WHISPER
Tok...tok...tok
Tiga ketukan palu dari hakim mengakhiri pernikahan yang sudah terjalin selama tiga tahun lebih antara Sarah dan Arzan. Pernikahan dini yang di jalin setelah lulus SMA. Pernikahan yang awalnya penuh dengan mimpi, kini hancur lebur tak ada sisa.
Kini Sarah menjadi seorang janda, status yang sering kali di pandang sebelah mata oleh banyak orang. Namun dia tidak merasa takut, ada Ava, anak semata wayangnya, yang membuatnya kuat menjalani semua. Ava belum genap berumur tiga tahun, umur yang masih sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua.
Sarah melirik Arzan, berharap melihat kesedihan di mata laki-laki itu. Namun tidak, raut wajah Arzan sama sekali tak menampakkan kesedihan sedikit pun.
Arzan tetap duduk tenang dengan balutan kemeja berwarna putih dan bawahan berwarna hitam. Kesan tenang itulah yang membuatnya selalu terlihat menarik.
Sarah memilih untuk beranjak pergi meninggalkan ruangan yang bernuansa putih itu. Dengan langkah tergesa-gesa, akhirnya dia sampai di parkiran. Tapi sebelum berhasil meraih gagang pintu mobil, kaki Sarah justru tersandung batu dan jatuh terjerembab.
"Aww...," rintih Sarah dengan suara tertahan. Dia jatuh dengan lutut menghantam batu-batu kecil. Tidak terlalu sakit, tapi entah kenapa air matanya justru berurai begitu saja.
"Hiksss, sakit," rintih Sarah sambil meremas kemeja putih di sekitar dadanya. Tidak, harusnya Sarah memegangi lutut, bukan dadanya.
Ada sesuatu yang lebih perih di bandingkan dengan lututnya, yaitu hati. Selama satu tahun terakhir menjadi istri dari Arzan Chinar, Sarah selalu saja mendapatkan luka.
Awalnya pernikahan mereka begitu indah, namun semuanya berubah setelah Sarah mengetahui bahwa Arzan selingkuh. Hal yang paling menyakitkan dari sebuah hubungan adalah di selingkuhi. Dan parahnya, Arzan sudah memiliki wanita lain sejak awal mereka menikah.
"Kak, kenapa?" tanya seorang bocah yang mengenakan kaos berwarna putih. Tubuhnya sedikit membungkuk untuk melihat kondisi Sarah.
Sarah segera menyeka air matanya, lalu mendongak dan berusaha tersenyum.
"Oh gak apa-apa, kok. Cuma jatuh dan luka sedikit," jawab Sarah dengan suara yang sedikit bergetar. Dia segera bangkit dan menepuk bagian belakang roknya, berharap tidak ada kotoran yang menempel di sana.
"Kok nangis?" selidik bocah itu lagi dengan kedua alis yang saling bertautan karena penasaran. Pertanyaan polos itu keluar begitu saja dari mulut bocah yang masih duduk di bangku SD. Dia heran kenapa ada orang dewasa yang terduduk sambil menangis di pinggir mobil.
"Ini, tadi kelilipan. Hahaha gak apa-apa kok," elak Sarah di iringi tawa hambar. Dia menunduk, menatap bocah yang sedang mengamatinya.
Bocah laki-laki itu mengangguk sambil be-oh panjang. Tak berapa lama ada seorang pria paruh baya yang menghampirinya. Dapat di pastikan bahwa itu adalah ayah dari bocah kepo yang sekarang berdiri di depan Sarah.
“Ada apa, Dek?” tanya pria itu sambil menatap anaknya dan Sarah secara bergantian.
“Ini, ada Kakak cantik yang nangis gara-gara jatoh,” jawab bocah kepo itu dengan polos. Tangan kanannya menunjuk lutut Sarah yang terluka.
Pria paruh baya itu menatap Sarah dengan heran. Mana mungkin hanya karena luka kecil bisa membuat seseorang sampai menangis seperti itu. Namun setelah menyelidik Sarah dari ujung rambut sampai ujung kaki, pria paruh baya itu paham dengan apa yang sedang di alami Sarah.
“Sabar, nantinya kamu akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dari dia,” ujar pria paruh baya itu dengan tatapan penuh rasa iba. Hanya dengan melihat Sarah sekarang, dia yakin jika wanita muda di depannya itu baru saja berpisah dari suaminya. Fenomena itu sering terjadi di zaman sekarang, apalagi banyak faktor yang mempengaruhinya.
Sarah tersenyum kaku. Sebenarnya dia tak terlalu mengerti dengan apa yang maksud pria di depannya, tapi demi menghormatinya, Sarah hanya tersenyum dan mengangguk.
Setelah berbasa-basi sebentar, pria paruh baya dan bocah kepo itu pergi meninggalkan Sarah seorang diri. Jika saja bocah kepo itu tidak datang, mungkin sekarang Sarah sedang menangis meraung-raung. Beruntung bocah itu datang dan menyelamatkan dirinya dari kesedihan, meskipun sesaat.
“Huh...semangat Sarah,” ujar Sarah sambil menghela napas panjang. Kini bukan saatnya meratapi nasib dan menangis meraung-raung. Sarah harus mencari uang dan menata hidup bersama Ava, buah hati yang sangat dia sayangi.
Hal pertama yang akan Sarah lakukan adalah memotong rambut. Ya, memotong rambut di percaya dapat membuang sial. Selain itu, dia juga ingin menjadi Sarah yang baru. Sarah yang kuat, mandiri, dan hebat.
Tidak ada yang tahu bagaimana kehidupan yang akan datang. Bahaya apa yang sedang mengintai, dan masalah apa yang siap menerkam. Maka dari itu harus memperkuat mental agar bisa menghadapi kerasnya kehidupan.
Sarah melajukan mobilnya, melesat di atas aspal dengan kecepatan sedang. Sepanjang jalan menuju rumah, dia memikirkan pekerjaan apa yang cocok untuk di gelutinya.
Ketika berada di posisi seperti ini, Sarah menyesal karena tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kini ia mengerti kenapa wanita harus sekolah tinggi, harus bisa mencari uang sendiri.
Kini Sarah paham kenapa istri tidak boleh bergantung pada suami. Karena ketika suaminya berkhianat, maka akan merasa tak berdaya dan tak berguna. Sarah tidak mau menjadi seperti itu. Meskipun dia dulu bergantung pada suami, tapi itu tak membuat dirinya hilang daya. Dia masih mampu bangkit, mampu mencari uang, dan mampu hidup dengan atau tanpa suami.
Sesampainya di rumah, kedatangan Sarah langsung di sambut riang oleh Ava.
“Bundaaaa,” teriak Ava sambil menghambur ke dalam pelukan Sarah. Pemandangan seperti ini yang menguatkan Sarah. Dia bersyukur memiliki malaikat kecil yang begitu cantik dan pintar.
“Ayah mana?” bisik Ava tepat di samping telinga Sarah.
Sarah terkesiap, dia belum siap mendapat pertanyaan seperti itu. Dengan lembut dia melepas pelukan Ava, lalu menatapnya dengan tulus. Sebelum mengatakan sesuatu kepada Ava, Sarah melirik ke arah Naura, ibu kandungnya. Dari lirikan itu sebenarnya dia meminta jawaban.
Naura yang menyadari arti lirikan mata dari anaknya segera berjongkok di samping Ava. Dia paham apa yang harus di katakan karena sebelumnya dia juga bercerai dengan suaminya.
“Sayang, Ayah lagi di luar kota. Ayah lagi banyak kerjaan jadi gak bisa pulang,” ujar Naura penuh pengertian. Dia yakin jika cucunya itu akan mengerti.
“Luar kota? Kok gak ngajakin Ava?” tanya Ava dengan mata sedikit sendu. Mungkin dia merasa sedih karena di tinggal pergi begitu saja oleh ayahnya.
“Kan Ayah kerja, dia sibuk nyari duit buat jajan Ava.” Sarah menimpali sambil mengelus puncak kepala Ava dengan sayang. Baru saja dia bertekad untuk kuat, kini pertahannya seperti akan runtuh begitu saja.
“Udah, mending sekarang Ava main sama Nenek ya, kasian Bunda capek loh,” ujar Naura sambil menuntun Ava masuk ke dalam rumah. Dia paham jika anak perempuannya butuh waktu untuk menyendiri. Dia paham karena pernah merasakan.
“Mah,” panggil Sarah sebelum mamanya menjauh. Tatapan matanya berubah sendu. Dia ingin menangis di pelukan mamanya, menumpahkan segala kepedihan yang dia rasakan. Meskipun Sarah sudah menjadi ibu, tapi dia masih tetap membutuhkan ibu.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE, TAMBAHKAN FAVORIT, DAN BERI HADIAH UNTUK NOVEL INI ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments