APARTEMEN di lantai 17 ini tidak terlalu besar, namun nyaman. Ada dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, ruang makan, dan ruang TV sekaligus ruang tamu.
Fal dan Tanvi memasuki apartemen.
Semua barang-barang mereka tersimpan di kamar.
Tanpa bicara, Fal melepas jas dan duduk menyalakan TV. Seakan tidak melihat Tanvi masih berdiri di ambang pintu, ia sibuk dengan HP-nya.
Tanvi menghela nafas lesu, dan menutup pintu.
Ia bergegas ke kamar, hendak ganti baju.
Begitu membuka pintu, ia tertegun melihat kamar didekorasi romantis dengan lampu warna-warni dan taburan bunga-bunga. Hatinya tidak tenang membayangkan harus melewati malam pertama dengan lelaki asing.
Ia balik badan menuju kamar satunya yang berukuran lebih kecil. Ya lebih baik dia tidur di kamar lain.
Begitu dibuka, ia mengerutkan alis melihat di kamar itu penuh barang dan tidak ada tempat tidur.
“Kamar itu jadi tempat penyimpanan barang kita.” Fal menyahut tanpa menoleh. “Kalo kamu nggak nyaman, aku bisa tidur di sofa.”
Tanvi menelan ludah. Sikap Fal benar-benar dingin. Ia mengambil tasnya dan dibawa ke kamar. Lebih baik ia segera mandi.
Baju pengantinnya agak sulit dilepas karena resletingnya ada di belakang.
Ia menggigit bibir, gelisah. Bagaimana ini?
Memakainya saja memakan waktu lama, sampai dua perias yang membantunya pakai baju pengantin.
Nggak ada pilihan lain.
Takut-takut ia mendekati Fal yang masih asyik nonton TV. “Kak Fal.”
Fal menoleh sekilas. “Ada apa?”
“Boleh minta tolong bukain ini.” Sungguh ia malu, tapi kalau bajunya tidak dilepas gimana bisa dia mandi.
Fal tercekat memandang Tanvi yang membelakanginya. Tanpa melihat, Fal menurunkan resleting baju istrinya.
“Makasih..” Tanvi langsung masuk kamar mandi.
Fal menghempaskan tubuh ke sofa sambil memijit kepalanya. “Kenapa jadi begini?” ia melihat foto di HP-nya.
Ia Alisha. Mantan pacarnya di Inggris. Meski sudah putus, ia kerap memikirkan Alisha. Hanya saja orangtua mereka tidak menyukai Alisha.
Alisha wanita cantik blasteran Indonesia-Jerman ini sejak SMP sudah tinggal di luar negeri, hingga sepertinya lupa tanah airnya sendiri.
Ia sendiri tidak punya niat menikahi Alisha. Sungguh selama hidupnya tidak terpikir pernikahan. Ia lebih suka sendiri. Bebas.
HP-nya berbunyi, ia tercekat, wajahnya berubah senang. “Halo?”
“Fallll… katanya mau ngajak gue jalan?”
Fal tersenyum. “Iya Gwen, kapan-kapan kita jalan. Sekarang-sekarang gue lagi sibuk.”
“Beneran ya, janji?”
“Iya.”
“Oke gue tunggu lho janji lo.”
Fal tersenyum sambil memutuskan telepon. Memikirkan Gwen membuatnya lupa akan Alisha.
Namun mengingat dirinya sekarang sudah menikah, ia jadi menyesal. Padahal malam itu, ia baru saja berkenalan dengan Gwen. Seorang desainer cantik bertubuh langsing dan tinggi. Mereka berkenalan di diskotik. Ares, sahabatnya, yang mengenalkannya pada Gwen. Mereka minum-minum sampai Fal sedikit mabuk. Sepertinya terlalu mabuk sampai tidak sadar masuk kamar yang salah, hingga harus menikahi Tanvi yang tidak dikenalnya.
Tanvi keluar dari kamar mandi mengenakan piyamanya.
Fal melirik di sudut mata, gadis itu sibuk menyeka rambut panjangnya dengan handuk. Wajahnya sudah bersih dari make-up dan terlihat bercahaya.
“Bisa duduk? Kita bicara dulu.”
Tanvi menatapnya dan menyimpan handuk. Ia duduk agak menjauh.
“Seperti yang kamu tau, pernikahan kita nggak seperti harapan. Ini cuma salah paham. Dan kita terjebak. Tapi apapun itu, sekarang kita udah jadi suami istri. Walau kita nggak saling kenal.”
Tanvi tidak menanggapi, malah menunduk.
“Aku udah tau kamu itu pacarnya Farhan.”
Tanvi menelan ludah, gugup. Lalu mengangguk pelan.
“Kamu masih cinta dia?”
Tanvi terdiam, untuk apa dia jawab pertanyaan yang sudah jelas jawabannya.
“Oke. Kita tinggal serumah. Tapi kita punya kehidupan masing-masing. Kamu boleh tidur di kamar. Biar aku di sofa.” Fal beranjak masuk kamar mandi.
Air mata Tanvi menitik.
Ia jadi merindukan Farhan.
***
Paginya, Fal terbangun dengan tubuh panas-dingin.
Ia sampai jatuh terguling dari sofa.
Tanvi baru keluar dapur kaget. “Kak Fal! Masya Allah… Kakak kenapa?”
“Aku nggak pa-pa.” Fal berusaha berdiri, tapi kepalanya terasa berat.
“Badan Kakak panas banget. Mending istirahat di kamar.”
Fal mau menolak, tapi tubuhnya lemah.
Hati-hati Tanvi memapahnya memasuki kamar yang masih dekorasi ala pengantin.
“Aku bisa sendiri.” Fal melepaskan pegangan Tanvi dan duduk di tempat tidur.
Tanvi segera keluar kamar.
Fal menghembuskan nafas berat. Dia kelelahan sampai jatuh sakit.
Tak lama Tanvi masuk lagi membawakan bubur, teh hangat, air putih, dan obat.
“Kak Fal makan dulu ya. Abis itu minum obat.”
“Aku bisa makan sendiri.”
Tanvi meletakkan nampan di meja samping tempat tidur, lalu keluar kamar.
Meski ingin acuh, tapi ia tidak bisa mengabaikan Fal. Bagaimana pun juga lelaki itu sudah menjadi suaminya. Dan ia wajib mengurusnya.
Untuk mengisi waktu, ia masuk kamar penyimpanan, membereskan barang.
Ada dua lemari pakaian dan satu lemari penyimpanan lain.
Pertama ia membongkar koper baju Fal dan menatanya rapi. Tak lupa sepatu Fal yang seabrek juga ia susun rapi.
Lalu bajunya.
Mama dan Nindy membelikannya banyak baju. Baju-baju lamanya ditinggal di panti. Mungkin Mama tidak mau dirinya terlihat kampungan berada di keluarga. Keluarga sudah menerima dirinya. Karena mengakui kejadian ini memang salah Fal. Namun Fal sendiri malah bersikap dingin padanya.
Ia ingat ada koper hijau hadiah dari Nindy. Penasaran dia buka koper yang ukurannya besar dan berat.
Begitu dibuka, matanya melotot. “Nindy! Apaan nih?”
Satu koper berisi pakaian dalam dan lingerine yang seksinya minta ampun. Dan sekotak penuh alat make up. Di depannya ada tulisan besar-besar “SURPRISE!”.
Ia geregetan pada adik iparnya. Baru umur 20 tahun tapi sudah bisa memikirkan hal-hal seperti ini.
Tanpa buang waktu ia menutup koper kembali dan menyimpannya karena ngeri. Tidak terpikir sama sekali hal-hal yang dipikirkan semua orang tentang malam pengantin.
Begitu kamarnya rapi, ia keluar hendak beres-beres apartemen. Lalu terpikir melihat kondisi Fal.
Ia membuka pintu kamar dan melihat Fal tertidur pulas. Mangkuk bubur sudah kosong, dan obatnya juga sudah diminum.
Hati-hati ia menyelimutinya, dan membawa nampan meninggalkan kamar.
HP Fal yang ditinggal di meja ruang tengah berbunyi.
Mama.
“Boleh aku jawab nggak ya?” ia ragu.
“Ahh tapi kan aku udah jadi istrinya. Lagian juga Mama yang nelepon.” Ia menjawab telepon Mama. “Halo, assalamu’alaikum, Ma.”
“Wa’alaikumsalam. Kalian udah bangun, Nak?” suara Mama terdengar ramah seperti biasa.
“Kak Tanvi, mana Kak Fal? Kok cuma Kak Tanvi yang jawab?” suara Nindy!
“Ngg…” Tanvi bingung menjawab. “Kak Fal masih tidur. Kayaknya kecapean, Ma.”
“WOW!” tiba-tiba Nindy teriak bikin kaget. “Pasti semalam asyik banget ya? Sampe Kak Fal kecapean gitu?”
“Huss! Nindy apaan sih?”
“Jangan didengerin kata adikmu.” Suara Mama lagi. “Gimana apartemennya? Kalian suka?”
“Suka, Ma.”
“Lalu kalian sudah membicarakan mau bulan madu ke mana?”
“Hah ngg… itu gimana Kak Fal aja, Ma. Aku ikut keputusannya.”
“Kalau sudah tau mau ke mana segera beritahu Mama.”
“Iya, Ma.”
“Jagain anak Mama ya, Nak.”
“Baik, Ma.”
Setelah pembicaraan dengan Mama selesai, ia meletakkan HP, namun berbunyi lagi.
Matanya menyipit.
“Ares? Mungkin temannya.” Ia menjawab.
“Woy Fal, mau kabur lo ya? Jangan-jangan lo lagi asyik sama si desainer cantik itu! Kapan jadian nih? Wah jangan kelamaan, ntar keburu disamber orang.”
Tanvi mengerutkan alis, tidak punya kesempatan bicara.
“Kenapa lo diem? Wah jangan-jangan lagi asyik? Di hotel mana tu, Fal? Perlu gue jemput?”
Tanvi merinding mendengarnya dan memutuskan telepon.
Aku kenal dia dari kecil. Sifatnya, kebiasaannya. Kalau udah mabuk, suasana hatinya memburuk. Selalu ada perempuan ketika dia sadar dari mabuknya.
Teringat perkataan Farhan waktu itu.
“Apa aku sanggup ngerubah dia jadi lebih baik?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Sabilla
Semangat & lanjut terus ya 😊
Kalau berkenan, silahkan mampir di kisah: Kakakku Wanita yang Kucintai
Vote, like dan comment sangat membantu untuk penyempurnaan karya ini. Terima kasih 🙏😉
2020-04-18
0