Eps. 5
"Apa kau mau terus bertingkah seperti ini? Kau akan terlihat aneh di mata mereka kan? Apa tidak masalah?" Lisya memiringkan kepalanya dengan tersenyum remeh.
Sesaat berikutnya, Lisya menoleh, melirik teman-teman Clara yang mulai berlari mendekat.
Gadis yang gemetaran dengan wajah syok ini masih tertunduk, kedua tangannya kini meremat rok abu-abunya dengan kuat. Ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan untuk menenangkan hatinya yang tak karuan.
"Aku tidak tahu kenapa kau tiba-tiba saja berubah seperti ini, tapi… mungkin setelah ini aku akan sering mengunjungi mu, jadi biasakan saja," ucap Lisya, menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Clara terus mengatur nafas agar tetap tenang meskipun sebenarnya sangat sulit. Bukan hanya Alice dan Dita, tapi banyak pasang mata lain yang tengah memperhatikannya begitu berminat.
Tenang Clara, tenang. Lisya tidak memberikan aura intimidasi pada ku, jadi aku tidak boleh takut. Aku harus tenang.
Suara kedua temannya membangunkan Clara dari rasa kalutnya. Ia mulai menatap Alice saat temannya itu mengguncang tubuhnya pelan. Mereka berdua sudah berdiri di depan Clara, menatapnya khawatir.
"Hei? Kau kenapa?" tanya Alice.
"Apa kau baik-baik saja?" sambung Dita.
Sekilas Clara menatap Lisya yang sedang berdiri di belakang dua orang perempuan di depannya.
"Aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit haus, ayo cepat ke kantin," ajak Clara sedikit kikuk kemudian bergegas ke kantin dengan menarik kedua tangan temannya.
"Hei tidak perlu buru-buru," protes Dita.
"Sampai jumpa lagi ya," sindir Lisya yang tengah terkekeh kecil lalu pergi mengikuti kelompok laki-laki populer itu.
.
.
.
Clara berjalan menuju parkiran sepeda yang masih sedikit penuh dengan anak-anak yang akan pulang, ia tidak menghiraukan Alice dan Dita yang sedari tadi berbincang-bincang disebelahnya.
Saat mengalihkan pandangannya, Clara tidak sengaja melihat Lisya dan Reyhan yang sedang berdiri di samping motor besar, tak jauh dari tempatnya berdiri.
Dengan terburu-buru ia mengambil sepedanya, tidak menghiraukan tubuhnya yang sesekali terhantuk ke kendaraan orang lain. Clara pergi setelah berpamitan pada Dita dan Alice.
"Aku duluan, dah." Ia tidak peduli hantu itu memperhatikannya atau tidak. Yang terpenting ia harus segera pergi dari sana.
“Sejak pingsan waktu itu, Clara jadi sedikit aneh,” ujar Dita tampak khawatir.
Alice mengangguk singkat. “Hmmm.. ayo pulang,” ajak Alice setelah mengiyakan ucapan Dita.
.
.
.
Setelah merasa lelah kabur dari Lisya, akhirnya Clara sampai juga di rumah. Ia membuka pintu rumahnya lalu melangkahkan kaki menuju dapur.
AAAAAKKH
Clara sangat terkejut dan berteriak saat melihat perempuan berambut panjang dengan dress polos, sedang berdiri membelakangi Clara.
Wanita ini menoleh melihat Clara yang sedang menyentuh dadanya, mencoba menormalkan nafasnya yang sedikit memburu.
“Mama!! Mama mengagetkan ku!” kesal Clara.
“Haah?? Mama hanya berdiri dan memasak di sini, apanya yang mengagetkan mu?” tanya Harumi.
Clara mendengus sebal, berjalan menuju meja makan lalu duduk di sana. Tas nya ia letakkan sembarang di atas lantai.
“Letakkan tas mu di kursi,” titah Harumi yang sudah kembali memotong sayuran.
“Kenapa Mama berpakaian seperti itu? Siapa yang tidak terkejut melihat Mama dengan rambut panjang seperti itu!” sungut Clara.
“Hahaha, kenapa harus terkejut? rambut Mama masih sedikit basah, Mama juga ingin bersantai di rumah,” jelas Harumi santai.
Clara mendengus. “Aku pikir Mama itu hantu!” ujar Clara.
Harumi menghentikan aktivitas memotong sayurnya, ia membalikkan badan pada Clara, melihat raut wajah Clara yang terlihat tidak tenang. Harumi meletakkan pisaunya dan melangkahkan kakinya, duduk di meja makan.
“Kau melihat hantu lagi?” tanya Harumi serius dengan nada tenang.
Clara terkesiap, seharusnya ia bisa menjaga sikapnya agar Mamanya tidak curiga.
“Bukankah dulu sudah tidak bisa melihat lagi?” sergah Harumi.
“Bukan begitu Ma, aku hanya-- … ter--.. kejut,” ucap Clara ragu saat melihat senyum Harumi yang sangat manis.
Clara memang tidak pandai berbohong pada ibu nya, apalagi jika berhubungan dengan hantu. Entah karena insting atau apa, ibunya akan segera tahu.
“Hmm…?” deham Harumi tersenyum manis.
“Uumm..” Clara mengalihkan tatapannya.
Jika ibunya sudah tersenyum begitu manis dan bertanya dengan sangat lembut, lebih baik Clara menyerah dan mengaku saja.
“Dimana kau melihatnya Sayang?” tanya Harumi lembut.
.
.
.
Sejak di bangku SD, aku sering merasakan hal seperti ‘ada yang memperhatikan ku’, ‘ada seseorang di belakang ku’, ‘ada sesuatu di sudut kamar itu’ dan hal-hal aneh lainnya.
Hingga suatu saat, aku bisa melihat sekilas bayangan ‘seseorang’, namun aku masih tidak mengerti.
Sialnya, semakin ku biarkan, hal itu semakin mengganggu ku, mengusik ketenangan ku, memancing amarah ku, mengalihkan fokus ku membuat ku terpuruk dalam ketakutan. Membuat ku sangat frustasi.
Masih ku ingat saat itu….
Clara masih duduk di bangku kelas enam SD. Ia berjalan bersama tiga orang teman perempuannya melewati perkebunan salak yang tidak begitu luas, namun tidak terawat, yang berada di belakang gedung sekolah.
Mereka berhenti di pohon arbei yang tidak begitu besar namun berbuah begitu lebat. Gedung belakang sekolah memang cukup sepi, hanya beberapa anak kelas lima atau kelas enam yang berani datang ke tempat ini secara bergerombol.
"Wah sudah banyak yang matang," suara anak berponi datar.
"Iya. Eeuummm enak, manis," gumam anak dengan rambut ekor kuda.
"Hei, jangan di makan sekarang, nanti saja pas di kelas."
Clara menyapukan pandangan di sekitar kebun saat mendengar ada suara anak kecil yang sedang menangis. Ia mencoba mencarinya namun tidak menemukan siapapun disana.
"Hiks hiks hu u u"
“Hei, apa kalian mendengar suara anak menangis?” tanya Clara pada teman-temannya yang sedang sibuk memetik buah arbei.
“Suara menangis apa?” tanya anak perempuan dengan rambut ekor kuda.
“Umm… suara… anak menangis,” ucap Clara ragu.
“Sudah jangan mengada-ada, Clara!” ucap anak perempuan tomboy yang sedang menaiki pohon arbei.
“Benar, apa kalian mendengarnya?” tanya anak dengan rambut ekor kuda.
“Tidak,” jawab keduanya serempak.
“Tapi aku benar-benar mendengarnya. Aku mendengarnya dari arah sana,” tunjuk Clara pada kebun salak.
Kebun yang begitu tidak terawat, tidak ada tanda salak berbuah hanya ada tangkai pohon salak yang berjatuhan dan mengering begitu saja.
Suasana yang masih cukup dingin dengan pepohonan rimbun, semilir angin membuat dedaunan mulai bergoyang.
“Dimana?” tanya anak tomboy yang kini sudah turun dari pohon. Ia mendekat ke arah yang Clara tunjuk.
Anak tomboy ini memicingkan matanya mencoba memfokuskan penglihatannya pada apa yang Clara tunjuk. Tidak ada apapun, hanya suasana sedikit menyeramkan di tengah kebun yang rimbun.
“Tidak ada apapun. Sebaiknya kita pergi, sebentar lagi bel masuk berbunyi. Ayo pergi,” suruh anak tomboy ini yang diikuti dua anak lainnya.
Clara masih melihat ke arah kebun salak, ia masih mendengar suara lirih tangisan itu dengan jelas.
"Hiks hiks"
“Clara!” panggil anak tomboy lagi membuat Clara tersentak kaget.
“Ah aku--”
“Lihatlah baik-baik, tidak mungkin ada anak yang berani masuk ke sana. Di kebun itu pasti banyak binatang liar. Ayo kembali!” suruhnya kini lebih tegas.
Clara membalikkan tubuhnya dan kembali bersama temannya yang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments