Ayud terlihat sedang tidak baik-baik saja sekarang. Siapa saja yang mengganggunya pasti akan celaka. Sehabis acara jumpa pers tadi, emosi Ayud meledak-ledak dan ia menjadi sangat sensitif.
Hal sekecil apapun saat ini akan langsung memicu amarahnya. Ia mengendarai mobil miliknya dengan perasaan kesal. Sengaja disuruhnya Manager Huang kembali lebih dulu. Ia butuh berdamai dengan perasaan nya.
Sepertinya ia memang benar-benar butuh waktu untuk menenangkan emosinya itu. Hari ini semua seakan bekerjasama untuk menghancurkan mood nya. Dan ia sangat tak bisa menerima itu.
Begitu Ayud tiba di rumah, Anna memanggil nya untuk menawari makan siang. Namun, Ayud tak memperdulikan wanita itu dan langsung masuk ke kamarnya. Anna mendengus kesal,
"Apa maunya coba?".
Ayud mengumpat sambil berjalan ke kamarnya,
"Wartawan-wartawan menyebalkan. Bisa nya cuma mencari kesalahan orang. Memangnya mereka tak bisa makan kalau tak menyusahkan hidup orang. Dasar tak berguna, br*ngsek semua".
Belum habis rasa kesalnya, tiba-tiba ketika ia membuka pintu kamarnya, dia mendapati gadis itu, gadis yang bahkan tak tau siapa sedang enak- enakan tidur di ranjang miliknya. Ia mengumpat pelan,
"S*al, apa lagi ini. Ah benar-benar. Tidak bisakah aku bernafas dengan lega disini?".
Seketika ia gusar, lalu menarik kaki gadis itu dengan kasar dan membantingnya ke lantai. Gadis itu menjerit sambil memegang lututnya yang menghantam permukaan lantai dengan kasar.
"Siapa yang memberi mu izin tinggal di sini dan bahkan tidur di kamarku?. Berani sekali kamu.
Laki-laki itu menggertak kan giginya,
"Oh ya, mungkin kamu pikir status istri yang sekarang kamu miliki memberimu kebebasan untuk melakukan semua hal yang kamu mau ya?. Berani sekali kamu".
Ia menatap wanita itu dengan jijik. Laki-laki itu kemudian mencabut dengan kasar sprei kasur nya, lalu berteriak dengan lantang ke pembantunya.
"Bi Sri, sini cepat".
Wanita tua itu datang sambil terengah-engah dari dapur mendekati tuan mudanya.
"Ya tuan, ada apa?",
Laki-laki itu menunjuk ke arah sprei yang tergeletak begitu saja di lantai.
"Ganti sprei ini dengan yang baru. Yang ini buang saja".
Ia kemudian menunjuk ke arah wanita yang tertunduk di lantai itu,
"Dan suruh wanita itu tidur di bawah, di kamar pembantu dekat bi Sri. Ingat, jangan sampai aku mengganti sprei kedua kalinya. Kalau tidak, wanita itu akan m*ti".
Kata Ayud sambil berlalu meninggalkan pembantunya itu. Bi Sri mengangguk lalu berkata,
"Baik tuan".
Sekilas bi Sri melihat kearah wanita yang tertunduk di lantai. Ada rasa iba dalam hatinya melihat wanita tak berdaya itu. Ia menarik nafas, lalu sesegera mungkin menjalankan perintah tuan nya.
Setelah pekerjaan nya selesai, bi Sri mendekati Rachel yang sedang meringkuk di lantai sambil menangis. Ada darah segar mengalir dari luka terbuka di lututnya. Ia mengelus punggung wanita itu dengan lembut.
Sebagai pembantu yang sudah lama bekerja untuk keluarga pak Kim, bi Sri tahu bagaimana temperamen tuan mudanya itu. Ia yang menjaga Ayud sejak laki-laki itu masih bayi.
Bagaimana ia selalu memperlakukan wanita-wanita sesuka hatinya. Dan tak terhitung banyaknya wanita yang sampai kehilangan nyawanya demi tuan nya tersebut. Laki-laki itu memiliki pesona yang mematikan.
Namun, baru kali ini laki-laki itu mengizinkan wanita tinggal di rumahnya dalam waktu yang lama. Bi Sri berharap kehadiran wanita ini, suatu saat akan mengubah sifat buruk tuan muda nya tersebut.
Dia kasihan melihat wanita yang sedang meringkuk di lantai kamar tuannya ini. Ia tahu betapa menderitanya wanita tersebut, dan betapa berat berada di posisi nya. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa selain menghibur wanita itu.
Sebagai sesama wanita, bi Sri paham betul apa yang dirasakan wanita muda itu. Ia hanya bisa berharap Tuhan memberi kan wanita ini kekuatan, menghadapi semua cobaan dalam hidupnya.
"Yang sabar ya, non. Tuan hanya sedang banyak masalah non, aslinya tuan sangat baik. Non harus tetap kuat, apapun yang terjadi".
Wanita itu hanya mengangguk sambil menyeka air matanya,
"Terimakasih, bi".
Sementara itu, Ayud mencari Mamanya dengan gusar dan mendapati wanita itu sedang duduk santai. Ayud berdecak pinggang,
"Wanita mana yang telah kalian bawa ke rumah ini?. Dan sejak kapan aku mengizinkan orang lain masuk ke kamarku?. Aku tak pernah berniat membagi tempat tidurku dengan siapapun".
Ia membentak wanita yang tengah menikmati teh nya itu. Wanita itu mendongak ke arah Ayud, anak laki-laki kesayangannya itu. Anna tersenyum lembut,
"Sayang sini dulu, duduk dekat Mama".
Laki-laki itu menghempaskan tubuh beratnya ke sofa di samping mamanya. Ia terlihat tak sabar menunggu jawaban dari wanita itu.
"Tadi kakek mu datang. Ia memarahi mama karena kalian tidur terpisah. Ia juga marah-marah karena mama tak bisa mendidik mu dengan benar. Kakek meminta mu untuk bertanggung jawab dengan benar atas kesalahan mu".
Wanita paruh baya itu menghela nafas berat dan sesaat kemudian menyesap teh milik nya.
"Maaf ya sayang. kita memang tak menginginkan hal ini terjadi. Tapi nama baik keluarga ini tentu akan rusak, ketika orang-orang tahu tentang kehamilan gadis mu itu. Makanya lain kali kalau kamu ingin nakal hati-hati".
Anna memegang pundak anaknya,
"Bagaimana mungkin wanita mu itu bisa sampai hamil?. Kalau sudah begini bukan hanya kamu yang akan di salahkan, tapi Mama juga repot. Kakek mu itu orang yang keras, beda dengan papa mu".
Anna mendesah,
"Kakek mu meminta untuk memperlakukan wanita itu dengan baik. Entah bagaimana, wanita itu berhasil meraih simpati kakek mu padahal mereka hanya Mama tinggal sebentar".
Anna menatap anaknya dengan lembut,
"Dengar sayang, Mama juga tidak suka dengan wanita itu. Tapi semua kenyamanan yang kita rasakan ini, masih di bawah kekuasaan kakek mu. Kita mau tidak mau harus mengikuti semua peraturan yang telah dibuat kakek".
Ayud tampak luluh dan mengangguk. Anna membelai punggung sang anak,
"Mama janji padamu, kita akan mengusir wanita itu dari rumah ini. Begitu kita berhasil membujuk kakek mu, memindahkan semua hartanya atas namamu".
Anna memeluk tubuh anaknya dengan penuh kasih sayang,
"Sampai saat itu tiba, Mama mohon bersabar lah sayang".
Ayud mengangguk dan sesaat kemudian, meninggalkan wanita itu. Laki-laki itu mengacak rambutnya dengan kesal,
"Lagi-lagi karena harta",
Gumamnya sambil merebahkan diri di ranjang empuk miliknya.
...Rachel POV...
Sakit, seluruh tubuhku terasa sangat sakit. Aku ditarik dengan paksa ketika sedang larut di alam mimpi. Bukan keinginanku untuk tidur di kamar milik laki-laki itu, aku tak pernah meminta jadi bagian apapun dengan keluarga ini.
Aku lebih suka tidur di kamar pembantu seperti biasanya. Bahkan kamarku, di rumah orang tua angkat ku dulu pun terasa jauh lebih nyaman meski hanya di gudang.
Kemewahan semu yang kulihat sekarang ini bukan milikku, aku menyadari itu. Ketika aku coba memejamkan mata ku dalam keheningan, tiba-tiba laki-laki tua itu datang. Ia bersama wanita, yang kemarin membawaku ke rumah ini.
Ternyata dia adalah kakek Liam, kakek dari laki-laki itu. Entah mengapa, wajahnya terlihat begitu familiar. Ketika melihatku ada perasaan hangat di dalam matanya, yang sulit untuk dijelaskan.
Ia tersenyum ke arahku, aku bingung harus bereaksi seperti apa. Tak lama kemudian mereka berdua meninggalkanku. Setelah kakek Liam bertanya nama dan asal usul ku, yang entah untuk apa.
Lalu setelah nya, Mama laki-laki itu membangunkan ku dengan kasar dan menyuruhku untuk tidur di kamar anaknya.
"Ikut saja, jangan banyak protes. Dan ingat, jaga sikapmu di rumah ini. Jangan terlalu merasa nyaman dengan fasilitas yang ada. Ini hanya sementara".
Wanita itu menatap ku dengan tatapan seperti siap membunuh ku kapan saja, aku bergidik ngeri karenanya.
"Kamu tentu belum lupakan siapa dirimu?. Jangan besar kepala hanya karena ayahku memperlakukan mu dengan baik. Jangan mencari simpati dari ayahku hanya karena kamu tahu dia laki-laki tua yang sangat kaya".
Ia kemudian menarik tangan ku dengan kasar,
"Ingat statusmu di rumah ini hanya istri sementara. Ketika orang-orang melupakan tentang kehamilan saudara mu itu, maka saat itu juga aku akan menendang mu dari rumah ini".
Aku membungkuk hormat,
"Iya bu",
Kataku dengan lunglai dan mengikutinya dari belakang. Aku terlalu capek dan lelah dengan semua ini. Semua hal yang telah ku alami ini mulai dari kecil bahkan sampai hari ini.
Aku memukul-mukul pelan dada ku yang terasa sesak. Seolah semua udara di dunia ini berlari menjauhi ku,
"Apa dosaku?. Karma dari siapakah yang sedang kujalani sekarang?".
Aku terus menangis meratapi nasib yang sangat tidak berpihak kepadaku. Dan bahkan sepertinya Tuhan saja punya dendam yang sangat, sehingga menempatkan aku di rumah ini dengan posisiku sekarang.
Aku tak pernah melakukan dosa yang di tuduhkan orang-orang padaku. Yang hamil itu Carene, bukan aku. Entah mengapa aku harus menanggung dosa yang sama sekali tak kulakukan ini.
Airmata ku rasanya sudah kering untuk menangisi nasibku ini, tak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa mengikuti apa yang dikatakan wanita paruh baya yang sedang berjalan angkuh di depanku ini.
"Tidur di sini. Jangan terlalu senang, ini tidak berarti aku menerima wanita sepertimu menjadi menantu ku. Itu tidak akan pernah terjadi".
Wanita itu menatap ku dengan tajam. Sesaat kemudian ia meninggalkanku begitu saja dan membanting pintu dengan keras. Aku sempat kaget tapi tak bisa berbuat apa-apa. Namun kemudian, karena kelelahan akhirnya aku tertidur
Sesaat sebelum aku terlelap dalam mimpiku, aku dikagetkan oleh seseorang yang menarik kakiku dengan paksa lalu membanting ku ke lantai. Sakit, tulang-tulang ku rasanya remuk.
Kepalaku pusing setelah membentur pinggiran lemari kecil di samping tempat tidur. Aku hanya bisa tertunduk dalam kesakitan, karena rasanya sangat tak mampu untuk berdiri. Rasa sesak semakin menguasai diriku.
Mungkin lebih baik aku pergi saja dari rumah laki-laki ini sekarang. Hidup di jalan terasa jauh lebih baik, daripada harus tinggal di rumah mewah milik keluarga laki-laki ini.
...Rachel POV End...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
marsya
cerita nya bagus tapi knp sedikit yg baca
2022-10-22
1