Bukan hanya Raiden yang kaget, Bu Mariam yang duduk di hadapan mereka saja mengelus dada melihat tingkah dan ucapan istrinya.
Bisa-bisanya ada manusia modelan seperti Tasya, untung wajah cantik minimal menutupi jiwa absurd nya.
"Saya permisi dulu Bu, silahkan dibanting atau dibunuh juga tidak papa. Saya ikhlas," ujar Raiden sembari bangkit dari tempatnya, diikuti Tasya dan Bu Mariam.
"Jahat banget sih om," bisik Tasya, memeluk lengan kekar itu seraya mengikuti suaminya keluar dari ruangan Bu Mariam.
"Kalo ada apa-apa hubungi saya aja Bu, ini kartu nama saya."
Raiden menyondorkan selembar kertas kecil kearah Bu Mariam, beralih menyalim wanita paruh baya itu yang sedari tadi menatapnya kagum.
"Terimakasih pak atas waktunya,"
Raiden hanya mengangguk, menundukkan kepalanya sebentar dan berlalu dengan Tasya. Entah setan apalagi yang merasuki anak yang satu ini, semua pasang mata tertuju kearah mereka dan tanpa tau malunya Tasya malah mengeratkan genggaman jemarinya di lengan kekarnya. Seakan menganggap dunia miliknya sendiri, yang lain menumpang.
"Sana! belajar yang benar," ujar Raiden.
Tasya hanya mengelengkan kepala, mengikuti setiap langkah kaki suaminya.
"Ck, jangan bandel!"
"Om, cilik Tasya dong,"
"Jangan ngawur, sana!"
"Om, teman semeja Tasya gak hadir. Tasya jadi kesepian, kayak jomblo karatan,"
"Jangan banyak alasan,"
"Benar om, Tasya gak bohong. Sumpah,"
Spontan Raiden menghentikan langkahnya, terdengar helaan napas panjang hingga manik siempunya beralih ke arah istrinya.
"Belajar yang benar, jangan banyak alasan. Saya gak suka wanita bodoh,"
Bibir pink itu mengerucut kedepan, maniknya sayu kepalanya menunduk menatap tepat sepatu hitam suaminya. Dari sepatu saja, perbandingan mereka berdua sangat jauh berbeda. Apalagi penampilan. Entah apa yang akan orang-orang katakan, jika mereka tau mereka berdua suami istri.
Raiden yang menyadari perubahan wajah istrinya hanya bisa menghela napas panjang, kembali melanjutkan langkahnya menghindari tatapan mata yang sedari tadi tertuju kearah mereka berdua.
"Saya balik ke kantor, kamu balik ke ruangan. Jangan bolos, om gak suka."
"Yah, tapi om–"
"Gak ada tapi-tapian,"
"Om, culik Tasya dong." rengek Tasya kembali, sembari menghentak-hentakan kakinya layaknya anak kecil.
"Om, Tasya malas."
"Gak ada bantahan!"
"Om,"
"Gak!"
"Om,"
"Gak!"
"Om,"
"Astaga, pusing juga lama-lama."
"Om, bawa Tasya pulang yah."
Raiden memutar matanya jengah, detik berikutnya menganggukan kepalanya.
"Serius, om?"
"Hm,"
"Yaudah, ayo."
"Ambil tas kamu sana, om tunggu di sini."
"Bohong,"
"Gak,"
"Yaudah minta sini kuncinya, Tasya tau om pasti kabur."
Sial, batin Raiden.
Padahal rencananya Raiden akan lari sebentar lagi, tapi sayangnya manusia yang satu ini tidak bisa dibohongin. Tasya lebih licik, Raiden bisa apa.
Terpaksa meronggoh saku jas hitamnya, meletakkan kunci mobilnya diatas telapak tangan istrinya. Hingga punggung itu berlalu, berlari terbirit-birit melewati lorong sekolah satu persatu.
Dengan berat hati Raiden meminta izin ke wali kelas Tasya, bagiamana pun juga anak yang satu itu tidak bisa dibawa kabur begitu saja apalagi masih jam pelajaran sekolah.
Bertepatan Raiden sampai di parkiran, Tasya sudah stand by duduk didalam mobil, melambaikan tangannya tanpa merasa berdosa sedikitpun.
Benar-benar anak yang satu ini, untung istri sendiri. Batin Raiden.
Dengan perasaan dongkol Raiden duduk dibelakang kemudi, menyalakan mesin dan perlahan melajukan mobil meninggalkan pekarangan sekolah.
"Om,"
"Apa lagi?"
"Kita mau kemana?"
"Pengadilan, lama-lama saya bosan ngeliat kamu."
"Ck, ck, ck, ucapan itu doa loh om. Emang om mau duda muda?"
"Gak,"
"Om cinta sama Tasya?"
"Kepedean,"
Tasya mencibir, mencubit lengan kekar itu saking gemasnya.
"Udah tua juga, dasar om-om."
Raiden memilih diam, fokus menatap lurus kedepan tanpa berniat membalas ucapannya.
Tak menunggu lama mobil sudah terparkir di depan kantor, dengan grasa grusu Tasya melepas sealtbetnya berlari kecil meraih lengan kekar itu kembali.
Maniknya langsung fokus mengamati sekeliling, tanpa memperdulikan semua pasang mata yang tertuju kearah mereka berdua. Lagian Tasya tidak melakukan apa-apa, hanya mengandeng lengan kekar itu saja.
"Om,"
"Hm,"
"Kita pulang jam berapa?"
"Baru nyampe juga, udah nanya pulang."
Tasya hanya tertawa kecil, mengikuti kaki jenjang itu masuk kedalam salah satu ruangan yang bertuliskan CEO.
"Om tinggal sendiri di sini?"
"Emang kamu pikir ini tempat apaan?"
"Tempat tidur,"
Tasya menghempaskan tubuhnya ke atas sofa, membaringkan tubuhnya senyaman mungkin dan memejamkan mata. Hanya beberapa menit, maniknya sudah tertutup rapat dengan napas yang teratur.
Bahkan Raiden sempat tercegang, melangkah mendekat kearahnya memastikan Tasya benar-benar tertidur atau tidak.
"Cepat banget tidurnya, dia makan apaan bisa tidur secepat itu?"
Raiden melepas jas hitamnya, menutupi paha putih itu yang terekspos karena rok abu-abu Tasya tersingkap keatas.
Detik, menit, jam berlalu Tasya masih setia memejamkan matanya. Sesekali Raiden menoleh kearahnya dan kembali fokus bekerja. Jam makan siang berakhir, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 17:00 padahal mereka berdua belum makan siang.
Dengan berat hati Raiden bangkit dari tempatnya, duduk di sofa yang sama tepat di ujung kepala Tasya.
"Sya, bangun!"
Raiden menepuk pelan pipi chubby itu, hingga manik siempunya terbuka.
"Pulang!"
Spontan Tasya mendongakkan kepalanya keatas, detik berikutnya meletakkan kepalanya di paha kekar itu.
"Ngantuk om,"
"Hampir seharian loh kamu tidur,"
"Biasa,"
Terdengar decakan kecil, perlahan lengan kekar itu mendorong tubuhnya duduk di atas sofa.
"Buruan, kita belum makan siang. Nanti maag kamu kambuh," ujar Raiden, meraih jas hitamnya kembali lalu dipasangkan ditubuh kekar nya.
"Ayo!"
"Gendong,"
"Ck, jangan manja."
"Om,"
"Nyusahin mulu jadi anak,"
Tubuh kekar itu duduk berjongkok tepat dihadapan Tasya, dengan antuasias Tasya naik keatas punggung kekar itu memeluk erat leher suaminya.
Seperti semula semua pasang mata tertuju kearah mereka berdua, walau tetap saja kedua insan itu tidak memperdulikan apa-apa.
"Om, karyawan di sini tukang gosip yah?" ucap Tasya sedikit meninggikan suaranya.
"Gak tau, tapi mereka dibayar buat kerja bukan ikut campur urusan orang lain."
Spontan semua karyawan gegalapan, kembali fokus dengan kerjaan masing-masing.
Dengan jahatnya Tasya tertawa, merasa menang suaminya berada di pihaknya.
"Mereka semua takut om,"
Raiden hanya mengangkat bahunya acuh, menurunkan tubuh ramping itu perlahan ke jok mobil.
"Terimakasih, om suami."
Siempunya hanya diam, berlari kecil mengelilingi mobil. Duduk dibelakang kemudi seperti biasanya.
"Kamu bisa masak?" tanya Raiden sembari fokus menyetir.
"Gak om,"
"Yah, jadi kamu bisa apa kalo gitu ceritanya?"
"Urusan ranjang,"
"TASYA!"
"Sok jual mahal, lagian bisa delivery om apa susahnya sih?"
"Gak sehat,"
"Yaelah, hidup suami Tasya gini amat. Jangan terlalu monoton om, sesekali lari dari jalur. Hidup gak selalu sesuai aturan, membosankan tau."
"Bocil,"
"Om-om, mana sok polos lagi."
Spontan Raiden melototkan matanya, melirik sebentar kearahnya dan kembali fokus menyetir. Hingga mobil terparkir didepan rumah, dengan gerakan kilat Tasya melepaskan sealtbetnya, naik keatas punggung kekar itu kembali.
"Yah,"
"Mager om,"
"Jauh-jauh sana, berat."
"Bilang aja takut khilaf,"
Raiden hanya mengehela napas panjang, turun dari mobil dengan Tasya dipunggung kekarnya.
"Tasya mau ke kamar yang itu," tunjuk Tasya kearah kamar suaminya.
"Gak boleh!"
"Om, Tasya mau ke sana."
Raiden tidak mengindahkan ucapannya, membuka pintu kamar Tasya dan melangkah masuk kedalam.
"Turun!"
"Gak,"
Tasya memeluk erat leher suaminya, kedua kakinya melilit ditubuh kekar itu.
"Tasya!"
"Gak mau,"
"Astaga bandel banget jadi anak, turun gak!"
"Gak mau,"
"Om b*ntungin kalo kamu gak mau,"
"Silahkan, siapa takut."
Dua-duanya sama-sama keras kepala, Raiden berusaha menurunkan Tasya dari punggungnya dan Tasya semakin mengeratkan pelukannya.
Hingga tubuh kekar itu kehilangan keseimbangan, sontak mereka berdua melototkan matanya.
"OM RAIDEN BERAT!"
________________
TERIMAKASIH:)
Daddy Gavin raja setan nya, kalo Tasya cucu nya🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Pepy Aponno
dua duanya keras kepala
2022-07-27
0
A.0122
sama aja dgn novel gavin dimna toko utamanya punya wajah cantik dan tampan tpi beda dgn kelakuan
2022-04-01
1
Rice Btamban
😁😁😀lucu
2022-03-30
1