Sudah hampir sepuluh kali Rea mencoba menghubungi suaminya. Namun lelaki itu tak kunjung menerima panggilan. Rea menahan napas sejenak, kemudian menghelanya pelan. Satu jam lamanya ia duduk di bandara dan berniat untuk kembali ke Moscow. Namun hatinya masih terasa berat.
"Aku tidak akan pergi jika kau menghubungiku." Lirih Rea dengan penuh harapan. Ditatapnya layar ponsel itu dengan seksama. Namun tidak ada panggilan satu pun dari Zain. "Kau jahat. Jangan salahkan aku jika benar-benar pergi."
Rea hendak memasukkan ponselnya ke dalam tas. Namun tiba-tiba gawainya itu berdering, dengan cepat Rea mengeluarkannya kembali. Sayang, bukan Zain yang menghubunginya. Melainkan Regan. Rea menerima panggilan itu dengan rasa kecewa.
"Hai beib, kau sibuk tidak?" Tanya lelaki itu dari seberang sana.
"Tidak." Sahut Rea dengan malas.
"Hey, ada apa huh? Kau sedang sedih?"
"Reg, aku ingin kembali ke Moscow. Kau masih menerimaku kan?" Lirih Rea.
"Re, kau sedang bertengkar dengan suamimu?"
Rea terdiam cukup lama. "Mungkin."
Terdengar helaan napas dari balik telepon. "Sebenarnya aku juga di Indonesia. Aku baru turun dari pesawat. Besok ada pemotretan di Bali. Tapi aku memutuskan untuk bertemu denganmu lebih dulu. Apa kau bisa menjemputku, Honey?"
Rea kaget mendengarnya. "Kau masih di Bandara?"
"Ya."
"Reg, sebenarnya aku juga di Bandara."
"What? Sedang apa? Kau ingin lari huh?"
"Renacannya begitu. Suamiku selingkuh. Tidak, maksudku dia masih mencintai mantan kekasihnya. Aku rasa mereka akan kembali bersama."
"Gila. Di mana kau? Aku akan menemuimu sekarang."
"Aku masih di ruang tunggu." Sahut Rea dengan nada lemas.
"Baik, aku akan ke sana sekarang. Jangan kemana-mana."
"Ya."
Regan pun memutus panggilan. Sedangkan Rea masih tampak lesu dengan tatapan kosong. Seolah tak ada lagi tujuan dalam hidupnya.
Beberapa menit kemudian lelaki bertubuh jangkung menghampiri Rea. "Kau memang gadis gila." Ledeknya.
Rea tersenyum samar. Kemudian bangkit dan memeluk lelaki itu dengan penuh kerinduan. "Aku merindukanmu, Reg."
"Me to." Regan mendorong tubuh ramping sahabatnya dengan lembut. Kemudian menatapnya penuh selidik.
"Reg, aku ikut saja denganmu. Apa masih ada pekerjaan untukku?" Lirih Rea.
Regan masih setia menatap gadis cantik itu. Kemudian mengangguk. "Aku selalu membutuhkanmu."
"Thank you, kau selalu ada saat aku butuh. Aku menyayangimu." Rea memeluk Regan sekali lagi.
"Aku juga menyayangimu, Re. Apa harus kita berangkat saat ini juga?"
Rea tidak langsung menjawab. "Jika kau tidak keberatan."
"Aku tidak pernah keberatan jika itu menyangkut dirimu. Aku akan memesan tiket dan hotel untukmu."
"Thank you." Rea merasa lega sekarang. Setidaknya ia memiliki teman curhat.
****
Di rumah, Zain baru kembali setelah hari menjelang siang. Lelaki itu merasa heran karena rumah masih terkunci. Kedua alisnya saling terpaut.
"Rea." Panggilnya seraya membuka kunci dan masuk ke dalam. Kemudian bergegas menuju kamar. Namun ia tak menemukan keberadaan istrinya. Biasanya Rea akan menyambutnya dengan senyuman saat dirinya pulang. Namun kali ini keadaan rumah tampak sunyi. Zain mencari ke setiap penjuru kamar, tetapi masih tak menemukan istrinya. Lalu ia pun merogoh saku untuk mengambil ponselnya. Dirinya terkejut karena begitu banyak panggilan tak terjawab dari sang istri.
"Apa terjadi sesuatu padanya? Tapi tidak ada keluarga yang menghubungiku." Zain memijat batang hidungnya pelan. Ia pun melempar ponselnya di atas kasur. Kemudian bergegas menuju kamar mandi.
Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian. Zain mencoba menghubungi Rea. Namun masih tidak tersambung.
"Kemana kau, Re?" Mata Zain terus menerawang ke setiap penjuru kamar. Kemudian ia merasa ada yang janggal, koper di atas lemari hanya tersisa satu. Dengan cepat Zain memeriksa lemari. Benar saja, tidak ada lagi pakaian istrinya di sana.
"Sial!" Umpatnya yang kemudian duduk lagi di bibir ranjang. Saat Zain hendak menghubungi istrinya lagi, Zee lebih dulu menghuhunginya. Zain menahan napas sebelum menjawab panggilan.
"Zain." Sapa Zee dari balik telepon.
"Ada apa, Zee?" Tanya Zain dengan nada datar.
"Zain, bisakah malam ini kau temani aku lagi? Aku takut sendirian di rumah sakit."
Zain tampak berpikir keras. "Sorry, aku tidak bisa. Ada hal penting yang harus aku urus malam ini."
"Zain, kali ini saja. Aku sangat takut." Bujuk Zee.
"Baiklah. Aku akan ke sana malam nanti. Tapi aku tidak bisa janji."
"Terima kasih, Zain."
Zain memutus sambungan telepon. Kemudian pikirannya kembali pada sang istri. Lelaki itu mengusap wajahnya dengan kasar. Kemudian ditatapnya cincin pernikahan yang melingkar di jari manis.
"Apa sebaiknya aku akhiri saja semuanya?" Gumam Zain masih setia menatap cincin itu. Terhanyut dalam kebimbangan. Kemudian ia kembali menghubungi seseorang.
"Cari tahu di mana keberadaan istriku. Awasi setiap pergerakannya. Kabari aku apa pun keadaannya." Zain segera memutus sambungan telepon dan beranjak dari kamar.
Sedangkan di tempat lain, lebih tepatnya di Bandara Udara Internasional Ngurah Rai. Rea terlihat sedang makan siang bersama Regan. Wanita itu terus tertawa saat Regan mengeluarkan candaan.
"Kau tahu? Aku selalu merindukan candaanmu, Reg." Kata Rea dengan senyuman yang mengembang.
"Dan aku selalu merindukan tawamu." Balas Regan. "Lalu bagaimana selanjutnya? Kau akan ikut denganku ke Moscow setelah ini?"
Rea mengangguk pasrah. "Aku rasa Moscow tempat yang cocok bagiku."
"Re, sebaiknya kau pikirkan lagi. Saat ini kau masih emosi."
Rea tersenyum kecut. "Sejak awal aku sudah kalah, Reg."
"Kau baru memulainya, Re. Dia suamimu, bertahanlah. Pernikahan kalian masih semumur jagung." Nasihat Regan.
Rea tampak diam. Ia memikirkan perkataan sahabatnya itu. "Aku butuh waktu, Reg."
"Apa lima belas tahun tidak cukup? Kau lari dari kenyataan, semua itu percuma. Pada dasarnya kau masih mencintainya."
Rea menghela napas berat. "Lupakan itu. Saat ini aku butuh ketenangan. Mana jadwalku? Berapa lama kita di sini?"
Regan menatap Rea lekat. Kemudian mengeluarkan buku jadwal miliknya. Dan memberikan itu pada Rea. "Hanya satu minggu. Besok jam tujuh kita sudah bergerak. Tapi tema kali ini pantai. Kau harus bersedia memakai bikini."
"Apa boleh buat?" Sahut Rea dengan santainya. Dan itu membuat Regan merasa heran karena tidak biasanya Rea menerima job seperti ini.
"Kau sangat aneh." Cibir Regan.
"Ayolah, hanya bikini bukan? Lalu apa masalahnya?"
"Bagaimana jika suamimu marah huh?"
Rea tertawa renyah mendengar pertanyaan yang Regan lontarkan. "Marah? Bahkan dia tidak mau tahu tentang diriku. Ayolah, aku ingin bersenang-senang. Hitung-hitung liburan."
"Cih, begini kalau sudah bucin. Terserah kau saja. Habiskan makananmu, selanjutnya kita ke hotel." Rea pun mengangguk antusias. Usia makan, keduanya pun meninggalkan bandara menuju hotel.
****
Keesokan paginya Rea sudah terlihat cantik dengan stelan bikini modern yang memperlihatkan lekuk tubuh indahnya.
"Morning." Sapa Rea pada semua orang yang membantu persiapan.
"Morning, Rea. Kau sangat cantik." Puji salah seorang laki-laki berwajah asli Indonesia. Tidak lama dari itu Regan muncul dengan pakaian santai dan sebuah kamera yang tergantung di lehernya.
"Apa semuanya sudah beres?" Tanya lelaki itu pada anak buahnya.
"Aman bos." Sahut mereka kompak. Rea yang melihat itu tertawa renyah. Gadis itu pun melangkah pasti menuju bibir pantai. Berdiri di sana sampai air laut menyapa kakinya yang jenjang. Regan yang melihat itu pun tidak ingin membuang kesempatan, ia berhasil memotret gaya alami Rea yang tengah bermain air laut.
"Kita lihat bagaimana reaksi lelaki bodoh itu?" Gumamnya seraya tersenyum geli.
"Re, bersiaplah." Panggil Regan. Rea pun menoleh, kemudian berlari kecil menghampiri lelaki itu. Hampir lima jam mereka menghabiskan waktu untuk pemotretan. Namun Rea tampak menikmatinya.
"Hah, aku izin ke kamar." Seru Rea merasa lelah. Regan pun mengacungkan jempol tanda setuju. Kemudian gadis itu beranjak dari sana.
Sesampainya di kamar, Rea lansung membersihkan diri dan berganti pakaian santai. Kemudian ia pun memilih duduk di tepi ranjang. Menggulir ponselnya untuk mengecek sosial media yang sempat fakum sejak hari pernikahan. Seketika Rea kaget karena mendapat pesan dari Zee. Tanpa banyak berpirkir Rea pun membaca pesan itu
Aku dan Zain saling mencintai sejak lama. Aku harap kau mengerti, jauhi Zain. Biarkan kami bahagia. Sudah cukup dua malam ini menjadi bukti jika Zain sangat mencintaiku.
Rea mendengus sebal. Kemudian melempar ponselnya ke atas kasur dengan asal. Ia benar-benar kesal.
"Dasar lelaki sialan. Setelah meniduriku, sekarang dia lari dengan wanita lain. Berengsek memang." Sinis Rea. Ia menjatuhkan dirinya di atas kasur. Namun sedetik kemudian ia kembali meraih ponselnya. Dan membalas pesan itu dengan geram.
Jika kau mencintianya. Kau tak akan meninggalkan dia. Semua orang bisa berbicara dengan mudah soal cinta. Tapi tidak untuk sebuah ketulusan.
Ting. Satu balasan kembali masuk.
Hahaha.... jika kau tidak percaya, aku dan Zain sudah kembali. Tanyakan saja padanya.
Rea terdiam saat membaca pesan itu. Apa itu benar? Karena sangat kesal, Rea langsung mengubungi suaminya.
"Halo." Suara bariton itu berhasil membuat jantung Rea berdegup kencang.
"Ha__halo." Sahut Rea gugup.
"Ada apa? Kau berniat kembali huh?"
"Tidak, aku tak akan kembali. Bagaimana hubunganmu dengan Zee? Aku dengar kalian kembali." Suara Rea terdengar pilu.
"Ya, we have made up. I wouldn't say no."
Rea tersenyum getir mendengarnya. "Ah, aku harap kalian memang berjodoh. Aku akan kembali untuk mengurus perceraian. Semoga bahagia." Rea memutus sambungan telepon sepihak. Rasanya begitu sakit saat mendengar kenyataan itu. Tanpa sadar air matanya menetes. Perih memang, tetapi ia tak mampu melakukan apa pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
Imeil Candy
dari wedding, memang langsung loncat sambungan dari prolog ya...sempat bingung
2022-05-30
2
A.0122
knpa ga dijelasin udh dijebolnya tau² udh dibandara aja
2022-04-25
0
Ferial Aziz
modus nich zee, bego zain mau dimanfaatin ama zee. klw emang engga cinta ama isteri kamu, lepaskhan. kembali ama mantan kamu.
2022-03-09
0