Luka

Luka

1

"Kamu yakin kalau jika kalian saudara?" kata mengejek yang selalu ku dengar.

"ah sudahlah ra kamu bisa kok lebih baik dari dia g' boleh iri ingat Tuhan sudah menciptakan hamba-hambanya dengan kemampuan dan keberuntungan masing-masing jadi tenang aja mungkin belum saatnya untuk kamu". itulah kata-kata penguat yang selalu ku ucapakan untuk membuat hati ku tenang dan tidak meratapi lagi nasib ku yang selalu tidak beruntung.

Usiaku semakin bertambah dan badanku bertambah kurus, "ya Tuhan berapa banyak lagi waktu yang harus kulalui dan berapa banyak lagi langkah yang harus ku ayun saat ini? jujur badanku sudah tidak sanggup, bibir telah lelah tersenyum untuk menutupi kegundahanku saat ini"

"Jadi, kapan?, ingat umurmu sudah berapa?" semakin Lama ingin hilang di telan bumi setiap mendengar pertanyaan mustajib yang membuat siapapun yang sedang heboh bisa langsung terdiam, pertanyaan itu hanya kutanggapi dengan senyuman "doain aja kak"

"doain terus, kamu g' kasihan apa sama ibumu masih harus menanggung hidupmu, kalo g' bisa dapat kerja ya menikahlah cari pasangan sana"

"iya kak ira juga mau kak, tapi ya belum nemu jodohnya ya gimana?"

"alaaaahhhh gayamu belum nemu jodoh, kamunya aja yang kebanyakan milih ingat kamu itu tidak cantik g' pintar juga jadi jangan berharap ada laki-laki tampan dan kaya akan datang ngelamar kamu, terima aja tu siapa aja, kalo g' itu pak rudi itu! iyasih dia tidak tampan tidak kaya juga duda tapi g' papalah yang penting kan ada yang mau" ucapnya sambil mengejekku

"aku tidak pernah milih-milih kak tapi aku cuma ingin yang terbaik untukku apa salah?" jawabku

"yang terbaik apa? yang kaya gitu ? g' usah mimpi deh yang kaya itu nyarinya yang cantik g' kayak kamu dah hitam hidung besar gigi nongol lagi jadi sadar diri, udahlah capek ngomong sama kamu mending saya pergi lama-Lama disini nanti bisa-bisa anak saya ketularan jeleknya sama kayak kamu lagi" ucapnya sambil melangkah pergi.

aku hanya tersenyum kecut sambil menahan rasa Sakit, ingin rasanya aku pergi dari sini menghilang dari setiap sakit yang aku tahan selama ini.

"kamu disini? itu piring belum dicuci, masak juga belum, kamu malah santai" ucap ibu yang kuharap bisa jadi tempat keluh kesahku tapi...

"kan ada Lira bu untuk nyuci piring biar ira yang masak" jawabku lembut karena aku sudah cukup lelah

"kamu g' lihat itu lira sudah sangat sibuk dengan pekerjaannya dia itu tidak sama kayak kamu yang pengangguran dia itu wanita bekerja tidak cocok untuk berada di dapur, udahlah cepat ke dapur sana, kamu itu harusnya sadar diri tempatmu dimana?" ucap ibu ini benar-benar menyakitkan bukan aku yang menginginkan hidupku seperti ini aku juga ingin bekerja menafkahi keluarga mungkin keinginanku lebih tinggi dari lira tapi apa dayaku memang ini yang harus aku lewati.

Akhirnya aku kedapur untuk memasak dan membersihkan dapur tak terasa Air mataku tak berhenti menetes untuk meratapi nasibku yang benar-benar menyiksaku.

Sudah satu minggu tidak terasa sanak familyku ada di rumah dan aku selalu melaksanakan rutinitasku didapur tanpa satu orangpun membantuku jangan membantu meraka mungkin tak pernah menyadari keberadaanku.

Pagi itu aku coba pergi keluar meninggalkan semua tanggung jawabku Di rumah hanya untuk mengingatkan mereka jika tanggung jawabku Di rumah cukup berat jadi mereka harus menghargaiku.

Aku memilih duduk di taman sambil menyaksikan anak-anak yang bermain dan tertawa dengan lepas "aku juga ingin punya anak" gumamku pelan

"enak ya jadi mereka" suara itu cukup membuatku kaget dan sadar dari lamunanku

"hmm? " jawabku bingung karena aku tidak pernah berbicara dengan orang yang tidak ku kenal

orang itu tersenyum menatapku "Rian" ucapnya sambil menyodorkan tangannya

"hmm ira" jawabku lagi untuk menyambut tangannya, karena jujur saja ini pertama kali untukku bersentuhan dengan lawan jenis dan bukan dari keluargaku

"hai ira, saya hanya ingin ingin tahu kenapa kau memandangi mereka dengan senyum yang cukup lebar menurutku" ucapnya sambil senyum

aku hanya terpana melihat senyumnya "ganteng banget" gumamku sangat pelan dan masih memandangnya takjub

"hei, kamu nggak kesambet kan?" tanyanya sambil melambaikan tangannya padaku yang cukup menyadarkanku dari lamunanku

"he i-iya" jawabku gugup

"tadi saya tanya kamu kenapa melamun sambil memandangi mereka dengan senyum-senyum kamunya malah bengong kayak orang kesambet" ucapnya kesal

"maaf aku cuma kaget tadi ada yang ngajakin aku ngobrol, karena selama ini aku cuma sendirian kayak nggak terlihat" jawabku sambil senyum

"jadi kamu bisa transparan" tanyanya ngeledek

"bukan seperti itu maksudnya" jawabku kesal sambil manyun, mungkin dia akan jijik melihat ekspresiku seperti ini.

"saya ngerti, jadi kenapa tadi senyum-senyum ingat pertanyaanku belum kamu jawab lo" tanyanya lagi

Aku cuma senyum dan senang bisa ketemu sama orang yang tampan dan mau mengajakku mengobrol

"lah senyum lagi, jadi jawabannya apa? atau jangan-jangan kamu lagi mantau anak-anak itu untuk bisa kamu culik?" ucapnya sambil menunjuk-nunjukku

"enak aja memang tampangku ada tampang-tampang penculik apa?" jawabku kesel, enak aja nuduh-nuduh nyulik nambah-nambah masalahnya namanya itu satu masalah aja belum selesai

"jadi? " tanyanya nggak sabar

"oh itu, aku cuma ngebayangin seandainya punya anak pasti menyenangkan bisa menemani mereka main dan becanda bersama mereka" jawabku sambil senyum dan ngebayangin itu semua "kamu sendiri kenapa senyum-senyum sambil memandangi mereka?" tanyaku balik

"kalo saya cuma lagi ngitungin berapa ya yang bisa saya dapatkan jika bisa menangkap mereka semua" jawabnya santai

yang langsung merubah raut wajahku menjadi takut dan cemas

"hmmppp haha haha, wajahmu lucu sekali, saya cuma bercanda, saya cuma lagi ngebayangin jadi sebesar mereka lagi pasti menyenangkan bisa main, tertawa, dan bercerita tanpa memiliki beban sama sekali" jawabnya "kalo kamu mau punya anak, kenapa nggak punya anak aja, kamu ada masalah sama kesehatanmu?, maaf kalau saya lancang menanyakan itu" tanyanya hati-hati

"bukan itu masalahnya" jawabku sambil senyum "aku belum menikah" jawabku lagi

"kenapa nggak nikah aja"

"nggak ada yang mau" jawabku jujur

dia mengerutkan keningnya bingung tidak memahami jawabanku

"yaaa kamu lihat sendiri bagaimana aku, jelek, hitam, giginya juga maju, nggak ada bagus-bagusnya jadi perempuan, jadi nggak ada yang mau sama aku, malahan ada yang nolak secara terang-tetangan" jabarku sambil senyum

"nggak ada orang yang jelek, hanya kita yang menjadikan diri kita jelek, kita diciptakan dengan kesempurnaan masing-masing oleh Tuhan tinggal kita yang harus menjaga" jawabnya serius dan aku hanya senyum

"terimakasih" ucapku "maaf aku harus balik pasti ibu sudah marah-marah ni di rumah masalahnya aku kabur pagi-pagi sekali" ucapku sambil senyum dan sambil melambaikan tangan padanya

"oke, semoga kita bisa ketemu lagi" ucapnaya dan hanya kujawab dengan senyum dan anggukan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!