Sejak malam itu, Rea semakin penasaran dengan sosok wanita masa lalu Zain. Ia terus mencari informasi lebih jelas. Dan malam ini ia menemukan jawaban atas rasa penasarannya. Gadis cantik itu berbaring di atas sofa sambil menggulir ponselnya. Melihat beberapa foto wanita cantik yang merupakan mantan kekasih Zain. Yaitu Zee Van Der Veken.
"Huh, jadi dia mantan kekasihnya?" Gumam Rea yang sebenarnya pernah satu job dengan wanita itu. "Not bad. Seleranya bagus juga, tapi sayang karier mengalahkan cintanya. Kasihan sekali pangeran tampanku."
Rea mengembangkan senyuman saat layar ponselnya kini sudah berganti dengan gambar Zain. Rea memang sempat mencuri gambar Zain saat malam itu dan menyimpannya secara khusus di ponsel. "Ganteng banget sih? Gak kebayang bisa sekasur sama dia. Gimana rasanya ya dipeluk sama lelaki yang kita cintai? Pasti rasanya seperti melayang."
Rea mencium layar ponselnya sebelum berpindah ke kasur karena rasa kantuk mulai menyerang.
Di lain tempat, lebih tepatnya di rumah mewah milik keluarga Michaelson. Elsha mendatangi kamar putranya.
"Kamu belum tidur?" Tanya Elsha saat melihat putranya masih berdiri di dekat jendela. Zain pun menoleh, kemudian tersenyum tulus.
"Aku belum ngantuk, Mom."
Elsha mendekati Zain sambil tersenyum. "Masih memikirkan perkataan Mommy dan Daddy tadi huh?"
Zain menatap Elsha lekat tanpa mengeluarkan jawaban.
"Mommy tidak bisa memaksa kamu, Zain. Kamu bebas memilih, tapi tidak untuk wanita itu lagi. Rea satu-satunya gadis yang Mommy sukai. Tapi jika kamu punya pilihan lain, Mommy dan Daddy akan menghargainya."
Zain masih terdiam.
"Kamu tahu kan sejak kecil Rea suka sama kamu? Buat apa nunggu lagi huh? Cinta Rea itu tulus, coba saja tatap matanya. Di sana kamu akan melihat ketulusannya. Percaya sama Mommy, dicintai itu lebih indah dari pada mencintai seseorang yang belum tentu mencintai kita. Cobalah buka hati buat gadis itu, toh dia juga tidak kalah cantik dari wanita tidak tahu malu itu. Rea juga seorang model ternama."
"Aku tidak mencintainya, Mom."
"Cinta akan hadir seiring berjalannya waktu, percayalah. Dengan kalian terus bersama. Mommy yakin cinta itu akan hadir dengan sendirinya." Ujar Elsha. Zain pun tampak berpikir keras.
"Mommy tahu kamu masih berhubungan dengan wanita itu. Bahkan kamu mengirim mata-mata kan? Mommy dan Daddy tahu semuanya, Zain. Semuanya sudah jelas, wanita itu tak pernah memikirkan kamu." Timpal Elsha meyakinkan putranya.
"Mungkin dia sibuk." Sahut Zain sekenanya.
"Sesibuk apa pun dia, pasti akan menghubungimu jika kamu prioritasnya."
"Mom...."
"Pikirkan semuanya baik-baik, semua ada di tangan kamu, Zain. Pelantikan semakin dekat, posisimu akan tergeser jika masih memikirkan wanita itu. Istirahatlah, Mommy tahu kamu capek." Pungkas Elsha mencium kening putranya sebelum pergi. Sedangkan Zain masih bergeming, perkataan sang Mommy benar-benar mempengaruhinya.
****
Pagi hari, Rea terlihat melangkah malas menuju dapur karena air minum di kamar sudah habis. Gadis itu sudah terbiasa minum air setelah bangun tidur dan malam tadi ia lupa mengisi gelasnya. Beberapa kali Rea menguap sambil menuang air ke dalam gelas. Kemudian melangkah pasti menuju ruang makan dan duduk di sana. Meneguk air itu dengan malas. Matanya masih terlihat berat untuk terbuka. Bahkan rambut gadis itu masih acak-acakan.
"Mam." Panggilnya saat melihat suasana rumah sepi.
"Bik, Mami sama Papi kemana?" Teriaknya. Namun tidak ada sahutan. "Ck, kemana sih semua orang?"
Rea menjatuhkan kepalanya di atas meja makan. Dan kembali memejamkan mata. Sampai ia dikejutkan dengan suara dehaman. Sontak Rea pun terbangun dan melihat ke arah pemilik suara. Mata gadis itu melebar saat melihat Zain sudah berdiri di dekat pintu sambil menatapnya.
Lelaki itu menatap penampilan Rea yang jauh dari kata rapi meski gadis itu masih terlihat cantik dan menggemaskan dengan wajah kagetnya.
"Kak, nagapain disini?" Pekik Rea seraya bangkit dari posisinya.
"Cepat bersiap, aku akan membawaku ke satu tempat." Perintah Zain masih setia menatap lekuk tubuh Rea yang tercetak jelas karena gadis itu hanya mengenakan hotspant dan tenktop.
"Kemana?" Tanya Rea malas. Sebenarnya hari ini ia berencana untuk mengurung diri di kamar dan memanjakan diri. Namun Zain mengacaukan semuanya.
"Jangan banyak bertanya. Aku cuma punya waktu lima menit untuk menunggu." Zain pun melangkah pergi meninggalkan gadis itu. Rea mendengus sebal, kemudian bergegas menuju kamarnya.
****
"Mau kemana sih?" Tanya Rea saat mereka sudah dalam perjalanan yang sama sekali tak Rea ketahui tujuan sebenarnya.
Zain melirik gadis itu sekilas.
"Butik." Jawab Zain terkesan datar.
"Buat apa ke butik?" Tanya Rea mulai curiga.
"Pikir saja sendiri."
Rea mendengus sebal. "Aku lapar, bisa kita makan dulu?"
Zain sama sekali tak menanggapi. Dan itu membuat Rea bingung.
"Lupakan saja." Kata Rea membuang wajah ke luar jendela. Sebenarrnya ia kesal karena diabaikan.
Rea sedikit terhenyak saat Zain membelokan mobilnya ke sebuah restoran berbintang. Dan seketika senyuman Rea pun mengembang karena lelaki itu tak banar-benar mengabaikannya.
"Aku tidak punya banyak waktu," Zain memperingati. Saat ini mereka sudah berada di dalam restoran dan duduk di meja paling pojok.
"Okay." Sahut Rea tersenyum lebar.
Tidak butuh lama makanan pun sampai. Rea makan begitu lahap karena dirinya memang sangat lapar. Zain yang melihat itu terperangah karena gadis cantik seperti Rea sama sekali tak jaim.
"Apa seperti itu caramu makan? Kau sangat rakus." Ledek Zain.
Rea yang mendengar itu malah tersenyum. "Aku memang seperti ini saat sedang lapar." Jawabnya dengan santai. Kemudian ia lanjut melahap makanan sampai habis. Setelah itu mereka pun melanjutkan perjalanan. Cukup lama mereka terdiam, dan itu membuat Rea merasa tak nyaman. Gadis itu pun menoleh.
"Kak, Mami bilang kamu bakal di lantik jadi COE baru. Kapan itu?" Tanya Rea seraya menatap Zain lekat. Lelaki itu pun melirik Rea sekilas.
"Dua minggu lagi." Jawab Zain dengan nada datar.
Rea pun manggut-manggut. Kemudian keduanya pun terdiam kembali. Sampai suara deringan ponsel Rea pun mengejutkan keduanya. Rea merogoh ponselnya dari dalam tas. Dan beberapa detik kemudian senyumannya mengembang. Dengan cepat ia menerima panggilan. Zain yang penasaran pun melirik Rea.
"Hai, Reg." Seru Rea terlihat begitu semangat. Regan Calsio, sahabat, fotografer, sekaligus pemilik agensi di mana Rea bekerja.
"Hai, Rea. Bagaimana di sana? Kau baik-baik saja kan? Kenapa tidak menghubungiku jika kau sudah sampai?"
Rea tertawa renyah sampai menarik perhatian Zain. "Maafkan aku, Reg. Aku lupa padamu, tapi aku baik-baik saja di sini. Kau merindukanku huh?"
"Ya, dua hari kau tidak ada rasanya seperti dua tahun. Kapan kau kembali huh?"
Lagi-lagi Rea tertawa. "Aku juga sangat merindukanmu. Bagaimana dengan pekerjaan? Apa tidak ada aku semuanya berjalan dengan lancar?"
"Tidak sepenuhnya mulus, kau model favorit customer. Cepat kembali, aku bisa rugi."
"Ck, sudah aku bilang sejak awal. Aku tidak akan kembali. Mungkin aku akan mencari jodoh di Indonesia. Aku juga sudah mencari beberapa agensi di sini. Tapi belum ada yang pas." Adu Rea dengan bibir mengerucut.
"Kau tidak ingin mencoba model dewasa? Aku punya satu teman di sana, aku akan merekomendasikan dirimu."
"Model dewasa?" Tanya Rea tampak berpikir keras.
Zain menoleh saat mendengar itu.
"Aku tidak mau, Mami akan membunuhku. Tapi tidak ada salahnya aku coba bukan? Tubuhku seksi dan...." perkataan Rea pun terpotong karena Zain merebut ponselnya. Kemudian memutus sambungan telepon.
"Hei, kembalikan ponselku." Pekik Rea hendak merebut ponsel miliknya. Namun Zain menjauhkannya.
"Duduk yang benar." Titah lelaki itu sambil memberikan tatapan tajam. Rea yang melihat itu langsung menurut.
"Ponselku." Lirih Rea menatap Zain sendu.
"Aku akan mengembalikannya setelah urusan kita selesai."
"Ck, memangnya buat apa sih kita ke butik? Seperti pasangan mau nikah saja pake ke butik." Kesal Rea. Zain sama sekali tak menanggapi, membuat Rea menyerah dan kembali diam. Merasa kesal, Rea menghidupkan musik sesuka hatinya. Gadis itu terus bersenandung sepanjang jalan untuk menghilangkan rasa bosan. Sedangkan Zain masih acuh tak acuh seperti biasanya.
Sesampainya dibutik, Zain membawa Rea masuk tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Membuat gadis itu jengah karena merasa jalan bersama patung.
"Yang ini bagus." Gurau Rea menyentuh salah satu wedding dress berwarna gading.
"Kau suka? Ambil saja."
"Eh, enggak usah. Aku bercanda tadi." Kaget Rea sambil cengengesan.
"Btw, di sini kan khusus wedding dress. Siapa yang mau nikah emangnya?"
"Kamu," jawab Zain datar yang kemudian menarik Rea masuk ke sebuah ruangan berukuran besar. Di sana sudah terdapat beberapa wedding dress mewah yang terpajang di manekin.
"Wow, ini luar biasa. Beruntung banget cewek yang bisa pakai gaun sebagus ini. Kau tahu tidak, Kak? Sejak kecil aku selalu menghayal bisa menikah dan memakai gaun mewah." Oceh Rea dengan senyuman mengembang di bibirnya.
"Hm." Sahut Zain sama sekali tak peduli dengan apa yang Rea omongkan.
Rea yang sudah faham sifat dingin lelaki itu tak merasa heran. Gadis itu terus berjalan karena gaun-gaun di sana lebih menarik dari pada lelaki di belakangnya.
"Kak, kau akan menikah?" Panik Rea berbalik saat mengingat tujuan mereka ke tempat ini.
Zain menatap Rea yang diiringi dengan anggukan. Seketika tubuh Rea pun melemas.
"Dengan siapa? Pasti wanita itu hebat kan? Beruntung sekali dia." Lirih Rea sama sekali tak menyembunyikan perasaan kecewanya.
"Dirimu." Jawab Zain singkat.
Ya, Zain memutuskan untuk menyetujui pejodohan itu karena semalaman penuh ia memikirkan semua perkataan sang Mommy. Mungkin benar, cinta akan hadir seiringnya waktu.
Rea tertawa renyah mendengar jawaban itu. "Kau bercanda, Kak? Menikah denganku?"
"Ya."
Seketika Rea menghentikan tawanya. "Serius?"
"Aku tidak pernah bercanda, Re."
Rea menelan air ludah karena kaget.
"Aku tidak punya banyak waktu, coba semua gaun ini. Setelah ini kita ke hotel."
"Hotel?"
"Ya, Mommy sudah menyewa hotel untuk acara kita."
"Wait! Kapan acaranya?"
"Minggu depan." Sahut Zain.
"What? Kau gila? Aku belum menyiapkan apa pun. Bagaimana dengan undangan? Ya Tuhan, apa ini pernikahan dadakan?" Panik Rea menjambak rambutnya sendiri.
"Mommy sudah mengaturnya."
Rea terdiam, tetapi sedetik kemudian bibirnya mengulas sebuah senyuman bahagia. "Aku akan mencoba semuanya." Gadis itu pun meminta bantuan para karyawan untuk membawakan semua gaun. Sedangkan Zain masih di posisinya. Menunggu gadis itu keluar.
Apa keputusanku ini benar? Menikahi Rea, itu artinya aku harus siap dengan sikap kekanakkannya. Pikir Zain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
A.0122
lbh baik dicintai dr pd mencintai tpi tak dihargai
2022-04-25
1
Sagittarius
suka deh ceritanya ❤
2022-03-06
0
re
Rea terkejut
2022-03-06
0