Suara decitan tempat tidur yang berada di salah satu kamar hotel menggema bersama dengan suara ******* yang keluar dari dua insan yang sedang di mabuk asmara.
Bibir Alex terus saja menjelajahi tubuh sang kekasih yang kini tidak lagi menggunakan busana. Gairah mereka berdua tidak terkendali hingga hasrat ingin memuaskan satu sama lain muncul di dalam benak masing-masing.
"Kau benar-benar brengsek, Alex. Di bawah pesta pernikahanmu sedang berlangsung. Bagaimana bisa kau memintaku untuk melayanimu seperti ini?" protes Fiona sebelum membalas ciuman Alex.
"Fiona, tubuhmu selalu saja membuatku gila. Jangan bahas wanita itu. Jika bukan karena dipaksa, aku tidak mungkin mau menikah dengannya. Wanita dengan berat badan seperti tronton itu tidak pantas menjadi pendampingku. Hanya kau yang pantas ada di sisiku, Fiona," puji Alex sebelum melajutkan aksinya.
Walau sudah sering mereka melakukan hal seperti itu, tetapi Alex tidak pernah merasa puas. Pria itu terus memiliki kekasihnya dan memuaskan nafsunya setiap kali mereka bertemu. Baginya Fiona sudah seperti candu yang tidak bisa ditinggalkan.
Alex sama sekali tidak peduli dengan Lara. Wanita yang baru saja dia nikahi beberapa jam yang lalu. Janji suci seakan hanya sekedar basa basi yang isinya akan dilupakan setelah selesai di baca.
Deringan ponsel di atas nakas mereka abaikan begitu saja. Erangan dari bibir Fiona dan Alex menandakan kalau mereka telah mencapai pada puncak kenikmatan. Dengan napas terengah-engah, mereka saling memandang dengan senyum indah di bibir masing-masing.
"Angkat tuh teleponnya," perintah Fiona yang mulai risih dengan deringan ponsel sang kekasih.
"Aku mencintaimu." Alex melepaskan penyatuan mereka dan beranjak dari ranjang. Pria itu memungut celana di lantai dan mengenakannya. Ia segera mengangkat panggilan telepon dengan wajah panik ketika tahu kalau ayahnya yang menelepon.
"Ke mana saja kau Alex! Apa kau lupa kalau sekarang adalah resepsi pernikahanmu? Apa kau kabur dengan wanita itu?" Teriak Tuan Moritz dari dalam telepon. Bahkan pria itu tidak memberikan kesempatan kepada Alex untuk berbasa-basi.
"Pa, aku di toilet," jawabnya sambil mengutip kemeja dan jas yang ada di lantai.
"Jika dalam lima menit kau tidak muncul di sini. Kau pasti tahu apa resiko yang akan kau dapatkan Alex!"
"Pa, aku-" Belum sempat Alex memberi penjelasan. Panggilan telepon itu sudah terputus.
"Apa itu telepon dari calon ayah mertuaku?" tanya Fiona sambil memandang kuku-kukunya.
"Hemm," jawab Alex mulai malas. Ia mengancing kemejanya dengan buru-buru. Waktu lima menit itu bukan waktu yang cukup untuk dia tiba di lantai bawah.
"Apa dia memintamu muncul di pesta?" Fiona beranjak dari tempat tidur. Wanita itu mengutip gaun putih miliknya yang tergeletak di lantai. Lalu berjalan mendekati Alex.
"Sayang, maafkan aku. Tapi aku harus meninggalkanmu dengan cara seperti ini," bujuk Alex. Dia menarik pinggang Fiona dan mendaratkan kecupan di bibir merah wanita itu.
"Baiklah. Apa kau akan melewati malam pertama dengannya malam ini?" Fiona mengusap lembut rahang Alex.
"Jangankan menyentuhnya. Dekat-dekat dengannya saja aku jijik. Aku pergi dulu ya."
Fiona melipat kedua tangannya sambil memandang punggung Alex yang semakin menjauh. Senyum licik terukir di bibirnya ketika Alex telah menghilang dari balik pintu.
"Apa kau pikir aku peduli? Bahkan jika kau bercinta dengan wanita itu aku sama sekali tidak keberatan. Bagiku, selama kau masih bisa memenuhi apa yang aku inginkan. Itu sudah lebih dari cukup Alex. Kau adalah ATM berjalanku," gumam Fiona di dalam hati.
***
Pesta telah selesai. Satu persatu tamu undangan sudah pulang. Lara berdiri di dekat meja kue tart dengan wajah cemas. Dia memandang pintu masuk dengan tidak tenang.
"Kemana Alex? Kenapa dia tidak muncul-muncul," ujarnya sambil berjalan ke sana ke mari.
"Lara."
Lara segera memandang ke samping setelah mendengar suara ayah mertuanya. "Papa?"
"Selamat ya sayang. Papa harap kau bahagia menikah dengan Alex. Kini kedua orang tuamu pasti bahagia karena melihatmu menikah dengan anak dari sahabatnya," ujar Tuan Moritz.
"Ya, Pa. Lara juga senang bisa memiliki Papa seperti Papa Moritz," jawab Lara. "Di mana Mama dan Greta, Pa?"
Tuan Moritz diam sejenak. Sebenarnya satu-satunya orang yang mendukung pernikahan antara Lara dan Alex hanya Tuan Mortiz. Ny. Moritz dan Greta yang tidak lain adalah adik kandung Alex. Menolak keras untuk menerima kehadiran Lara di rumah mereka. Bagi mereka Lara hanya wanita pembawa sial yang nantinya akan membuat malu keluarga mereka.
"Pa," sapa Lara lagi ketika Tuan Moritz hanya melamun saja.
"Mama dan Greta sudah pulang. Mereka kelelahan hingga memutuskan untuk pulang lebih dulu," dusta Tuan Moritz. Dia tidak mau Lara sampai sakit hati dan kecewa jika dia mengatakan yang sebenarnya. “Papa ke sana sebentar. Tuan Moritz berjalan menghampiri Alex. Pria itu terlihat tidak sabar untuk menegur anaknya.
"Pa, ada apa?" tanya Alex. Pria itu memandang Lara sekilas sebelum memandang wajah Tuan Moritz.
"Ada apa kau bilang? Pesta sudah berakhir dan kau menghilang begitu saja. Apa kau tidak memikirkan bagaimana nasip istrimu?" ketus Tuan Moritz dengan wajah tidak suka.
"Pa, Alex tadi-”
“Cukup, Alex. Bawa Lara pulang ke rumah sekarang juga!” ketus Tuan Moritz sebelum pergi meninggalkan Alex. Alex mengepal kuat tangannya menahan amarah yang siap meledak. Dia berjalan menghampiri Lara berada saat ini.
Lara yang melihat kemunculan Alex terlihat sangat bahagia. Tidak lupa dia mengukir senyuman terbaiknya agar terlihat cantik di depan Alex. “Kak Alex, Kakak dari mana saja? Apa kakak baik-baik saja?”
“Cukup basa-basinya! Sekarang, ikuti aku ke mobil!” ketus Alex. Tidak ada lagi ekspresi bersahabat di wajah Alex. Pria itu memasang wajah menakutkan hingga membuat Lara syok dan merasa takut.
“Kak Alex, apa yang terjadi? Apa kakak baru saja mengalami masalah?” tanya Lara tidak menyerah. Wanita itu terlihat kesulitan mengikuti langkah kaki Alex yang begitu cepat. Gaun pengantin Lara angkat tinggi-tinggi agar bisa leluasa berjalan.
“Kak Alex, tunggu!” pinta Lara ketika melihat Alex tidak lagi mau menunggunya. Alex masuk ke dalam mobil lebih dulu. Lara mengatur gaun pengantinnya sebelum masuk. Wanita itu terlihat kerepotan membawa dirinya sendiri. Setelah berhasil masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Alex, Lara kembali memandang Alex untuk meminta penjelasan kepada pria itu.
“Kak, apa Kak Alex sedang ada masalah? Cerita sama Lara. Kali aja Lara bisa bantu.”
Alex menghela napas kasar. Dia melempar tatapan membunuh ke Lara. “Berhenti bertanya, Lara!” ketus Alex penuh emosi.
Deg. Lara mematung. Dia tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti ini dari Alex.
“Kenapa dengan Kak Alex? Kenapa dia terlihat jauh berbeda?” gumam Lara di dalam hati.
Lara memalingkan wajahnya. Sedangkan Alex juga memilih untuk memalingkan pandangannya agar tidak melihat wajah Lara yang begitu menjijikkan baginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Sulati Cus
bajigur bener si alex, sempet2 nya tempur d detik-detik resepsi
2022-11-23
0
aurel chantika
sabar ya lara
2022-05-19
1
momy ida
ntar kalau lara udah cantik trus body nya jdi kaya gitar sepanyol... lo pasti jatuh cinta... dan gw sumpahin saat lo bucin mampus kerara.... rara udah punya gandengan yg jauhhhh diatas lo..... dan saat itu boleh donk gw 👏sambil 🤣jahat... karna liat lo terpuruk lex🤭
2022-04-29
1