Mobil yang ditumpangi Lara berhenti di halaman rumah mewah milik keluarga Moritz. Lara sempat tertegun melihat pemandangan yang begitu mewah dan indah yang tersaji di hadapannya. Bahkan dia sampai tidak sadar kalau pintu mobil sudah terbuka. Supir telah membukakan pintu dan berdiri di samping mobil.
"Silahkan, Nona," ucap supir ketika melihat Lara hanya melamun tanpa mau melangkah keluar. Lara kaget. Dia memandang wajah supir itu sebelum perhatiannya tertuju ke Alex yang kini berjalan masuk ke dalam rumah.
"Kak Alex," celetuk Lara. "Kak Alex, tunggu!" teriak Lara. Dia memeluk gaun pengantinnya dan segera turun dari mobil. Lara berlari mengejar Alex.
Sayangnya gaun yang melekat ditubuhnya tidak berhasil dia angkat dengan sempurna. Lara menginjak ujung gaun yang terseret di lantai. Wanita itu terjungkal ke depan. Tubuhnya yang besar terlihat seperti bola raksasa yang terpental di lantai. Lara menahan tubuhnya dengan kedua tangan.
Wajahnya sedikit lagi berhasil mencium lantai. Wanita itu segera miring ke samping agar bisa berdiri lagi. Lara terlihat sangat kesulitan mengurus tubuhnya sendiri. Di tambah lagi gaunnya yang besar.
Beberapa pelayan dan supir yang ada di sana kaget bukan main. Lara sudah seperti sebuah tontonan yang nantinya akan mereka bahas sebelum tidur. Mereka menahan tawa sebelum membantu Lara untuk bangkit.
"Nona, apa anda baik-baik saja?" tanya salah satu pelayan wanita.
"Aku bisa sendiri," ujar Lara. Kedua matanya berkaca-kaca karena malu. Lara kembali memandang ke arah pintu. Alex sudah tidak ada di sana. Di cuekin seperti itu membuat Lara sakit hati. Hatinya seperti teriris hingga kini terasa perih. "Kak Alex, kenapa dia tidak menungguku?" gumam Lara di dalam hati. Wanita itu masih duduk di lantai tanpa peduli kini semua orang memandangnya sambil tertawa meledek di dalam hati.
"Nona, saya Hana. Saya akan membantu anda ke kamar," ujar seorang pelayan wanita yang berat badannya separuh dari berat badan Lara. Pelayan itu mengukir senyuman dan berjongkok di depan Lara. Sambil mengulurkan tangan, wajah pelayan itu terlihat sangat menenangkan. Berbeda dengan pelayan wanita lain yang justru terlihat meledek Lara.
"Nona, maafkan kami. Di sini debunya sangat banyak. Apa debu-debu ini membuat mata anda sakit?" ucap Hana lagi.
"Ya, debunya banyak sekali," jawab Lara sambil menghapus air matanya yang sempat menetes. Wanita itu berusaha sekeras mungkin agar air matanya tidak berhasil menetes lebih deras lagi.
"Nona, mari saya bantu." Hana sepertinya mengerti kalau Lara kesulitan membawa gaunnya saat ini. Di tambah lagi kamar Alex ada di lantai atas. Tidak ada lift di rumah itu. Hana merasa yakin kalau Nona mudanya itu pasti kesulitan naik ke atas nantinya.
"Terima kasih, Hana." Lara tersenyum. Dia akhirnya berhasil berdiri setelah dibantu Hana. Sebelum melangkah, Lara memandang pelayan dan supir yang masih menontonnya.
"Apa mereka menertawakanku? Kenapa tiba-tiba saja aku merasa seperti masuk ke sebuah kandang singa. Apa benar di dalam sini ada kebahagiaan yang selama ini aku impikan?" Lara memandang rumah itu dengan rasa ragu.
"Nona, ayo kita masuk." Hana sudah memegang semua gaun yang ada di lantai. Wanita itu berdiri di belakang Lara.
"Terima kasih, Hana," ucap Lara sebelum melangkah. Dia berusaha tetap tegar dan kuat. "Kau pasti kuat, Lara. Di dalam sana tidak seburuk yang kau bayangkan," gumam Lara yang berusaha menguatkan dirinya sendiri.
Lara berjalan selangkah demi selangkah. Dia takut kejadian yang sama terjadi lagi. Walau kini lututnya terasa sakit, tetapi Lara berusaha jalan dengan normal.
"Nona, anda sangat cantik malam ini," puji Hana.
Lara tersenyum. "Hana, kau sangat pintar menghibur orang lain."
"Karena saya juga pernah merasakan apa yang anda rasakan, Nona."
Lara menahan langkah kakinya lalu memutar tubuhnya memandang wajah Hana dengan tatapan tidak percaya. "Kau pernah gendut sepertiku?"
Hana menggeleng. "Tidak, Nona. Tubuh saya tidak pernah gendut. Saya pernah merasa diledek seperti pelayan-pelayan tadi meledek anda. Mungkin jika status anda bukan istri Tuan Alex mereka sudah menghina anda tadi."
Lara mengukir senyuman. "Mereka hanya iri dengan apa yang kita miliki. Senyumin aja."
Lara lagi-lagi tertegun melihat luasnya rumah keluarga Moritz. Perabot di rumah itu berukuran raksasa. Lampu kristal yang menggantung di atas kepala melengkapi keindahan rumah tersebut.
Rumah bercat putih kombinasi gold itu bak istana di negeri dongeng yang selama ini hanya ada di dalam khayalan Lara.
"Nona, apa anda mau makan?"
Lara langsung memegang perutnya. Walau sudah menghabiskan beberapa potong kue tadi di pesta pernikahan tetap saja Lara merasa lapar. Namun, dia ingin segera bertemu dengan Alex. Ini malam pertama mereka. Lara tidak mau memberi kesan yang buruk kepada Alex.
"Aku sudah kenyang, Hana."
"Anda yakin, Nona?" tanya Hana tidak percaya.
"Hana, aku ingin ke kamar," pinta Lara dengan rengekan. "Jangan bahas makanan detik ini. Berat badanku sudah hampir 110 kilogram."
Hana tertawa. "Maafkan saya karena sudah tertawa, Nona. Saya tidak menertawakan berat badan anda. Saya tertawa karena senang melihat kepolosan anda. Anda wanita yang ramah dan menggemaskan. Menurut saya Tuan Alex beruntung bisa menikah dengan anda. Mungkin jika Tuan Alex sampai menikah dengan Nona Fiona, keadaannya tidak akan seperti ini.
"Siapa kau bilang? Fiona?" Lara mengeryitkan dahi. Hana yang merasa keceplosan segera menutup mulutnya. Kepalanya menunduk. Wanita itu terlihat ketakutan.
"Hana, kau tahu sesuatu?"
"Nona, jangan mempersulit saya. Anggap saja perkataan saya tadi hanya sekedar angin lalu."
Melihat wajah Hana yang memelas membuat Lara tidak tega untuk mendesak wanita itu agar bercerita. "Fiona, siapa Fiona? Apa Fiona itu kekasih Kak Alex?" gumam Lara di dalam hati.
"Hana, antar aku ke kamar sekarang," pinta Lara.
"Baik, Nona." Dua wanita itu menaiki tangga dengan hati-hati. Lara yang tadinya terlihat sangat bersemangat kini mulai lelah ketika kakinya menjejaki anak tangga ke 30. Napasnya ngos-ngosan. Keringat bercucuran deras seperti orang yang baru saja mengelilingi lapangan.
"Nona, apa anda baik-baik saja?" tanya Hana ketika Lara tiba-tiba berhenti.
"Kenapa mereka membangun tangga setinggi ini. Belok-belok lagi," protes Lara. Ia berusaha mengumpulkan tenaga agar bisa sampai di lantai atas. Sambil berjalan, Lara kembali mencari tahu tentang penghuni rumah itu melalui Hana.
"Hana, apa kau sudah lama bekerja di rumah ini?"
"Baru satu tahun, Nona," jawab Hana.
"Selain aku. Apa sebelumnya Kak Alex pernah membawa wanita lain ke rumah ini?"
"Selama saya bekerja di rumah ini. Tuan Alex belum pernah membawa wanita ke rumah ini, Nona."
Lara tersenyum. Dia merasa bahagia karena berhasil menjadi wanita pertama yang datang ke rumah itu. Sebagai istri Alex pula. Rasanya kebanggaan yang kini Lara rasakan tidak bisa lagi dia ungkapkan dengan kata-kata.
"Nona, kamar Tuan Alex ada di sana. Saya hanya bisa mengantar sampai sini saja." Hana melepas gaun Lara. Wanita itu berdiri di depan Lara. "Semoga malam pertamanya sukses nona," ujar Hana dengan satu kedipan mata.
Wajah Lara bersemu malu. "Terima kasih, Hana." Lara melanjutkan langkah kakinya menuju kamar pengantinnya. Kamar yang akan di tiduri selama dia menjadi istri Alex.
Hana masih berdiri di tempatnya semula. Wanita itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Nona Fiona pasti senang mendengar cerita ini. Baru masuk rumah saja sudah jatuh. Dasar payah!" gumam Hana dengan senyuman menghina.
Karena novel baru, author butuh banyak like, komen dan vote. 500 Like kita update 5 Bab.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
good luck thor lanjutkan
2023-06-10
0
LENY
Hana ternyata ular jahat dikira baik tadi. aduh bener2 masuk kandang singa
2022-08-16
0
Mukhamad Nasir
rupanya si hana mata2 dr Fiona
2022-06-06
2