"Ini tidak bisa di biarkan Pak, kita harus mencari cara untuk menjauhkan anak kita dengan pelukis jalanan pincang itu, bagaimana kata orang nanti jika anak dari seorang pengusaha sukses pemilik perusahaan batu bara terbesar di Indonesian mempunyai menantu seorang pelukis jalanan yang memiliki fisik tidak sempurna seperti dia, mau di taruh di mana muka kita nanti jika Aden beneran menikah dengan perempuan cacat itu, sungguh memalukan!" teriak Bundanya Aden sangat marah.
Sementara di tempat lain. "Halo ..., ada apa Bran?" tanya Aden kepada seseorang dipanggilan telpon saat dirinya sedang menemani Jumirah di gedung pameran seni lukis.
"Oh gitu, ya sudah aku kesana sekarang." lanjut Aden setelah itu ia mematikan panggilan telponnya.
"Ada apa Mas?" tanya Jumirah setelah Aden mengakhiri panggilan telponnya.
"Gibran meneleponku, aku disuruh ke rumah sekarang katanya ada yang ingin dibicarakan oleh kedua orangtuaku." jawab Aden menjelaskan.
"Oh ... ya sudah sebaiknya Mas Aden pulanglah sekarang ke rumah kedua orang tua Mas Aden, takut ada hal penting yang ingin mereka bicarakan!" perintah Jumirah.
"Kamu nggak apa-apa aku tinggal? Nanti pulangnya bagaimana?" tanya Aden merasa tidak enak.
"Mas Aden nggak usah khawatir, nanti aku gampang naik taksi saja." jawab Jumirah.
"Kamu hati-hati ya, jangan lupa nanti kabari aku kalau kamu sudah pulang." perintah Aden.
"Oke, mas Aden juga hati-hati." Balas Jumirah.
Jumirah kembali mengerjakan pekerjaannya memeriksa lukisan-lukisan yang ada di gedung itu agar terlihat rapih sebelum para pengunjung datang.
Tiga puluh menit kemudian gedung itupun telah dipenuhi para pengunjung untuk melihat pameran seni lukis yang biasa diadakan satu minggu sekali di gedung seni lukis tempat Jumirah bekerja. Di sana juga ada beberapa lukisan milik Jumirah dan Kakek Sebastian yang sengaja dipamerkan, ada lukisan yang boleh dibeli jika ada yang berniat membeli tapi ada beberapa lukisan milik Jumirah yang tidak untuk dijual karena lukisan itu mempunyai kesan dan kenangan bagi Jumirah sendiri yang sengaja dipamerkan untuk dinikmati oleh semua orang.
Dengan sabar Jumirah menjelaskan siapa nama pelukis dan apa arti yang ada dalam gambar lukisan, mengapa si pelukis membuat gambar seperti itu saat ada pengunjung yang bertanya.
"Mom, lihatlah lukisan ini bagus banget, wow ... keren!" Seru seorang gadis remaja memanggil ibundanya yang sedang asik melihat-lihat lukisan yang tertata rapi di dinding.
"Iya." jawab seorang perempuan paruh baya membalikkan badan untuk menghampiri anaknya, saat bersamaan Jumirah yang sedang berjalan terburu-buru untuk menemui teman-temannya dan mereka pun bertubrukan.
"Maaf ...." ucap Jumirah sambil membungkukkan badannya.
"Iya nggak apa-apa." jawab perempuan paruh baya itu.
Jumirah mengangkat wajahnya untuk melihat perempuan yang secara tidak sengaja telah bertabrakan dengannya.
"Em ...." Baik Jumirah maupun perempuan paruh baya itu saling diam saat kedua mata mereka saling bertemu.
"Kamu ...." ucap perempuan paruh baya itu memperhatikan wajah Jumirah yang terlihat begitu mirip dengan wajahnya.
Kedua matanya terlihat berkaca-kaca,
Saat perempuan itu mengangkat tangannya hendak menyentuh wajah Jumirah tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan dari belakangnya.
"Jum, haduh ... lo tu ya, ditungguin dari tadi juga," ucap seorang wanita cantik langsung menarik tangan Jumirah.
"Haduh ... sabar dong Da, memangnya kita mau kemana sih?" tanya Jumirah sambil berjalan mengikuti langkah kaki temannya yang bernama Baldatun.
"Dia ... mungkinkah dia ...." ucap perempuan itu sambil memperhatikan jalan Jumirah yang terlihat pincang.
"Mommy, kenapa Mommy lama sekali, Mommy harus lihat ini" Gadis remaja itu menarik tangan perempuan paruh baya yang tampak bengong menatap punggung Jumirah yang sudah pergi menjauh. "Mom, Mommy lihat apa sih?" tanya gadis remaja itu lagi sambil melambaikan tangannya di depan wajah sang Mommy.
Keadaan di kampung. "Bu, lihat ini Bu!" Kata seorang gadis remaja memperlihatkan sebuah koran kepada ibunya.
"Ini ... apakah ini Jumirah?" tanya Bu Lasmi sambil melihat sebuah gambar foto yang ada di koran." Pak...coba lihat Pak, ternyata anak itu sudah menjadi orang terkenal." lanjut Bu Lasmi berjalan mendekati suaminya yang sedang duduk di depan seorang diri sambil menghisap rokok.
"Apa toh Bu." jawab Pak Sutejo menoleh ke belakang, terlihat istrinya sedang berjalan menghampirinya.
"Jumirah Pak, ternyata dia sudah jadi orang terkenal, kita harus kesana mencarinya, siapa tau dia mau menolong kita." ucap Bu Lasmi memperlihatkan berita di koran tentang anak yang sudah mereka rawat dari masih bayi.
"Em ...." Pak Sutejo tersenyum tipis sambil menghisap rokoknya setelah melihat gambar Jumirah yang terpampang di koran.
"JO.... TEJO...." Terdengar teriakan dari luar rumah saat mereka sedang duduk diruang tamu sambil membaca koran berita tentang Jumirah yang sudah menjadi orang terkenal karena hasil karya lukisnya yang menakjubkan.
"Waduh pak itu pasti Pak Sudir, piye iki Pak?" Bu Lasmi terlihat panik, cepat-cepat mereka keluar rumah untuk menemui pak Sudir atau tuan tanah yang sedang berteriak-teriak memanggil nama Pak Sutejo di luar rumah mereka.
"Oalah Pak Sudir toh, mari masuk Pak!" ucap Pak Sutejo dengan sopan mempersilahkan tuan tanah itu untuk masuk ke dalam rumah.
"Nggak perlu, aku datang ke sini cuma mau mengingatkan kalian agar nanti sore harus mengosongkan rumah ini karena rumah ini sudah mau aku jual." perintah Pak Sudir dengan suara keras membuat para tetangga yang rumahnya berdekatan dengan Bu Lasmi dan Pak Sutejo keluar dari dalam rumah mereka masing-masing karena penasaran dengan suara ribut-ribut dari rumah kedua pasangan suami-istri itu. Dewi anak perempuan mereka tampak ketakutan langsung berlari menghampiri kedua orang tuanya yang sedang berada di luar rumah bersama dengan tuan tanah yang terlihat sedang marah-marah.vIa bersembunyi di belakang Bu Lasmi yang juga terlihat ketakutan.
"Waduh Pak, beri kami waktu beberapa hari lagi ya Pak, kami mau tidur di mana kalau sore ini harus pergi, sementara kami tidak mempunyai saudara." jawab Pak Sutejo memohon.
"Oh, tidak bisa, aku gak mau tau dan gak perduli kalian mau tinggal di mana, pokoknya kalian harus segera meninggalkan rumah ini karena rumah ini sudah menjadi milikku dan akan aku jual." bentak tuan tanah dengan wajah sangar menyuruh keluarga Pak Sutejo untuk meninggalkan rumahnya yang sudah menjadi miliknya karena Pak Sutejo telah menjual rumah itu kepada dirinya untuk membayar utang-utangnya yang jumlahnya berkali-kali lipat beserta bunganya.
"Ya sudah beri kami waktu sampai besok pagi tuan, kami janji besok pagi kami akan segera pergi dari rumah ini, tolong biarkan kami tinggal di sini dulu malam ini sambil membereskan barang-barang kami" sambung Bu Lasmi dengan memasang wajah memelas.
"Baiklah, tapi hanya malam ini saja, besok pagi kalian harus angkat kaki dari rumah ini kalau gak mau diseret anak buahku." ucap Tuan tanah dengan suara beratnya, lalu ia beserta dua anak buahnya pergi meninggalkan rumah Pak Sutejo.
"Pak, Bu, besok kita pergi ke Jakarta mencari Mbak Jumi aja, Dewi tau kok tempatnya,as Joko yang ngasih tau, karena dia pernah bertemu dengan Mbak Jumi di Jakarta dan diajak main kerumah Mbak Jumi. Kata Mas Joko, rumah Mbak Jumi gede, bagus lagi." Dewi memberitahu.
"Kita tidak punya pilihan lain, besok pagi-pagi kita berangkat ke Jakarta untuk menemui Jumirah, anak itu harus menolong kita, karena dia bisa seperti itu juga karena kita." Kata Pak Sutejo kepada istri dan putrinya sedangkan anak laki-lakinya sedang berada di luar negeri menjadi TKI.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Senajudifa
oo jumirah anak angkat tho...kutukan cinta hadir y tp bacax nyicil
2022-05-31
1