Isi selembar kertas dari amplop putih itu bukan kerangka cerpen seperti yang Tasya ucapkan, yang ada surat pernyataan sekolah untuk orangtua, karena Tasya jarang masuk ke dalam kelas, tepat mata pelajaran fisika.
Pantasan anak nakal itu berlari keluar dari rumah, tau isinya berbeda. Detik itu juga Raiden akan membawanya kembali kedalam kamarnya.
Saking penasarannya dengan kelakuan istri kecilnya di sekolah, Raiden sengaja datang ke sekolah tidak pada waktu pertemuan itu. Dan diluar dugaan, kelakuan istirnya memang di luar nalar manusia normal.
Bisa-bisanya Tasya tertawa, padahal wanita paruh baya dihadapannya sudah naik darah tinggi. Ternyata bukan cuman ia korban kelakuan gadis yang satu itu.
"Selamat pagi bu,"
Suara bariton terdengar, ucapan Mariam terpotong dengan Tasya setia menundukkan kepalanya.
"Selamat pagi pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya Mariam, dengan suara yang berubah drastis.
Di dalam hati Tasya mengumpat, manusia yang sering ia juluki nenek lampir itu berubah drastis hanya karena berbicara dengan pria. Karena Tasya bisa lihat sepatu hitam berdiri tepat dihadapan nya, dengan aroma maskulin yang menguar.
"Wali dari," tunjuk Raiden kearah Tasya.
"Serius pak?"
Raiden hanya mengangguk kan kepalanya, dengan seulas senyum tipis terbit dibibirnya.
"Jam pelajaran belum berakhir, mohon bapak tunggu di ruangan saya sebentar. Biar Tasya yang antar, saya permisi dulu pak," pamit Mariam.
Raiden hanya mengangguk kan kepalanya, menatap punggung wanita paruh baya itu berlalu masuk kedalam ruangan dan Tasya masih setia menundukkan kepalanya.
"Sampai kapan kamu menunduk?"
"Sampai urat kepala saya putus pak," sahut Tasya dengan santainya, tanpa berniat menatap pria dihadapannya. Karena biasanya tamu yang datang sekolah selalu pria buncit memakai setelan formal, dengan tatapan seakan mengajak ke neraka alias om-om mesum.
Kesal mendengar ucapan ngawur dari bibir pink itu, Raiden langsung melilitkan lengannya kepinggang ramping gadisnya. Menarik sedikit paksa tubuh ramping itu mengikuti langkahnya.
"Eh, bapak jangan macam-macam sama saya!" ancam Tasya, sembari mendongakkan kepalanya keatas menatap pria itu.
"Terserah saya, orang milik saya."
"Lah, sejak kapan om ke sini?" tanya Tasya syok.
"Tahun lalu, suara suami sendiri aja gak tau,"
"Tasya pikir om-om mesum."
Raiden hanya menghela napas panjang, melewati lorong sekolah satu persatu tanpa berniat melepaskan lilitan lengannya dari pinggang ramping itu.
"Om, jauh-jauh sana. Nanti ada yang lihat," bisik Tasya, sembari mendorong tubuh kekar itu menjauh.
"Diam!"
"Ck, gimana sih om?"
"Ruangannya mana?"
"Di ujung lorong,"
Raiden sengaja melebarkan langkahnya, masuk kedalam ruangan dan menutup pintu dari dalam.
"Area sekolah di larang berbuat mesum om,"
"Emang kamu pikir saya mau ngapain?"
Tasya hanya mengangkat bahunya acuh, duduk di sofa tepat disamping Raiden. Menyandarkan kepalanya di bahu suaminya, menghirup dalam-dalam aroma khas tubuh kekar itu.
"Kapan lomba menulis cerpen itu diadakan?" tanya Raiden dingin.
"Kapan-kapan om,"
"Ulangi!"
"Maaf om,"
"Ulangi!"
"Tasya bohong om,"
"Ulangi!"
"Yaelah, maksud om apaan sih?" sergah Tasya, bangkit dari tempatnya berdiri tepat dihadapan tubuh kekar itu.
"Ulangi, ulangi, ulangi, maksudnya apaan? Tasya gak tau bahasa hati om, bikin kesal aja."
Raiden memilih diam, melipat kedua tangannya di depan dada sembari menatap wajah cantik itu dengan tenang.
Tasya yang menyadari hal itu langsung bungkam seribu bahasa, dengan gerakan sepelan mungkin kembali duduk ketempat semula.
"Udah?"
"Maaf, om."
"Ulangi!"
"Maaf, om."
"Ulangi!"
"Tasya ngaku salah,"
"Good, besok-besok ulangi!"
"Iya om. Eh– maksudnya gak om."
"Sopan santun masih dibawah rata-rata, gak sesuai dengan umur."
Tasya udah biasa, harus gimana lagi. Yang ngajarin sopan santun juga gak ada, batin Tasya.
Sekejap hening, Tasya memilih diam dengan menundukkan kepala tanpa berniat membuka suara atau sekedar menatap wajah tampan itu.
"Sya," bisik Raiden tepat di telinga Tasya, seakan mengoda gadisnya.
"Apaan sih om, geli tau."
Terdengar kekehan geli dari bibir itu, tubuh kekarnya merapat dengan tubuh ramping istrinya sembari melipat kedua tangannya.
"Bel masih lama?"
"Gak om, bentar lagi."
Raiden hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, beralih menoleh kearah wajah cantik itu yang sedari tadi diam membisu.
"Kamu sakit gigi?"
"Sakit hati om,"
"Lebay kamu,"
Tasya hanya tertawa kecil, menatap lengan kekar itu yang terlihat berurat dan berotot di balik jas hitamnya.
"Oh, iya om."
"Hm,"
"Katanya ada pasar malam di kota," adu Tasya penuh harap, sembari menatap wajah tampan itu antusias.
"Jadi?"
"Gak ada rencana gitu?"
"Gak, saya kerja."
"Yah, om gak seru."
Tasya memukul kecil kepalanya ke lengan kekar itu, menerbitkan seulas senyuman manis dibibir siempunya. Jemari besarnya terangkat mengelus lembut belakang rambut istrinya, hal sederhana yang membuat Tasya diam mematung.
"Om sibuk Sya, gak ada waktu keluar rumah," ucap Raiden lembut.
Spontan Tasya tersenyum lebar, menundukkan kepalanya dalam-dalam senang mendengar suara bariton bernada lembut itu. Layak alunan lagu dangdut, eh bukan maksudnya klasik.
Hingga terdengar bel berbunyi, Reiden langsung mengeser tubuhnya sedikit menjauh dari tubuh ramping itu takut di sangka yang tidak-tidak.
"Maaf pak," ucap Mariam tepat masuk kedalam ruangannya, meletakkan segelas kopi hangat di hadapan Raiden.
"Langsung to the point aja Bu, waktu saya gak banyak."
Mariam menganggukan kepalanya, mengerti akan hal itu.
"Jadi begini pak, beberapa bulan ini Tasya selalu bolos mata pelajaran saya, lebih tepatnya pelajaran fisika. Nilai Tasya bahkan lebih dibawah rata-rata, padahal nilai, absen, penentu kelulusan nantinya," jelas Mariam.
"Jadi cara mengatasinya gimana Bu?"
"Sekolah mengadakan les privat khusus murid yang bermasalah dengan nilai, hanya setengah jam kok pak tidak lebih dari itu."
"Tasya ikut, gak ada penolakan!"
"Tapi om–"
"Gak ada tapi-tapian!"
Tasya mendengus kesal, melirik tajam kearah suaminya sembari mengerucutkan bibirnya.
"Maaf sebelumnya pak, kalo boleh tau bapak sama Tasya punya hubungan apa? seingatnya saya, Tasya anak tunggal," tanya Mariam penasaran.
"Cucu," sahut Tasya asal.
Spontan Raiden menoleh kearahnya, tepat manik gadisnya bertemu dengan maniknya.
"Anak durhaka ini ponakan saya Bu,"
Mariam hanya mengulum senyum, melihat interaksi kedua insan berbeda jenis kelamin itu.
"Jauh berbeda yah pak," ungkap Mariam jujur, karena hampir semua orang mengenal Raiden Dirgantara terutama pihak sekolah.
"Biasa Bu, anak pungut," celetuk Raiden.
"Yah, jahat banget sih om."
Raiden menahan mati-matian tawanya, apalagi tubuh ramping itu meringsut mendekat kearahnya dengan bibir yang semakin dimanyukan kedepan.
"Masa om tega bilang Tasya anak pungut," rengek Tasya, sembari menarik-narik ujung jas hitam suaminya.
"Jadi?"
"Anak setan,"
"ASTAGA!"
___________
TERIMAKASIH TELAH MEMBACA CERITA INI:)
Dan Terimakasih kembali:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
💕febhy ajah💕
suka dgn sifat bar2 tasya
mngkin tasya kekurangan kasih sayang sma ortunya jdinya gitu
dia pengennya diperhatiin jdi kelakuannya seperti itu
2023-06-09
0
Puput Tiara andreani
aq suka smua crita mu thor
2022-09-23
0
Mamahnya Rasya
🤣🤣🤣
2022-09-14
0