah…!” teriak Tanvi karena tubuhnya tidak seimbang.

Sebelum jatuh, ada yang menangkapnya dengan sigap.

Dua temannya ikut kaget.

Tanvi gemetar kaget, dan begitu tahu yang menangkap tubuhnya supaya tidak jatuh, ia lebih terkejut lagi.

Farhan!

Lelaki itu memeluk pinggangnya sambil menatapnya bingung. Ia buru-buru melepaskan diri.

“Kamu kenapa?” tanya Farhan pada Tanvi, membuat Sekar dan Melly melongo.

Tanvi buru-buru melepas sepatunya. “Heels saya patah, Kak.. eh Pak Farhan.”

Farhan melihat sepatu Tanvi memang rusak. “Lain kali teliti kalau beli. Mungkin ini udah daur ulang makanya mudah patah. Ini bisa bahaya gimana kalo kaki kamu terkilir.”

Tanvi menunduk, kenapa Farhan tidak bisa menahan diri untuk memperhatikannya? Ini kan di kantor. Bagaimana kalau jadi gosip?

“Ada apa, Han?” muncul Fal bikin Sekar dan Melly makin melotot.

“Sepatunya patah,” jawab Farhan datar. “Untung nggak sampe jatoh.”

Fal menatap Tanvi, tajam. “Bawa sepatu lagi?”

Tanvi mengangguk pelan.

“Yang itu buang aja. Nggak perlu kamu pake.” Fal merangkul Farhan. “Ke ruangan gue yuk, ada yang mau gue tunjukin ke lo.”

Farhan menurut sambil melirik sekilas pada Tanvi yang masih menunduk.

Begitu Fal dan Farhan berlalu, langsung deh Melly dan Sekar heboh menginterogasi temannya.

“Gila! Mimpi apa ni anak baru! Udah 2 bulan gue kerja di sini boro-boro ditegur. Diliat aja kagak.” Melly surprise sambil mengguncangkan bahu Tanvi, heboh.

“Apaan sih?” Tanvi menghindar.

“Ihhh Tanvi keren deh! Sekali jalan langsung ditegor dua cowok ganteng.” Sekar memeluk Tanvi, norak.

“Ahhhh pada ngelantur deh.. ayo ke ruangan!” Tanvi menarik kedua temannya pergi sambil menenteng sepatunya yang rusak.

***

“Tanvi, sudah siap?”

Tanvi tersentak dari lamunannya, dan bergegas membereskan berkas. “Sudah, Mas.”

Daniel memperhatikan penampilannya. “Melly, Sekar, bisa dandanin Tanvi. Kami mau ketemu klien, dan penampilannya agak pucat.”

Meski kurang suka, Sekar dan Melly menurut. Padahal menurut mereka, dandanan Tanvi tidak ada yang salah. Natural dan tidak berlebihan.

Tanvi diam saja ketika Sekar menyisiri rambutnya dan diberi jepit rambut dekat pelipisnya.

“Tuh kan udah gue bilang. Lo hati-hati,” bisiknya.

Melly memoles bedak tipis di wajah Tanvi dan memberi sedikit lipstick. “Udah, Mas.”

Daniel mengamatinya belum puas. “Ngg rok kamu bisa dinaikkin nggak?” tanyanya membuat mereka kaget.

“Apa?”

“Biar nggak keliatan kaku aja. Klien kita suka perempuan yang agak seksi.” Perkataan Daniel membuat Tanvi geram.

“Saya mau kerja, bukan mau macem-macem.”

“Lho ini cuma untuk menyenangkan klien kita aja. Kalau deal, kita bisa memenuhi target penjualan.”

“Tapi nggak perlu dengan cara begitu.”

“Eh kamu tuh jangan sok ngajarin saya. Saya ini senior kamu, dan saya kepala tim di sini. Kamu harus menuruti saya. Ayo, cepat. 5 menit lagi kita berangkat.” Daniel ngeloyor keluar ruangan.

Tanvi mendengus pelan.

“Udah, turutin aja, Vi.” Oji menyahut dari balik laptop. “Daripada lo kena masalah baru.”

“Iya, kepala tim kita emang rada-rada. Tapi mau gimana? Namanya juga kita bawahan,” sahut Andri yang juga sibuk dengan berkas-berkas.

“Ya tapi aku nggak suka caranya.” Tanvi kesal.

“Ya udah lo jangan bete gitu. Jalan gih, daripada dia makin marah,” hibur Sekar.

“Iya, Vi. Pokoknya kalo dia macem-macem, jangan takut ngelawan,” tambah Melly.

Tanvi tidak punya pilihan lain. Ia merapikan pakaiannya, roknya dinaikkan sedikit di atas lutut. Sejujurnya dia risih bukan main. Tapi mau bagaimana lagi.

Sambil membawa berkas-berkas, ia keluar ruangan.

“Eh, Mel, tapi ada yang aneh deh,” kata Sekar bingung.

“Aneh apaan?”

“Dia kan baru di sini. Tapi kok dia tau yang nolong dia tadi tu Pak Farhan? Padahal kita belum bilang apa-apa.”

Melly baru ngeh. “Iya ya, Pak Farhan juga kayak care gitu sama dia.”

“Jangankan Pak Farhan, gue aja care sama cewek secantik Tanvi,” celetuk Andri bikin mereka sebel.

“Enggak usah ikutan obrolan cewek deh!”

“Iya nih, sana pada lanjutin kerja!” Sekar belum puas menduga-duga. “Pak Fal juga, selama di sini sama kita aja cuek. Sama Tanvi yang baru hari pertama udah ditanya.”

“Saudaranya kali.”

“Mungkin.”

***

Sebagai junior, entah ini perpeloncoan atau apalah. Daniel memberinya banyak tugas tanpa mengarahkannya. Mungkin karena ketika bertemu klien barusan, Tanvi menghindar dari klien yang berusaha mendekatinya. Daniel meminta Tanvi lebih agresif agar dapat klien lebih banyak.

Sejujurnya dia kurang suka gaya kerja Daniel. Tapi sebagai karyawan baru sebaiknya dia tidak banyak mengeluh.

Jadilah begitu pulang ia hanya sempat mandi, langsung duduk di ruang TV sambil mengerjakan materi persentasi dan input data penjualan yang belum terlalu dipahaminya.

Sudah hampir jam 10, tapi pekerjaannya belum selesai. Dia sudah mengantuk. Tubuhnya lelah bekerja seharian.

Akhirnya ia tertidur di sofa.

***

Tak lama pintu apartemen terbuka. Fal baru pulang habis berkumpul bersama sahabat-sahabatnya.

Melihat Tanvi tidur di sofa, ia mendengus. “Bandel lagi kan. Giliran sakit ntar gue yang ditegor sama Mama gara-gara nggak dijagain.”

Fal masuk kamar dan keluar membawa selimut.

Hati-hati ia menyelimuti Tanvi. Gadis itu menggeliat mengubah posisi tidurnya.

Ia terdiam memandangi wajah polos Tanvi ketika tidur. Begitu bersih, dan manis dipandang. Jantungnya malah deg-degan.

Ia tersentak dan geleng-geleng kepala. “Apaan sih lo? Jangan aneh-aneh deh,” rutuknya pada diri sendiri.

Matanya tertuju ke laptop dan berkas-berkas yang menumpuk di meja. Ia memeriksa satu per satu.

“Gila bener ni atasannya. Baru hari pertama kerja, udah dikasih segini banyaknya. Mana lah dia kuat.” Fal memeriksa laptop dan melihatnya yang tertidur pulas kelelahan.

***

Alarm HP berbunyi keras membangunkan Tanvi sampai terguling dari sofa.

“Hah?! Udah jam berapa nih?!” ia langsung panik. Namun begitu melihat baru jam 05.30, ia menghela nafas lega. Sempat heran dia memakai selimut, padahal seingatnya semalam dia tertidur pas lagi….

“Lho! Kerjaanku kan belum kelar!” ia langsung grabag-grubug membereskan berkas. “Duuuhh mana pagi ini ada meeting. Bisa-bisa dimarahin sama Mas Daniel,” keluhnya sambil menyalakan laptop.

Ia tertegun tidak percaya.

“Ini? Kok udah selesai? Bahan persentasi, sama input data udah semua beres. Perasaan kemarin baru aku kerjain setengah deh.” Ia makin bingung. Nggak mungkin kan dia ngelindur ngerjain semua dengan rapi begini?

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Fal masih dengan wajah bangun tidurnya, menenteng handuk dan masuk kamar mandi.

Ia mengerutkan kening. “Jangan-jangan Kak Fal yang kerjain ini semua? Dia kan udah paham banget. Ternyata dia baik juga.”

Tanpa buang waktu, ia bergegas masuk kamar penyimpanan dan memilih baju kerja untuk Fal. Celana pantalon hitam, kemeja merah marun, dasi hitam bordir merah. Ia menyusunnya rapi di tempat tidur.

Habis itu ia menyemir sepatu Fal hingga mengkilap. Tak lupa tas kerjanya dan kunci mobil, karena Fal suka lupa menyimpan kunci mobil di mana saja.

Sambil menunggu Fal selesai, ia ke dapur mau membuatkan sarapan.

Meski suaminya jarang mau makan masakannya. Tapi ia sudah berjanji akan menjadi istri yang baik dengan mengurus suaminya.

Hitung-hitung juga sebagai ucapan terima kasih sudah membantu pekerjaannya.

Tak lama kemudian, Fal keluar kamar. Sudah rapi. Wangi parfumnya merebak beraroma maskulin. Fal menuju meja makan dan meminum susu yang sudah disediakan.

Muncul Tanvi dari dapur. “Kak, sarapan dulu?”

Fal melihat jam. “Nggak sempet. Aku harus nemuin temanku dulu sebelum ke kantor. Aku duluan.”

“Ngg Kak…” sergah Tanvi membuatnya menoleh.

“Ada apa?”

Tangan Tanvi terulur memperbaiki posisi dasi Fal. “Makasih udah bantuin kerjaan aku. Kalo belum selesai, bisa-bisa aku kena marah. Padahal ini baru hari kedua aku kerja.”

Fal tersenyum tipis. “Sama-sama. Oh ya, kamu masih ada uang?”

Tanvi menggeleng.

Tanpa basa-basi, Fal mengeluarkan uang dari dompet. “Satu juta cukup?”

Mata Tanvi menyipit. “Kebanyakan, Kak.”

“Simpen aja.” Fal berbalik namun Tanvi menahannya. “Ada apa lagi? Aku buru-buru nih.”

Tanvi meraih tangan Fal dan mencium tangannya.

Fal terpana sejenak, lalu tersadar dan bergegas pergi.

Tanvi cemberut dan berbalik ke dapur.

Padahal dia sudah masak nasi goreng spesial untuk Fal.

Semula ia berharap bisa sarapan bersama. Tapi begitu suaminya pergi, dia jadi tidak nafsu makan.

“Oh iya, mending aku bawa ke kantor. Siapa tau Kak Fal mau makan.” Tanvi bergegas menyiapkan kotak makanan.

Setelah beres, ia bersiap-siap ke kantor.

***

“Selamat pagi, Pak.” Para karyawan menyambut sang manajer.

“Selamat pagi.” Fal menuju ruangannya. Dia terlambat karena mengantar Gwen ke butik.

Maya, sekretarisnya, memasuki ruangan membawa beberapa dokumen yang harus ditandatangani.

“Bapak belum makan?” tanya Maya melihatnya pucat.

Fal membuka map dan membacanya sekilas. “Iya, saya belum sempat sarapan.”

“Mau saya pesankan makanan?”

Tangan Fal gemetar, karena dia memang lapar. Ia menutup map. “Ya. Saya nggak fokus kerja kalo begini.”

Maya keluar dan menyuruh OB memesan makanan.

Tanvi yang sejak tadi mengintai Fal, sudah tahu kalau suaminya lapar. Ia memanggil OB yang disuruh Maya, dan berbicara sesuatu.

“Pak, ini pesanannya.” OB masuk ruangan membawakan sepiring nasi goreng dan teh hangat.

“Cepat juga.” Fal segera duduk dan menyantap makanannya.

Begitu OB keluar, Tanvi mengajaknya bicara diam-diam. “Jangan kasih tau Pak Fally itu nasi goreng dari saya.”

“Baik, Bu.”

Tanvi tersenyum lega dan kembali ke ruangannya.

***

Terpopuler

Comments

Lisa Erlia

Lisa Erlia

bagus kak ceritanya 🥺💙💙💙.
lanjut ya kak...
aku udah like ceritanya..

semangat!!💙

jangan lupa mampir kecerita aku juga ya kak..
'aku ingin halal untukmu'💙

2020-04-18

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!