"Kamu yakin kalau jika kalian saudara?" kata mengejek yang selalu ku dengar.
"ah sudahlah ra kamu bisa kok lebih baik dari dia g' boleh iri ingat Tuhan sudah menciptakan hamba-hambanya dengan kemampuan dan keberuntungan masing-masing jadi tenang aja mungkin belum saatnya untuk kamu". itulah kata-kata penguat yang selalu ku ucapakan untuk membuat hati ku tenang dan tidak meratapi lagi nasib ku yang selalu tidak beruntung.
Usiaku semakin bertambah dan badanku bertambah kurus, "ya Tuhan berapa banyak lagi waktu yang harus kulalui dan berapa banyak lagi langkah yang harus ku ayun saat ini? jujur badanku sudah tidak sanggup, bibir telah lelah tersenyum untuk menutupi kegundahanku saat ini"
"Jadi, kapan?, ingat umurmu sudah berapa?" semakin Lama ingin hilang di telan bumi setiap mendengar pertanyaan mustajib yang membuat siapapun yang sedang heboh bisa langsung terdiam, pertanyaan itu hanya kutanggapi dengan senyuman "doain aja kak"
"doain terus, kamu g' kasihan apa sama ibumu masih harus menanggung hidupmu, kalo g' bisa dapat kerja ya menikahlah cari pasangan sana"
"iya kak ira juga mau kak, tapi ya belum nemu jodohnya ya gimana?"
"alaaaahhhh gayamu belum nemu jodoh, kamunya aja yang kebanyakan milih ingat kamu itu tidak cantik g' pintar juga jadi jangan berharap ada laki-laki tampan dan kaya akan datang ngelamar kamu, terima aja tu siapa aja, kalo g' itu pak rudi itu! iyasih dia tidak tampan tidak kaya juga duda tapi g' papalah yang penting kan ada yang mau" ucapnya sambil mengejekku
"aku tidak pernah milih-milih kak tapi aku cuma ingin yang terbaik untukku apa salah?" jawabku
"yang terbaik apa? yang kaya gitu ? g' usah mimpi deh yang kaya itu nyarinya yang cantik g' kayak kamu dah hitam hidung besar gigi nongol lagi jadi sadar diri, udahlah capek ngomong sama kamu mending saya pergi lama-Lama disini nanti bisa-bisa anak saya ketularan jeleknya sama kayak kamu lagi" ucapnya sambil melangkah pergi.
aku hanya tersenyum kecut sambil menahan rasa Sakit, ingin rasanya aku pergi dari sini menghilang dari setiap sakit yang aku tahan selama ini.
"kamu disini? itu piring belum dicuci, masak juga belum, kamu malah santai" ucap ibu yang kuharap bisa jadi tempat keluh kesahku tapi...
"kan ada Lira bu untuk nyuci piring biar ira yang masak" jawabku lembut karena aku sudah cukup lelah
"kamu g' lihat itu lira sudah sangat sibuk dengan pekerjaannya dia itu tidak sama kayak kamu yang pengangguran dia itu wanita bekerja tidak cocok untuk berada di dapur, udahlah cepat ke dapur sana, kamu itu harusnya sadar diri tempatmu dimana?" ucap ibu ini benar-benar menyakitkan bukan aku yang menginginkan hidupku seperti ini aku juga ingin bekerja menafkahi keluarga mungkin keinginanku lebih tinggi dari lira tapi apa dayaku memang ini yang harus aku lewati.
Akhirnya aku kedapur untuk memasak dan membersihkan dapur tak terasa Air mataku tak berhenti menetes untuk meratapi nasibku yang benar-benar menyiksaku.
Sudah satu minggu tidak terasa sanak familyku ada di rumah dan aku selalu melaksanakan rutinitasku didapur tanpa satu orangpun membantuku jangan membantu meraka mungkin tak pernah menyadari keberadaanku.
Pagi itu aku coba pergi keluar meninggalkan semua tanggung jawabku Di rumah hanya untuk mengingatkan mereka jika tanggung jawabku Di rumah cukup berat jadi mereka harus menghargaiku.
Aku memilih duduk di taman sambil menyaksikan anak-anak yang bermain dan tertawa dengan lepas "aku juga ingin punya anak" gumamku pelan
"enak ya jadi mereka" suara itu cukup membuatku kaget dan sadar dari lamunanku
"hmm? " jawabku bingung karena aku tidak pernah berbicara dengan orang yang tidak ku kenal
orang itu tersenyum menatapku "Rian" ucapnya sambil menyodorkan tangannya
"hmm ira" jawabku lagi untuk menyambut tangannya, karena jujur saja ini pertama kali untukku bersentuhan dengan lawan jenis dan bukan dari keluargaku
"hai ira, saya hanya ingin ingin tahu kenapa kau memandangi mereka dengan senyum yang cukup lebar menurutku" ucapnya sambil senyum
aku hanya terpana melihat senyumnya "ganteng banget" gumamku sangat pelan dan masih memandangnya takjub
"hei, kamu nggak kesambet kan?" tanyanya sambil melambaikan tangannya padaku yang cukup menyadarkanku dari lamunanku
"he i-iya" jawabku gugup
"tadi saya tanya kamu kenapa melamun sambil memandangi mereka dengan senyum-senyum kamunya malah bengong kayak orang kesambet" ucapnya kesal
"maaf aku cuma kaget tadi ada yang ngajakin aku ngobrol, karena selama ini aku cuma sendirian kayak nggak terlihat" jawabku sambil senyum
"jadi kamu bisa transparan" tanyanya ngeledek
"bukan seperti itu maksudnya" jawabku kesal sambil manyun, mungkin dia akan jijik melihat ekspresiku seperti ini.
"saya ngerti, jadi kenapa tadi senyum-senyum ingat pertanyaanku belum kamu jawab lo" tanyanya lagi
Aku cuma senyum dan senang bisa ketemu sama orang yang tampan dan mau mengajakku mengobrol
"lah senyum lagi, jadi jawabannya apa? atau jangan-jangan kamu lagi mantau anak-anak itu untuk bisa kamu culik?" ucapnya sambil menunjuk-nunjukku
"enak aja memang tampangku ada tampang-tampang penculik apa?" jawabku kesel, enak aja nuduh-nuduh nyulik nambah-nambah masalahnya namanya itu satu masalah aja belum selesai
"jadi? " tanyanya nggak sabar
"oh itu, aku cuma ngebayangin seandainya punya anak pasti menyenangkan bisa menemani mereka main dan becanda bersama mereka" jawabku sambil senyum dan ngebayangin itu semua "kamu sendiri kenapa senyum-senyum sambil memandangi mereka?" tanyaku balik
"kalo saya cuma lagi ngitungin berapa ya yang bisa saya dapatkan jika bisa menangkap mereka semua" jawabnya santai
yang langsung merubah raut wajahku menjadi takut dan cemas
"hmmppp haha haha, wajahmu lucu sekali, saya cuma bercanda, saya cuma lagi ngebayangin jadi sebesar mereka lagi pasti menyenangkan bisa main, tertawa, dan bercerita tanpa memiliki beban sama sekali" jawabnya "kalo kamu mau punya anak, kenapa nggak punya anak aja, kamu ada masalah sama kesehatanmu?, maaf kalau saya lancang menanyakan itu" tanyanya hati-hati
"bukan itu masalahnya" jawabku sambil senyum "aku belum menikah" jawabku lagi
"kenapa nggak nikah aja"
"nggak ada yang mau" jawabku jujur
dia mengerutkan keningnya bingung tidak memahami jawabanku
"yaaa kamu lihat sendiri bagaimana aku, jelek, hitam, giginya juga maju, nggak ada bagus-bagusnya jadi perempuan, jadi nggak ada yang mau sama aku, malahan ada yang nolak secara terang-tetangan" jabarku sambil senyum
"nggak ada orang yang jelek, hanya kita yang menjadikan diri kita jelek, kita diciptakan dengan kesempurnaan masing-masing oleh Tuhan tinggal kita yang harus menjaga" jawabnya serius dan aku hanya senyum
"terimakasih" ucapku "maaf aku harus balik pasti ibu sudah marah-marah ni di rumah masalahnya aku kabur pagi-pagi sekali" ucapku sambil senyum dan sambil melambaikan tangan padanya
"oke, semoga kita bisa ketemu lagi" ucapnaya dan hanya kujawab dengan senyum dan anggukan
"Dari mana saja kamu ha? !!!, kamu pikir kamu siapa bisa keluar masuk rumah ini seenaknya" ucap ibu dengan sangat marah padaku yang membuatku benar-benar sakit hati.
"tadi ira cuma pergi keluar sebentar bu" ucapku pelan sambil menahan air mata yang dengan mudahnya meluncur
"sebentar kamu bilang? kamu tidak lihat kalau kami disini semua sudah kelaparan, sekarang cepat masak untuk kami" ucap ibu sambil mendorongku ke dapur, dan entah kekuatan dari mana aku menepis tangan ibu dari tubuhku "ibu sebenarnya aku ini anak ibu atau pembantu sih di mata ibu?" tanyaku pada ibu dengan mata sudah memerah menahan tangis
"anak kamu bilang, kau adalah anak yang sangat menyesal ku lahirkan asal kau tahu!"
"Kalau ibu menyesal, kenapa ibu membesarkanku, dan menyekolahkanku?" jawabku takut-takut akan jawaban ibu, takut itu akan menyakitkanku
"iya saya membesarkanmu berharap nanti bisa mendapatkan hasilnya darimu seperti kakak dan adikmu, tapi apa yang saya dapatkan hanya cemoohan dari orang, benar-benar sial ternyata"
jawaban ibu membuatku membeku dan tidak bisa berkutik dan mencoba mencerna setiap kata yang dilontarkan oleh ibu.
"cepat masak sekarang saya lapar" suara ibu mengembalikanku ke bumi
aku berjalan dengan gontai ke dapur sambil mencoba memahami setiap kata yang dilontarkan oleh ibu
Ya Tuhan Engkau bilang tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan hambamu, tapi ini cukup berat untuk hamba ya Tuhan
jika saya memang tidak bermanfaat untukku dan orang lain kenapa aku harus hidup saat ini, dan menanggung semuanya sendiri tanpa memiliki sandaran untukku menangis untukku mengadu.
setiap orang memiliki beban hidupnya masing - masing dalam menjalani hidupnya karena kita memiliki jalan hidup yang berbeda, sepertiku saat ini memiliki beban hidup yang harus kulalui sendiri.
aku harus mencari jalanku sendiri untuk bisa bangkit dan menunjukkan pada ibu jika aku juga bisa berhasil melebihi dari saudaraku yang lain, aku harus mulai dari mana?
waktu terus berjalan aku masih maju mundur untuk mengungkapkan keinginanku pada ibu
"aku harus berani, semangat rasa! "
aku berjalan ke luar menuju tempat ibu yang lagi duduk santai
"bu ira mau bicara sama ibu boleh?" tanyaku lembut pada ibu
"mau ngomong apa kamu, mau ngebantah ibu seperti kemarin? "
"bu-bukan bu" jawabku gugup jujur aku masih agak takut karena sikapku kemarin pada ibu, walau bagaimanapun dia adalah ibu yang telah melahirkan dan memebesarkanku
"ya udah ngomong sekarang"
"bu boleh nggak ira coba pergi merantau dan mencari pekerjaan ke kota? " tanyaku takut-takut
"memang kamu punya duit untuk ke kota? " tanya ibu dengan nada yang sedikit sinis yang membuatku keberanianku menciut
"a-ada bu, untuk bisa bertahan beberapa bulan ira punya tabungan" jawabku mencoba meyakinkan diriku untuk bisa hidup sendiri
"ya silakan tapi jangan pernah coba-coba minta bantuan ibu ataupun saudara-saudaramu nanti" jawab ibu tegas dan sedikit mengintimidasiku
"terimakasih bu, boleh nggak kalau ira berangkatnya hari ini?" tanyaku takut-takut
"pergilah" jawab ibu cuek
Entah kenapa aku merasa sangat lega bisa keluar dari rumah ini, rumah yang seharusnya menjadi surga tapi ini sudah seperti neraka bagiku yang tak pernah mampu bernafas dengan leluasa disini
"bu ira pergi dulu bu, doain ira bisa berhasil dan bisa membahagiakan ibu ya?" pamitku pada ibu dan hanya dijawab ibu dengan gunakan yang sedikit membuatku kecewa
_____________________________________________
Disinilah aku berdiri dikota yang akan menjadi saksi kesuksesanku nanti, tunggu aku langit aku akan menyentuh dan memelukmu ungkapku penuh semangat tanpa disadari kalau ada masalah yang lebih rumit yang harus aku hadapi nanti didepanku nanti
aku berjalan menyusuri jalan yang baru bagiku sekarang "aku harus mencari tempat tinggal terlebih dahulu, tapi dimana ya" monologku sambil terus berjalan dan menjinjing tasku yang cukup berat "disitu ada warung, aku coba tanya disitu aja kali ya"
"Permisi bu, mau beli minuman dinginnya ada?" tanyaku pada ibu-ibu yang ada di warung itu
"eh ada neng, mau yang mana silahkan coba pilih sendiri" jawabnya sambil menunjukkan padaku letak minuman itu
"bu didekat sini ada kos-kosan nggak bu?" tanyaku sambil mengambil satu minuman dingin "berapa bu?"
"5 ribu neng, ada neng di gang depan itu ada neng" jawab ibu itu ramah
"oh ya, terima kasih ya bu, saya akan lanjut jalan ke sana" jawabku
"eh iya neng, silahkan" jawab ibu itu
_______________________________________________
aku berjalan terus walaupun lelah benar-benar telah menyerangku, kuat ra ini demi masa depan yang lebih baik semangatku pada diriku sendiri.
aku berdiri didepan rumah yang cukup bisa dibilang tidak layak dihuni tapi mau gimana lagi cuma ini yang murah dan yang sanggup aku bayar dengan tabunganku yang sangat tidak seberapa
"gimana dek" tanya bu tuti sang pemilik kosan yang akan aku tinggali ini
"iya bu, g' papa ko saya akan ambil" jawabku
"ya udah ini kuncinya, iya sih agak kurang layak tapi jika mau membersihkan dan dirapikan sedikit akan layak di tinggali kok" ucap bu tuti
"iya bu, terimakasih banyak bu" jawabku sambil senyum
ibu tuti langsung pergi meninggalkanku sendiri di depan pintu masuk rumah yang langsung kumasuki, ternyata didalam cukup berantakan dan kotor
"hufftt ini cukup parah ya, mau mulai dari mana ini sebaiknya saya pindah-pindahin dulu deh baru di sapu" monologku sendiri
sadangkan dirumah ibu humaira sedang terjadi sedikit keributan, "bu kok nggak ada makanan sih?" tanya lira sepulang kerja
"beli aja ibu lagi malas masak" jawab ibu sekenanya
"kak ira mana? nggak masak dia?"
"udah pergi dia, katanya mau mencari kerja juga, iri mungkin sama kamu jadi sok-sokan cari kerja" ucap ibu mengejek
"terus ibu izinin? terus yang masak siapa? yang bersih-bersih rumah, ibu gimana sih, aku kan capek bu pulang kerja, ibu mau gantiin kak ira?" tanya lira sambil bersungut-sungut
"ya nggak ibu jugalah, kamu bisakan pekerjakan orang untuk itu, durhaka kamu nyuruh-nyuruh ibu" ucap ibu kesal
"tapi bu gajiku masih belum cukup untuk itu" jawab lira
"ya udah ibu akan masak, tapi untuk bersih-bersih rumah ibu nggak bisa, bagi-bagi kerja lah kita" jawab ibu memberikan solusi
"ya udah deh" jawab lira dengan malas "coba aja ada kak ira pasti semua sudah beres"
kembali lagi sama ira yang masih bergelut dengan kotoran-kotoran yang membandel dirumahnya "semangat-semangat ra, kamu pasti bisa ini pekerjaan yang sudah kamu kerjakan setiap hari".
"hufftt akhirnya selesai juga"
lanjut untuk masa depan yang lebih cerah di depan
Humaira sangat semangat hari ini dia bangun pagi-pagi sekali dan bersiap-siap untuk mencari pekerjaan.
setelah setengah jam akhirnya iya siap juga dan memulai dengan basmalah dan berjalan menyusuri jalan yang sandi depannya
dia memasuki setiap toko-toko dan perusahaan yang ada di jalan itu untuk menanyakan lowongan yang ada di perusahaan dan semua menolak iya tapi itu tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap terus berjalan dan mendatangi setiap toko yang ada di jalan itu
"hufftt sulit juga ternyata mencari pekerjaan" keluhnya "nggak boleh ngeluh iraaaa, tetap semangat jalan ini masih panjang dan toko di sini masih banyak" ucapnya menyemangati dirinya sambil meneguk air mineral hingga tandas yang dibelinya tadi di warung dekat situ, tanpa dia sadari ada sepasang mata yang terus memperhatikannya dengan tersenyum
"toko yang di sana udah, yang itu juga udah jadi aku akan coba dijalan dekat simpang itu dulu deh kayaknya" ira terus berjalan menyusuri setiap toko yang ada dijalan itu tanpa dia sadari matahari sudah mulai tenggelam menemui peraduannya
karena sudah mulai gelap ira akhirnya memutuskan untuk kembali ke kosannya untuk beristirahat dan memulai lagi esok hari perjuangannya
______________________________________________
Seminggu sudah ira dikota untuk mencari pekerjaan ternyata tidak semudah yang ia fikirkan "susah juga ternyata, ini gimana lagi?"
waktu terus berjalan jalan demi jalan telah dilewati tapi ira masih juga belum mendapatkan pekerjaan hingga ia benar-benar hampir putus asa
"Ya Allah kenapa sangat sulit untukku, saya sudah berusaha ini sudah hampir tiga bulan dan saya masih belum dapat pekerjaan tabunganku juga sudah hampir menipis saya harus kemana lagi sekarang?" ucapnya sambil menangis karena sudah cukup lelah dan tidak mungkin juga dia pulang sekarang
Dan tidak disadarinya ada orang yang duduk disampingnya "jalan aja ke depan" ucapnya yang cukup mengagetkan iya dan langsung menoleh ke arah suara dan menatap orang itu dengan bingung hingga orang itu terkekeh dan bicara lagi "tadi bukannya kamu nanya harus kemana, ya udah jalan aja ke depan" ucapnya santai tanpa mempedulikan kebingungan orang yang disampingnya sekarang
"hmm?" tanyanya bingung
pria tadi terkekeh lagi "jadi ngapain disini nangis-nangis sendiri mau gantiin kuntilanak tugas? " jawabnya becanda
"maksudnya, ya nggaklah" jawab ira sambil cemberut
"trus ngapain disini mahgrib-mahgrib sendirian, kalo bukan mau jadi kuntilanak? " ucapnya lagi dan diikuti tawa ira
"bukan, saya disini hanya ingin menikmati suasana malam sambil memikirkan nasib saya ke depan yang harus tinggal dijalanan" jawabnya asal
"bukan asli sini?" tanya pria itu lagi sambil menahan senyumnya karena dia tahu kalau ira bukan dari sini karena mereka sebelumnya sudah pernah ketemu
"hmm bukan, saya dari desa ke sini ingin mencari pekerjaan tapi ternyata cukup susah untuk dapat pekerjaan" jawabnya
"cari pekerjaan? bukankah kamu ingin memiliki anak? kenapa malah cari pekerjaan?" tanyanya sambil menahan tawa
"hah?" ira bingung dengan pertanyaan pria itu dan menatap pria itu dan ia baru menyadari jika mereka pernah bertemu sebelumnya "ka-kamu yang di taman itu kan?" tanyanya yang di sambut tawa oleh rian
"hahaha akhirnya kamu mengingat saya, tahu nggak saya sempat sedih tadi karena kamu tidak mengingatku tadi" jawabnya sembil cemberut
"maaf tadi saya tidak terlalu memperhatikanmu jadi tidak sadar kalau itu kamu" jawabnya agak sungkan
"asal kamu tahu saya sudah beberapa kali melihatmu disini yang bicara sendiri" jelasnya
"masa? pasti kamu berfikir saya sudah mulai gila karena bicara sendiri" ucapnya
"iya, saya malahan sempat berfikir untuk menghubungi rumah sakit jiwa terdekat" ucapnya serius dan sambil menahan tawa melihat ekspresi ira saat ini
"maksud kamu benar-benar menganggap saya gila" tanyanya tak percaya dan diangguki oleh rian dengan wajah lucunya
"hahahaha kamu ternyata benar-benar polos" ucap rian yang sudah tidak tahan dengan tawanya melihat kepolosan dari ira
"ish kamu benar-benar jahat" ucapnya sambil memukuli rian yang masih tertawa dan akhirnya ira juga ikut tertawa untuk mengusir semua gundah yang dia rasakan dari tadi sedikit demi sedikit terangkat dan mampu meringankan beban yang dia pikul selama ini, akhirnya dia memiliki seseorang untuk bercerita dan tertawa tanpa memandang jijik padanya dia tertawa dengan lepas
rian tertegun melihat wajah ira yang sedang tertawa "manis"gumamnya dan masih memandangi wajah ira yang sudah tidak memiliki beban itu tapi tawa itu tak bertahan lama karena setelahnya ira menangis sejadi-jadinya rian memeluk ira yang tidak menolak dan mengelus punggung ira dengan lembut untuk menenangkannya dan mendengarkan semua keluh kesah ira yang dia coba tahan selama ini "kenapa harus aku?" ucapnya "aku capek, bukan mauku untuk tidak bekerja bukan mauku untuk tidak membalas semua yang ibu beri, kenapa ibu sejahat itu padaku hingga ia menyesal melahirkan dan membesarkanku kenapa ian bukan mauku memang ini jalan yang harus aku jalani" sambil terus menangis dan rian mengelus punggungnya "haruskah aku pergi sejauh mungkin hingga tidak menjadi benalu lagi, sekarang aku sudah coba melamar kesana kemari tapi masih belum dapat" ucapnya lagi "aku juga ingin menikah, tapi memang tidak ada yang mau menikahku, bukan inginku menjadi jelek seperti ini" ucapnya lagi sambil masih menangis dipelukan rian
sudah setengah jam lamanya mereka berpelukan akhirnya melepaskan pelukannya "maaf dan terimakasih kamu telah mendengarkan semua keluh kesahku dan terimakasih kamu juga sudah menemaniku disini" ucapnya sedikit malu karena baru pertama kali baginya dipeluk oleh laki-laki bukan keluarganya
"hmm sama-sama tapi sepertinya kamu harus mencucikan baju deh! " ucapnya sambil menunjukkan wajah cemberutnya
"hmm kenapa?" tanya ira polos
"kamu nggak lihat bajuku" sambil menunjukkan bajunya "ini penuh dengan air mata dan ingusmu, nggak mungkinkan aku pulang dengan baju seperti ini" ucapnya dengan memasang wajah serius
"jadi saya harus gimana?, nggak mungkin dicuci sekarangkan, karena nggak bakalan kering juga" jawabnya sedikit ragu
"ya kamu beliin kemeja baru untukku lah" jawab rian mencoba untuk mengintimidasi ira
"tapi saya tidak punya uang" ucap ira dengan penuh penyesalan
"hahahaha ternyata kamu memang sangat mudah dibohongi ya" jawabnya sambil tertawa
ira hanya tertegun tidak menyangka ternyata dia dibohongi lagi "ish kamu mah" jawabnya kesal sambil memukuli rian tanpa ampun
"iya iya ampun sakit iraaaa" pinta rian yang akhirnya dihentikan oleh ira
mereka sekarang duduk sambil menatap ke depan dengan fikiran masing-masing
"jadi kamu butuh pekerjaan" tanya rian
"iya, saya sudah hampir tiga bulan disini tapi masih belum dapat pekerjaan" jawabnya sambil tersenyum kecut
"kamu mau kerja yang seperti apa? "
"apa aja sih, saya nggak milih-milih" jawabnya serius
"hmm kamu nggak jadi baby sister untuk anakku, ya itu kalau kamu mau sih"
"mau mau, aku akan bekerja dengan sangat baik" ucap ira dengan semangat
"oke baiklah, besok kamu langsung kerumahku aja, ini alamatnya" ucap rian sambil menyerahkan kartu namanya dan disambut dengan senang hati oleh ira
"terimakasih pak rian" rian dengan panggilan pak dari ira tersebut
sadar dengan ekspresi rian ira langsung menjawab "kan sudah menjadi majikan saya, jadi harus lebih sopan" jawabnya sambil tersenyum
"nggak usah seperti itu, mungkin kalau sedang bekerja kamu tidak apa-apa memanggilku bapak, tapi kalau lagi di luar seperti ini kamu panggil namaku saja" ucapnya "kamu pulang sekarang? saya antar ya" menawarkan untuk mengantar ira pulang
"tidak usah pak, saya bisa pulang sendiri terimakasih banyak sebelumnya" ucap ira sambil berjalan menjauh meninggalkan rian sendirian dan meloncat kegirangan karena akhirnya dia memiliki pekerjaan dan itu semua tidak luput dari perhatian rian
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!