Pagi ini terasa begitu cerah, matahari pun sudah menghangatkan seisi bumi dengan pancaran cahayanya. Suara bising kendaraan di ibukota Jakarta sedikit mengganggu telinga, namun semua orang sudah terbiasa dengan sibuknya kota metropolitan itu.
Hari ini adalah hari kedua Starla menginjakkan kaki di sekolah elit yang mana masuk karena keterpaksaan. Dan Galang masih setia mengantar sang adik walaupun arah tempat kerja dengan sekolah berlawanan.
Starla turun dari motor matic sang kakak lalu berpamitan dan tak lupa mencium punggung tangan sang kakak. Dengan senyum menawan dan lambaian tangan dari Starla, Galang pun pergi.
Dari parkiran, ada sepasang mata tajam yang menatap ke arah Starla tanpa sengaja. Seakan banyak pertanyaan yang terbesit dikepala itu.
"Siapa laki-laki itu?"
"Starla terlihat mesrah,"
"Tatapan pada laki-laki itu, Starla jadi terlihat begitu anggun dan cantik,"
Begitulah yang ada dalam pikirannya. Namun, Starla tak sadar akan sepasang bola mata yang menatapnya. Starla terus berjalan menuju ruang kelas. Hanya saja, kali ini banyak pandangan tak enak. Starla pikir karena penampilannya.
Di jaman modern begini, sangat sedikit remaja yang memakai jilbab dan menutup auratnya. Apalagi menjaga pandangan dan pergaulan. Dari sekian ratus murid, siswi yang memakai hijab bisa dihitung oleh jari, dan angkatan Starla di kelas XII hanya dia seorang yang memakai jilbab. Jadi terbilang aneh jika dibandingkan dengan mereka yang memakai rok selutut dan rambut yang terurai indah.
"Lu yakin tu cewek kampung kemaren makan bareng sama Bintang?"
"Iya, mereka berdua dan ketawa ketiwi disana,"
"Penampilan udik, gak lebih cantik dari gue, kok bisa Bintang ketawa sama tu cewek?"
Sekarang, Starla tau kenapa dirinya begitu ditatap tak mengenakan oleh semua orang yang melihatnya. Selain penampilannya, ternyata masalah dirinya yang makan bakso dengan Bintang di kantin kemarin.
"Wajar mereka begitu karena Bintang orang terpopuler di sekolah ini."
Starla terus berjalan dengan tertunduk tanpa mau melihat mata-mata yang menatapnya penuh kebencian.
Tiba di kelas, Amara sudah duduk manis di kursinya dengan earphone yang menempel di telinga.
"Assalamu'alaikum Amara,"
Tak ada jawaban dari gadis itu karena memang Amara tak mendengar salam Starla. Starla pun duduk dan mencolek lengan Amara.
"Baru dateng?" tanya Amara.
"Iya, assalamu'alaikum Amara," Starla tersenyum penuh ketulusan.
"Em wa'alaikumsalam." jawab Amara sedikit jutek.
"Lagi dengerin apa?" Starla hendak mengambil earphone Amara namun langsung ditepis.
"Jangan sok akrab, kita belum sedekat itu." Amara benar-benar jutek, kemudian kembali memasang earphone di telinganya lagi.
"Kan kita kemaren udah... Em ya udah deh Amara lanjutin aja."
Starla tak tersinggung, justru dirinya membalas dengan senyuman.
Kejadian tadi dilihat jelas oleh Bintang. Bahkan Bintang merasa kagum pada Starla karena tak ada rasa kecewa ataupun marah pada Amara.
"Kalau gue yang digituin, udah gue tampar pipinya. Sok banget dia." batin Bintang lalu duduk di kursinya.
Tak berapa lama, beberapa murid di kelas itu masuk satu persatu, tak terkecuali kedua sahabat Bintang, Leo dan Aries.
"Hai boy, muka lu bete banget?" sapa Leo.
"Pasti dia belum ngerjain PR haha," jawab Aries.
"Emang dia kapan ngerjain PR haha," sahut Leo.
"Brisik lu pada, buruan mana PR kalian, gue nyontek." kata Bintang.
Kedua sahabatnya hanya menurut saja apa yang dikatakan Bintang, namun sayang guru Matematika masuk lima menit lebih awal.
"Selamat pagi anak-anak,"
Kelas yang tadinya ribut langsung sunyi seketika karena kehadiran sang guru.
"Kumpulan PR kalian sekarang juga,"
Kata-kata itu sungguh menusuk jantung Bintang karena Bintang belum sempat menyalin PR Leo dan Aries.
Satu persatu para siswa maju untuk mengumpulkan tugas di meja guru di depan kelas. Pak Wira menghitung buku tulis yang terkumpul dan jumlahnya kurang.
"Siapa yang tidak mengumpulkan PR segera maju,"
Pak Wira berteriak hingga membuat murid di kelas XII B itu saling menoleh.
"Shiiitttt…" batin Bintang dan berdiri di depan kelas.
"Lagi-lagi kamu Bintang?" Pak Wira menggelengkan kepalanya. "Masih kurang satu anak lagi, segera maju atau…" belum Pak Wira selesai bicara, Starla berdiri dari duduknya dan maju ke depan kelas.
"Maaf Pak, saya baru masuk kemarin, saya tidak tau kalau ada PR." kata Starla hendak membela diri.
"Kamu kan bisa bertanya sama teman sekelas mu. Di sekolah ini ada aturan, jadi tidak ada alasan apapun. Kalian ikut saja,"
Pak Wira berjalan keluar kelas dan di ikuti Bintang serta Starla.
"Nah, bersihkan halaman ini, lalu bakar sampahnya. Kalian tidak boleh ke kelas kalau halaman ini belum bersih." perintah Pak Wira tak bisa dibantah oleh Starla. Bintang yang biasanya banyak protes, kali ini dia menurut dengan apa yang harus dia lakukan.
Starla pun mengambil dua sapu lidi dan pengki. Satu sapu itu di serahkan pada Bintang.
"Nih, kamu sebelah sana ya, aku yang disini." Starla memberikan sapu lidi itu dengan tersenyum manis pada Bintang. Seolah terhipnotis, Bintang begitu saja menerima sapu pemberian Starla.
"Gue disini aja," jawab Bintang.
"Ya udah, aku yang kesana." kata Starla.
"Gak, kita nyapu disini dan kesana berdua." sahut Bintang.
"Baiklah," Starla tak protes dan mulai menyapu.
Namun Bintang tak pernah melakukan hal seperti itu. Bintang tak tau bagaimana caranya menyapu. Sampah daun yang sudah di sapu oleh Starla malah di buat berantakan oleh Bintang.
"Bintang…" teriak Starla.
"Apa?" jawab Bintang lantang.
"Kamu gimana sih, arah nyapunya kesana bukan kesini, kan jadi berantakan lagi dan harus nyapu ulang." Starla sangat kesal.
"Gue gak tau caranya nyapu."
"Pppffttt…" Starla menahan tawanya dan menutup mulutnya dengan tangan.
"Apa lu ketawa?" tanya Bintang.
"Aku lupa kalau hidup kamu pasti di kelilingi oleh banyak pembantu, jadi hal seperti ini pasti gak bisa hahaha," ejek Starla.
"Karna gue disini majikan lu, jadi lu yang nyapu semuanya." Bintang melempar sapunya dan duduk di bawah pohon.
"Astaghfirullah, aku sampe lupa kalau aku punya perjanjian dengan tuan muda itu. Sudahlah gak usah protes, dari pada di keluarin dari sekolah." batin Starla menatap Bintang sebentar dan kembali menyapu.
Hampir satu jam Bintang duduk santai di bawah pohon dan Starla juga hampir selesai dengan hukumannya.
"Alhamdulillah, tinggal bakar sampahnya."
Starla menghampiri Bintang yang terlihat melamun.
"Bintang, kamu pinjem korek sana buat bakar sampahnya." kata Starla yang duduk tak jauh dari Bintang dan meluruskan kakinya. "Capek banget, haus juga hmm." gundam Starla namun masih di dengar jelas oleh Bintang.
"Ya," Bintang pun pergi.
"Tumben dia gak bentak-bentak dan marah-marah. Padahal kemaren galak banget, sekarang cakepnya kelihatan kalau gak marah-marah. Astaghfirullah aku kenapa?" Starla menggelengkan kepalanya beberapa kali.
Tak lama kemudian, Bintang kembali.
"Nih minum. Gue aja yang bakar sampahnya." Bintang memberikan Starla air mineral dingin. Starla terpaku melihat air itu. "Katanya lu aus, mau minum gak?" bentak Bintang menyadarkan Starla.
"Eh mau, mau. Makasih." Starla meraih air mineral itu lalu meminumnya.
Bintang pergi menjauh dari Starla, dan membakar sampah yang sudah dikumpulkan oleh Starla.
"Bintang, kamu orang baik kan?" batin Starla.
...##################...
...Jangan lupa tinggalkan jejak 😊...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Cahyaning Fitri
Lanjut..,..💕💕
2022-04-07
0
El_Tien
Sekarang sudah banyak yang pakai Jilbab yaa...
2022-03-26
1
nurmala
mulai benih2 cinta nih
2022-03-25
2