Libra tertawa sejenak, lalu berubah serius dan memandang Sarah dengan tatapan dalam.
“Sarah, lo gak kurang apa-apa. Lo tuh udah mendekati sempurna. Tapi sayang, Arzan gak bersyukur dapet lo. Percaya deh sama gue, dia bakal nyesel karena nyia-nyian lo.”
“Kalo dengan bodohnya Arzan ninggalin lo, harusnya lo dengan pintarnya ngelupain Arzan.”
Sarah mengalihkan pandanganya, lalu tersenyum tipis. Dia sendiri bingung bagaimana cara melupakan Arzan. Apalagi Ava sering bertanya tentang Arzan. Buah hatinya itu tidak mungkin lepas begitu saja dari sang ayah.
“Udah deh, gak usah sedih mulu, gedek gue liat muka lo yang kusutnya ngalahin cucian belum di setrika,” ledek Libra setengah tertawa. Dia datang jauh-jauh bukan untuk melihat Sarah sedih.
“Ck, iya deh iya. BTW, lo mau lama disini?” tanya Sarah mengalihkan pembicaraan. Dia menyandarkan punggungnya di sofa, lalu menyilangkan kaki kanannya.
“Selama libur kuliah gue mau disini.”
“Serius? Kalo gitu besok temenin gue potong rambut ya,” pinta Sarah seraya menoleh ke arah Libra.
“Ngapain lo potong rambut? Lo lebih cantik kalo rambutnya panjang.”
“Kalo kata orang, potong rambut itu bisa membuang sial, tau. Lagian, gue juga mau jadi Sarah yang baru,” ujar Sarah sambil mengibaskan ujung rambutnya sampai mengenai wajah Libra.
Libra berdecak dan reflek mengelus pipi kirinya yang terkena kibasan rambut Sarah. “Iya, besok gue temenin.”
Malam ini Sarah dan Libra mengobrol banyak hal. Bahkan Libra menceritakan tentang pacarnya yang sekarang. Pacar yang terlalu posesif, cemburuan, bahkan manja sekali.
“Lo kenapa betah pacaran sama dia?” tanya Sarah heran.
“Dia itu idola kampus, makanya gue mau sama dia,” jawab Libra dengan entang.
“Pansos, nih, ceritanya,” ledek Sarah sambil tersenyum miring.
Libra hanya terkekeh. Ketika SMA, Libra juga pernah berpacaran dengan salah satu idola sekolah. Berkat itu, nama Libra terkenal ke seluruh penjuru sekolahnya.
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, akhirnya Libra pamit pulang. Sebelum pulang, Libra memberi pesan kepada Sarah.
“Sarah, jangan sampai lo hancur cuma gara-gara cowok. Satu lagi, kalo ada apa-apa, lo hubungi gue. Sebisa mungkin gue akan selalu ada buat lo,” ujarnya dengan tatapan tulus.
“Iya...iya, jijik gue liat ekspresi lo yang kek gitu,” ujar Sarah sambil mendorong tubuh Libra keluar. Mendengar kalimat itu keluar dari mulut Libra membuat Sarah geli, apalagi ekspresinya yang sok serius.
Libra terkekeh geli, lalu melangkah meninggalkan rumah Sarah. Sebelum masuk ke dalam mobil, dia menoleh dan melambaikan tangan. Dia bersyukur melihat Sarah yang baik-baik saja. Ternyata sahabatnya masih sekuat dulu.
***
Sesuai janji Naura, kini Sarah berada di Bintang Media Utama, perusahaan penerbitan buku yang cukup terkenal di kotanya. Dia pergi di temani oleh Libra dan Ava, sedangkan Naura pergi ke luar kota untuk menghadiri pesta pernikahan.
Sarah berada di ruangan yang bernuansa warna dark grey, dia sedang menunggu seseorang yang di sebut sebagai teman dari ibunya. Sementara itu, Libra dan Ava menunggunya di luar. Dia sengaja mengajak Libra untuk menjaga anaknya.
Sepuluh menit Sarah menunggu dalam diam, sampai akhirnya ada seseorang yang membuka pintu dan masuk.
“Maaf telah membuat anda menunggu,” ujar pria paruh baya itu seraya duduk di hadapan Sarah.
Sarah mendongak, “Tidak apa-apa, lagipula belum lama saya disini,” ujar Sarah.
“Loh, kamu yang waktu itu di pengadilan agama kan? Yang ketemu sama anak saya?” tanya pria paruh baya itu sambil mengernyitkan dahi. Dia sangat ingat dengan wanita muda yang terlihat kacau pada saat itu.
Sarah terdiam sejenak, dia mengingat-ingat kejadian yang di maksud oleh pria paruh baya di depannya. Dia ingat saat keluar menuju parkiran, lalu sebelum masuk ke dalam mobil dia tersandung dan jatuh, lalu ada anak kecil yang bertanya soal kondisinya.
“Oh, iya saya ingat. Anda yang berpesan kepada saya untuk sabar dan pasti akan di gantikan dengan yang lebih baik,” ujar Sarah sambil tersenyum malu. Dia tak menyangka akan bertemu dengan pria paruh baya itu lagi.
Pria paruh baya itu tersenyum dan mengangguk, “Ternyata kamu anaknya Naura, saya sudah berteman lama sama Ibu kamu.”
“Nama saya Amartya Ezra, kamu bisa panggil saya Om Amar,” ujar pria paruh baya itu yang bernama Amar. Dia adalah pemilik Bintang Media Utama.
“Baik, Pak, eh, Om maksud saya,” ujar Sarah sedikit kaku.
“Naura sempat cerita tentang kamu, dia juga minta tolong untuk memberikan pekerjaan kepada kamu. Saya tidak bisa memberikan posisi yang tinggi, bagaimana kalau kamu menjadi editor naskah?” tawar Amar seraya meletakkan kedua tangannya di atas meja.
“Boleh, Om. Saya akan berusaha semaksimal mungkin agar tidak mengecewakan Om Amar,” jawab Sarah senang. Kebetulan dia suka menulis. Jadi, berkutat dengan naskah bukan soal baru bagi Sarah.
“Ya, sudah, kamu boleh bekerja mulai besok. Akan ada seseorang yang membimbing kamu,” ujar Amar lagi.
Sarah mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Ternyata dunia begitu sempit. Setelah mengobrol sebentar, Sarah pamit pulang kepada Amar. Sepanjang jalan keluar dari ruangan Amar, Sarah tak henti-hentinya berdecak kagum. Dia jadi tak sabar untuk memulai pekerjaannya besok.
“Gimana?” tanya Libra ketika Sarah baru saja masuk ke dalam mobil.
“Beres,” jawab Sarah dengan wajah sumringah.
Ava sedang sibuk bermain boneka di kursi belakang, dia sangat aktif berbicara bersama boneka miliknya. Sesekali dia mengajak Libra ataupun Sarah untuk berbicara.
“Yuk, temenin gue potong rambut,” ujar Sarah seraya memasang seatbeltnya. Dia sudah tak sabar untuk melihat penampilan barunya.
Libra hanya mengangguk patuh. Dia tak banyak bertanya, apalagi melarang Sarah untuk potong rambut.
Selagi Sarah bahagia, Libra akan ikut bahagia.
Sepanjang jalan menuju tempat tujuan, mereka bertiga bercanda ria. Ava paling banyak bicara, dia berbicara tentang apa saja yang di lewatinya. Bahkan dia bertanya soal lampu merah, truk yang besar, bahkan dokar yang di lewatinya.
Dengan semangat Sarah menjelaskan semuanya kepada Ava. Sesekali Libra membantu memberi penjelasan.
Sesampainya di salon, Sarah segera potong rambut. Libra menunggu Sarah sambil memangku Ava. Lagi-lagi Ava banyak berbicara sambil mengunyah makanan ringan. Ava memang anak yang aktif. Dia periang, suka bicara, bahkan rasa ingin tahunya begitu besar.
“Gimana, Bunda cantik gak?” tanya Sarah yang ternyata sudah selesai memotong rambutnya. Dia berdiri di depan Libra, menunggu reaksi dari dua orang yang ada di depannya.
“Wah, Bunda cantik banget,” ujar Ava dengan mata yang berbinar.
Sarah mencondongkan sedikit tubuhnya, lalu mencubit pipi Ava dengan gemas. “Makasih, sayang,” jawab Sarah sambil tersenyum sumringah.
“Lumayan,” celetuk Libra.
Sarah memotong rambutnya menjadi pendek, lebih tepatnya di atas bahu. Dia juga mewarnainya dengan warna cokelat. Benar-benar terlihat segar.
Ketika mereka bertiga hendak meninggalkan salon, tiba-tiba muncul berita di layar TV yang membuat Sarah seketika menoleh. Berita tentang jatuhnya pesawat.
“Itu..itu kan pesawat yang Mama tumpangi,” ujar Sarah dengan suara bergetar. Matanya terus memandang layar TV tanpa berkedip. Untuk beberapa saat Sarah terdiam, lalu dengan cepat dia mengambil HP dan langsung menelepon Naura.
Libra hanya diam sambil terus menatap Sarah. Dalam hati dia berdoa semoga Naura tidak ada di pesawat itu.
Tubuh Sarah mulai bergetar hebat, dia sangat khawatir terjadi sesuatu dengan ibunya. Ketika sedang kalut, tiba-tiba ponselnya berdering. Dia mengernyit heran karena nomor yang tertera di layar tidak ada namanya.
Sarah menggeser tombol hijau, lalu menempelkan ponselnya di samping telinga.
Brukk...
Sarah pingsan setelah mendengar kabar bahwa mamanya memang ada di pesawat yang baru saja jatuh.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE, TAMBAHKAN FAVORIT, DAN BERI HADIAH UNTUK NOVEL INI ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments