Hari pernikahan telah tiba. Pesta pernikahan itu diadakan di sebuah hotel bintang lima milik keluarga Moritz. Aula pernikahan di hias dengan warna serba putih. Bunga lily dan mawar putih membuat lokasi pernikahan tersebut terlihat semakin elegan. Tamu undangan sudah meramaikan lokasi tersebut. Mereka yang rata-rata berasal dari golongan menengah ke atas terlihat menghina sang pengantin wanita. Namun, mereka tetap memasang wajah ramah karena wanita berbadan besar itu kini adalah menantu dari Tuan Moritz.
Memakai gaun berwarna putih dan di rias layaknya seorang pengantin wanita membuat Lara sangat bahagia malam itu. Akad pernikahan telah berjalan sukses tadi siang. Janji suci telah diucapkan. Kini Lara berhasil menyandang status sebagai Nyonya muda di dalam keluarga Moritz. Senyum di bibirnya yang merah terlihat sangat indah. Kaca mata yang selalu dia pakai memang dilepas Lara sampai pesta pernikahan berakhir.
Lara berdiri dengan senyum manis menyambut setiap tamu yang muncul untuk mengucapkan selamat. Di samping Lara, ada Alex yang juga berdiri dengan wajah tidak bersemangat. Walau pesta itu hanya di hadiri oleh orang-orang terdekat dari kedua bela pihak. Tetapi tetap saja Alex merasa malu. Bahkan ingin sekali dia memakai topeng ketika seorang fotografer memotret fotonya dan Lara untuk dijadikan kenangan.
“Sial! Aku benar-benar sial! Kenapa wanita seperti Lara harus terlahir di dunia ini? Kenapa! Aku akan membalas rasa malu ini. Aku akan membuatmu menderita dan menyesal karena sudah mau menerima lamaran papa!” umpat Alex di dalam hati.
“Kak, ayo kita ke sana. Sudah saatnya acara potong kue pernikahan kita,” ajak Lara dengan wajah yang bahagia. Alex hanya mengangguk saja. Hari itu Alex tidak mau banyak bicara. Bahkan ketika Lara mengajaknya berbicara Alex lebih memilih untuk menghindar. Namun, Lara sama sekali tidak curiga. Dia berpikir kalau Alex kelelahan karena menumpuknya pekerjaan di kantor.
Lara dan Alex berdiri di depan kue tart yang menjulang tinggi ke atas. Mereka berdua memegang pisau yang sama dan memotong kue tart berwarna putih tersebut. Tepung tangan dari tamu undangan membuat Lara semakin bahagia.
“Benar-benar seperti mimpi. Apa mereka bertepuk tangan dan tersenyum karena ikut bahagia bersamaku? Jika memang iya, aku merasa sangat tersanjung. Apa semua ini karena aku menikah dengan Kak Alex? Kak Alex membawa keberuntungan di dalam hidupku,” gumam Lara di dalam hati. Lara mengambil sesendok kue tart dan menyuapi Alex. Begitu juga dengan Alex. Mereka terlihat seperti sepasang pengantin yang sedang berbahagia.
Beberapa meter dari posisi Alex berdiri, seorang wanita bergaun putih menatap Alex dengan tatapan penuh arti. Sambil meneguk minumannya secara perlahan, tatapan wanita itu seperti sebuah ancaman yang akhirnya ditakuti Alex. Wanita itu memberikan gelas kosongnya kepada seorang pelayan yang kebetulan lewat di depannya. Dia memutar tubuhnya dan memutuskan untuk pergi meninggalkan lokasi pesta.
“Lara, aku mau ke toilet sebentar,” bisik Alex. Belum sempat Lara menjawab, Alex sudah pergi begitu saja. Langkahnya sangat cepat takut kehilangan jejak wanita yang tadi sempat dia lihat. Lara sendiri menjadi tidak fokus dengan arah yang di tuju Alex. Beberapa rekan kuliah Lara yang sudah lama tidak bertemu muncul untuk memberikan selamat.
"Selamat Lara. Aku tidak menyangka kau akan menikah juga. Dengan pria kaya dan tampan lagi." Seorang wanita menepuk lengan Lara dengan senyuman yang tidak bisa di tebak. Entah dia senang atau sedang iri. "Kau seperti seekor itik buruk rupa yang mendapat fasilitas kandang emas. Sulit di percaya. Apa kau hamil duluan? Apa kau menjebak Tuan Alex?" bisiknya dengan tatapan menuduh.
Senyum Lara luntur. Wanita itu mengepal kuat tangannya berusaha menahan amarah yang bergejolak di dalam dada. Ingin sekali Lara mendorong wanita di depannya agar terjungkal dan ditertawakan semua orang. Namun, semua masih dia tahan. Hari ini adalah pesta pernikahannya dengan Alex. Lara tidak mau pesta mewah dan megah ini berubah menjadi kacau.
"Terima kasih, Vera. Aku juga tidak menyangka kalau wanita dengan berat badan hampir 110 kilo sepertiku bisa mendapat suami yang tampan dan kaya raya. Tidak sepertimu. Yang mati-matian diet dan perawatan mahal di salon tapi tidak laku-laku," balas Lara gantian. "Yang pastinya aku tidak sama sepertimu. Yang rela melakukan rencana kotor agar bisa mendapatkan apa yang aku inginkan!"
Setelah mendengar kalimat balasan dari Lara, Vera ingin melayangkan tangannya untuk menampar wajah Lara. Namun, seorang pria tiba-tiba saja muncul dan mencegah niat jahat wanita itu. Pria itu mencekal tangan Vera dengan tatapan tidak suka.
"Apa yang mau kau lakukan? Kau mau melukai mempelai wanita? Pergilah jika kau tidak suka. Kau diundang untuk mengucapkan selamat. Bukan membuat keributan di sini."
Pria itu Alfred. Teman kuliah Lara. Seorang dokter yang tidak lama lagi juga akan menikah. Sejak di bangku kuliah, hanya Alfred satu-satunya pria yang mau dekat dengan Lara. Sisanya merasa jijik bahkan ada yang ketakutan hanya melihat tubuh Lara yang besar.
"Aku yakin, Tuan Alex tidak benar-benar cinta dengannya," sahut Vera yang masih tidak mau kalah sebelum wanita itu pergi entah ke mana.
Lara memejamkan matanya sambil mengelus dada. "Tadinya aku pikir kami bisa berteman."
Alfred tersenyum. "Sudahlah. Sejak dulu dia memang suka mencari masalah. Oh ya, di mana suamimu Lara? Kenapa dia tidak ada di sini bersama denganmu?" Alfred mencari ke kanan dan ke kiri.
Lara tertegun. Karena terlalu asyik memakan potongan kue tar pernikahannya. Dia hampir lupa kalau sang suami sudah hampir satu jam menghilang dari sisinya.
"Kak Alex ke toilet," ucapnya pelan. Ada rasa khawatir ketika dia mengatakan hal itu. Lara takut suaminya kabur karena melihat dirinya yang besar seperti boneka salju. Lara juga takut kalau Alex menyesal karena sudah menikah dengannya.
“Aku tidak bisa menunggunya sampai kembali,” ucap Alfred. Pria itu memberikan kado yang sejak tadi dia bawa. “Selamat Lara. Semoga kau selalu bahagia bersama Alex. Mendapat keturunan yang menggemaskan.”
“Terima kasih, Alfred. Aku juga doakan agar kau segera di terima bekerja di rumah sakit yang kau impikan. Kabari aku jika kau dan Ines sudah menentukan tanggal pernikahannya,” ujar Lara.
“Baiklah. Aku permisi dulu. Ines kirim salam. Dia tidak bisa datang karena ada jadwal operasi dadakan.”
“Ya. Terima kasih sekali lagi karena sudah menyempatkan datang di pesta sederhanaku ini, Alfred.” Alfred tersenyum sebelum pergi. Kepergian Alfred menjadi kepergian tamu terakhit bagi Lara. Wanita itu kini merasa sendiri karena beberapa tamu undangan yang tersisa adalah rekan bisnis Alex dan Tuan Moritz. “Kenapa Kak Alex lama sekali? Apa terjadi sesuatu padanya?” gumam Lara dengan wajah yang sangat khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
Lara semoga rumah tangganya tidaklah selara namanya.
2023-02-07
0
aurel chantika
UD lama cerita ini aku save,,baru sempat baca. muda2han suka
2022-05-19
1
Dwi Rahayu
Alex ketinggalan zaman
gemuk Ndut sekarang lagi ngetrend 🤭🤭
2022-03-31
1