Pagi ini Tasya bangun lebih awal, tepat pukul 06:00 Tasya sudah bangun dari tidurnya. Sekedar menjaga image dari sang suami, jadi Tasya harus terlihat sempurna.
Dengan anggun nya Tasya menikmati sarapannya, duduk manis diatas kursi meja makan sesekali melirik kearah tangga. Tapi sayangnya hingga detik ini, manusia yang ia tunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Entah kemana sugar Daddy nya.
"Ck, om Raiden suka banget ditungguin. Apa salahnya coba Tasya yang ditungguin? jadi suami gak ada romantis-romantisnya," gerutu Tasya.
Dengan kesal bangkit dari tempatnya, menaiki tangga satu persatu dengan kaki yang di hentak-hentakkan.
"OM RAIDEN!"
Jemarinya mengetuk pintu kamar tak sabaran, dengan napas yang memburu kesal dengan suaminya. Tasya bela-belain bangun pagi-pagi, sekalian melihat reaksi suaminya. Tapi bukan pujian yang Tasya dapatkan, melainkan pukulan kecil di dahinya tepat pintu kamar terbuka.
"Jangan teriak-teriak ini bukan hutan!" peringat Raiden.
"Sakit om,"
"Jauh-jauh sana, saya om, om."
"Om dengar semalam?"
"Gak, masih nanya,"
"Maaf om, Tasya sayang kok sama om. Tapi Tasya takut sama om, om, kecuali om suami,"
Siempunya hanya mengangkat bahunya acuh, kembali masuk kedalam kamarnya tanpa menutup pintu seakan memperbolehkan Tasya masuk kedalam.
Dengan senang hati Tasya masuk kedalam, mengamati kamar Raiden yang terlihat bernuansa hitam. Mulai dari cat tembok berwarna hitam, selimut tebal berwarna hitam, bahkan hampir semua isi kamar berwarna hitam. Sebenarnya seram, tapi karena Raiden yang menempati kamar ini Tasya jadi suka.
"Om,"
"Hm,"
"Tasya boleh tidur di sini?"
"Ini udah pagi kalo kamu lupa,"
Tasya hanya berdecak kecil, duduk di tepi ranjang menatap punggung kekar itu sibuk memasangkan dasi nya didepan cermin. 'Perfect' satu kata yang terlintas dalam benak Tasya. Pria yang satu ini memang sempurna, tidak ada tandingannya.
"Jangan melamun! disini banyak setan," gurau Raiden, tepat maniknya beralih kearah gadis cantik yang duduk di tepi ranjangnya.
"Serius om? padahal yang di depan cermin juga kayak setan,"
"MAKSUD KAMU SAYA SETAN?"
Tanpa merasa berdosa nya Tasya malah tertawa terbahak-bahak, tanpa memperdulikan tatapan tajam yang mengarah ke arahnya.
"Just kidding om,"
"Keluar!"
Tasya hanya mengelengkan kepalanya, tanpa berniat bangkit dari tempatnya.
"Bocil,"
"Om, om,"
"TASYA!"
"Jangan teriak-teriak om ini bukan hutan!"
"Br*ngsek," umpat Raiden, meraih jas hitam dan ponselnya dari atas ranjang. Berlalu keluar dari kamar di ikuti Tasya dari belakang.
"Om ngambek? padahal udah tua juga,"
"Diam!"
"Tasya cuman bercanda om, serius dua rius malah."
"Diam atau saya cium!"
"Oh, silahkan. Cium dimana?"
Spontan Raiden melototkan matanya, menatap Tasya yang kini berdiri tepat dihadapannya dengan memanyunkan bibirnya.
Astaga bukannya takut dengan ancamannya, ini malah menawarkan diri sendiri dengan senang hati. Memang gadis yang satu ini benar-benar kelakuannya.
"Sini om, katanya pengen cium."
Raiden hanya mampu menghela napas panjang, kembali melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan tingkah konyol istri kecilnya.
"Om, gak seru."
Tasya kembali duduk di meja makan, melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda.
Selama makan yang terdengar hanya dentingan sendok, hingga Tasya bangkit dari tempatnya duduk disamping Raiden dengan senyuman mengembang di bibirnya.
"Om,"
"Pasti ada maunya,"
"True, nilai seratus buat om."
"Langsung to the point,"
"Jadi gini, om. Sekolah buat lomba nulis cerpen,"
"Jadi?"
"Orangtua di suruh datang ke sekolah jam sepuluh tepat, ini kerangka cerpennya siapa tau om suka. Tapi Tasya harap om gak usah datang. Tasya pamit,"
Dengan gerakan kilat Tasya meraih ranselnya, berlari terbirit-birit keluar dari rumah demi menyelamatkan nyawa.
Tanpa memperdulikan isi amplop putih itu, Raiden memasukkannya kekantong jas hitamnya. Bangkit dari tempatnya berlalu keluar dari rumah.
Seharusnya pengantin baru honeymoon atau gimana gitu. Hari pertama jadi suami orang, Raiden malah kembali bekerja seperti biasa. Sesekali terdengar decakan kecil, kaki jenjang itu melangkah masuk ke gedung pencakar langit di hadapannya dengan perasaan dongkol yang menumpuk menjadi satu.
"Morning sir, kenapa wajah anda begitu murung? apa servis dari nona muda tidak memuaskan?" sindir Rudi, sekretaris sekaligus sahabat Raiden.
"Bukan urusanmu!"
"OMG, aku turut berdukacita. Semoga Allah memberikan hidayah,"
Spontan Raiden melototkan matanya, menatap tajam kearah Rudi yang tertawa terbahak-bahak layaknya kuntilanak kurang belaian.
"B*ncong," sindir Raiden.
"Hei, jaga mulut anda tuan. I'm so beautiful,"
"Ck, gak ada yang benar. Bini gesrek, sekretaris lebih gesrek."
Kebetulan sahabat Raiden yang satu ini lebih dominan bersifat layaknya wanita, bukan seperti pria pada umumnya. Raiden hanya mampu mengusap wajahnya gusar, berlalu keluar dari lift melangkah lebar masuk kedalam ruangannya dan mengunci pintu dari dalam.
"HEI BOY, JANGAN LAMA-LAMA MENGURUNG DIRI. TAKUTNYA SETAN MERASUKI," teriak Rudi dari balik pintu.
Seharian mengurung diri di dalam ruangan yang tertutup ini sudah biasa bagi Raiden, hanya menatap layar komputer tanpa berniat keluar mencari angin segar.
Hingga Raiden teringat amplop putih pemberian dari Tasya, baru perhatiannya teralih dari layar komputer. Dengan wajah serius Raiden membaca isi kertas putih itu, detik berikutnya melototkan matanya.
"Gadis nakal."
_____________
Materi demi materi sudah jelas diterangkan guru pengajar dari depan.
Tapi sayangnya, tak satu pun yang masuk kedalam pikiran Tasya. Maniknya mengantuk, lengannya digunakan menopang kepalanya diatas meja.
Hingga manik tajam itu mengarah ke arahnya, detik berikutnya namanya mengelar seisi ruangan.
"TASYA, KELUAR KAMU DARI RUANGAN SAYA!"
Ini nih yang ditunggu-tunggu, mulai dari tadi kek. Kenapa baru sekarang, batin Tasya.
Tanpa tau malunya Tasya bangkit dari tempatnya, melangkah keluar dari ruangan tanpa memperdulikan ucapan yang keluar dari mulut pedas itu.
"Anak gadis kelakuannya gak ada yang benar. Gak malu kamu Tasya?"
Dia ibu Mariam, guru fisika terkiler di sekolah. Tasya biasa bahan amukannya dan berdiri didepan kelas seperti saat ini juga sudah biasa.
"Berubah kamu Tasya,"
"Berubah jadi apa Bu? Ultraman?"
"Jangan bercanda kamu,"
"Tasya udah pernah coba bu, tapi yah begitu."
Mariam hanya mengelengkan kepalanya, menatap gadis dihadapannya dengan tatapan heran. Bisa-bisanya ada manusia modelan seperti ini, mana perempuan tapi kelakuannya selalu menyulut emosi saat bertemu.
"Nilai kamu C semua Tasya, sampai kapan kamu seperti ini?"
"Sampai tamat Bu," sahut Tasya dengan santainya.
"Seandainya bunuh orang bukan dosa, udah saya lenyapkan kamu detik ini juga."
"Ibu melawak? maaf Bu gak lucu,"
"TASYA!"
Siempunya hanya tertawa kecil sembari menundukkan kepalanya, tanpa menyadari seseorang yang melihat tingkahnya dari kejauhan.
______________
TERIMAKASIH:)
ASAL KALIAN SUKA
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Pepy Aponno
lanjut
2022-07-27
0
Pepy Aponno
lanjut ceritanya seru
2022-07-27
0
donald
tasya cantik tp barbar wkwkwk
2022-04-11
0