Bab 5

Benar ucapan Evan tetangga kamar kontrakan Dila, sepulang dari makan siang Evan langsung mandi dan berganti pakaian menggunakan baju seragam PT tempatnya bekerja, seragam berwarna putih dengan tulisan bordir di bagian punggung berwarna merah bertuliskan nama PT tempat Evan bekerja.

Ternyata Evan terlihat lebih keren setelah menggunakan seragam kerja, dibanding saat memakai kaos oblong dan celana pendek santai seperti tadi.

" Dil, As, nitip kamar ya, bentar lagi teman sekamarku juga pulang, dia shift pagi, jadi pulang jam 3, paling sampai sini jam setengah 4 an, kalau nggak lembur atau mampir ngopi di warung depan".

Evan keluar dari kamar, mengunci pintu kamar dan meletakkan kunci kamar itu di atas pintu kamarnya.

" Kenapa nggak buat duplikat kuncinya saja? biar lebih hati-hati, kalau di taruh di atas pintu seperti itu kan bisa ada yang liat dan bisa membuka pintu kamar kamu".

Evan menggeleng, " kalau kamu mau masuk ke kamarku juga nggak papa, nggak ada barang yang bisa di curi, kamarnya cuma isi bajuku dan baju Kunto".

Tidak sengaja Evan menyebutkan nama teman sekamarnya.

Dila dan Asna hanya menggelengkan kepalanya, mana mungkin seorang gadis masuk ke kamar seorang pemuda, apa lagi mereka baru saja saling kenal, sungguh tidak sopan.

Evan pergi dengan langkah cepat karena jam sudah menunjukkan pukul 3 kurang seperempat, kalau terlambat dan tertinggal bus jemputan, harus ngojek dan butuh ongkos. Karena itu Evan sedikit berlari takut ketinggalan bis jemputan.

Dila dan Asna memilih berjalan-jalan keluar agak jauh, sampai di jalan raya dimana Evan dan beberapa pemuda berseragam sama sedang bergurau di pinggiran jalan menunggu bus jemputan datang.

Tak lama kemudian bus jemputan berhenti dan mengangkut semua pemuda yang berseragam sama dengan Evan.

" Lumayan bening-bening juga teman-teman Evan", gumam Asri sambil senyum-senyum sendiri.

" Aw.... ", Asri kaget karena tiba-tiba Dila mencubit pipinya.

" Jangan mikirin cowok dulu As, kita ke sini tuh tujuannya buat kerja, cari uang buat bahagiain orang tua", tegur Dila sambil berjalan menyebrangi jalan raya menuju mini market yang ada di ujung jalan.

" Iya-iya, tadi cuma bercanda Dil, iseng-iseng buat hiburan kan nggak papa, hidup jangan terlalu serius, nanti jadi cepet tua".

Dil hanya manyun dan masuk ke dalam minimarket, mengambil dua botol air mineral ukuran 1'5 liter untuk persediaan minum di kontrakan. Kemudian mengambil roti dan beberapa biskuit untuk persediaan makan jika tiba-tiba lapar malam hari.

Asri hanya mengambil air mineral dan keripik saja, karena jarang makan malam dan takut gemuk kalau makan di malam hari.

Saat Dila dan Asri keluar dari minimarket dan menyebrang jalan raya, dia kembali melihat bus besar berhenti di depan halte, bus itu mengantar karyawan pabrik yang berangkat shift pagi. Terlihat ada beberapa pemuda pemudi yang turun dari bus itu. Namun seragamnya beda dengan yang dipakai Evan tadi.

Dila dan Asna berjalan kembali ke kontrakan sambil bercanda sepanjang jalan, sengaja melewati jalan yang berbeda agar paham daerah sekitar kontrakan. Saat Dila dan Asri sampai di kontrakan, pintu kamar kontrakan Evan sudah terbuka, karena penasaran, Dila melongok ke dalam kontrakan itu.

" Maaf maaf Mas, tadi saya dititipi kamar ini sama mas Evan, jadi saya cek siapa yang ada di dalamnya".

Dila merasa tidak enak, karena sepertinya pemuda yang di dalam kamar Evan adalah teman sekamar Evan yang bernama Kunto, karena pemuda di dalam nampak sedang memasukkan beras ke dalam magicom dan menyambung kabel untuk mulai memasak nasi.

"Kalian penghuni baru kamar sebelah?, tadi Evan sudah kasih tahu lewat pesan singkat kalau kamar sebelah sudah ada yang menempati". Ternyata Kunto seorang pemuda dengan wajah yang sangat kharismatik, mirip Hyun bin oppa, atau lebih mirip seperti Aril Noah, seperti itulah wajah Kunto.

" Iya Mas Kun, saya Asri dan ini Dila", Asri begitu bersemangat memperkenalkan dirinya, sedangkan Dila hanya mengangguk dan tersenyum, kemudian masuk ke kamarnya menaruh barang belanjaannya tadi.

Hari semakin gelap, usai sholat Isa, Dila menerima telepon dari Nino yang ingin mengetahui bagaimana keadaannya.

Dila sedikit berbohong dengan mengatakan dirinya baik-baik saja dan mungkin akan betah tinggal di perantauan, karena Dila tidak mau membuat teman maupun keluarganya khawatir dengan keadaannya saat ini.

Meski yang sebenarnya Dila mulai merasa kedinginan karena tidur diatas tikar pandan yang tipis, berbantalkan tas berisi baju yang terasa keras.

Selesai ngobrol lewat telepon dengan Nino, Dila memilih membuka pintu kamar dan duduk di depan kamarnya.

Nyamuk di kota besar ternyata lebih ganas dari nyamuk-nyamuk di desa, dan jumlahnya bahkan lebih banyak. Dila terus menggaruk tangan dan kakinya karena terus di gigit nyamuk.

" Pakai ini", Kunto melempar botol lotion anti nyamuk di pangkuan Dila.

Dila langsung memakaikan lotion anti nyamuk ke tangan dan kakinya, rasanya sudah tidak tahan sejak tadi di gerumut nyamuk.

" Makasih ya", ucap Dila sambil mengembalikan botol lotion anti nyamuk pada Kunto.

" Pasti di daerah asal kamu tinggal jarang ada nyamuk ya?, jadi nggak persiapan lotion anti nyamuk?".

Dila mengangguk membenarkan ucapan Kunto.

" Tadi yang habis telepon siapa?, pacar?", tanya Kunto tanpa basa-basi. Memang tinggal bersebelahan dengan hanya selembar papan triplek sebagai penghalang, membuat suara bisa terdengar jelas dari kamar sebelah, meski sudah berbicara pelan dan lirih, seperti tidak ada privasi sedikitpun tinggal di kontrakan kecil seperti itu.

" Nggak tahu, hubungan tanpa status, seperti teman...., tapi perhatian. Di bilang pacar, kita nggak pernah jadian", jawab Dila jujur.

" Rumit".

" Hubungan kamu dan dia nggak jelas".

" Kalau aku, punya pacar di desa, dia sekarang sedang kuliah di STIKES, pengen jadi perawat katanya, makanya aku biayai dia buat melanjutkan sekolah".

Dila terkejut dengan sikap Kunto yang begitu terbuka. Dila bahkan tidak menanyakan apa-apa, tapi Kunto bercerita dengan sendirinya.

" Kalian sudah serius mau menikah?", tanya Dila.

" Nggak tahu, kalau jodoh ya menikah, kalau belum mau bagaimana lagi". Jawab Kunto enteng.

" Tapi kan kamu yang biayai dia kuliah, kalau nggak jadi suaminya, kamu yang rugi banyak dong", gumam Dila begitu polos.

" Tinggal minta ganti rugi, apa sulitnya, tiap kali aku transfer ke rekeningnya kan ada bukti transfer yang selalu aku simpan".

Dila mengernyitkan keningnya menatap Kunto dengan tatapan aneh. " Kok ada ya cowok kaya kamu, hidupnya dibikin santai serasa tanpa beban".

Kunto terkekeh mendengar ucapan Dila.

" Kita hidup di perantauan sudah susah, jadi jangan dibikin tambah susah dengan terlalu banyak berpikir".

" Kamu sudah makan?", tiba-tiba Kunto mengalihkan pembicaraan.

Dila menggelengkan kepalanya, " nanti makan roti kalo laper", jawab Dila jujur.

Kunto masuk ke dalam kamar tanpa menutup pintu kamarnya, Dila bisa melihat Kunto mengambil nasi yang dimasaknya tadi sore, nasi dari magicom di pindah ke wadah seperti piring besar.

Setelah itu Kunto memasukkan air dan mie instan kedalam Magicom lagi dan memencet tombol 'cook'.

Sekitar lima menit, Kunto memanggil Dila untuk masuk ke kamarnya.

" Sini masuk, kita makan malam bersama, cuma nasi dan mie goreng, nggak papa kan?, oh iya, aku ada sisa keripik beli kemarin", Kunto mengambil keripik dari atas lemari kecil yang ada di kamarnya.

" Santai saja, di kontrakan sini, cowok masuk kamar cewek atau sebaliknya itu sudah biasa, yang penting kan kita nggak ngapa-ngapain. Kalau mau ngapa-ngapain juga boleh, nggak ada yang mempermasalahkan, tapi tenang, aku nggak suka gadis muda dan polos kaya kamu. Aku lebih suka dengan yang sudah berpengalaman dan nggak perlu merasa bersalah karena harus buka segel".

Dila tahu maksud ucapan Kunto, dan hanya bisa menelan salivanya. Tapi tetap berdiri di depan pintu kamarnya yang bersebelahan dengan pintu kamar Kunto.

" Kamu nggak usah takut, hidup di kota besar harus terbiasa dengan kalimat-kalimat yang sedikit kasar dan terbuka seperti itu, nanti juga setelah kamu tinggal beberapa bulan disini kamu akan terbiasa dengan kalimat-kalimat seperti itu".

Kunto keluar membawa dua piring nasi dengan lauk mie goreng dan keripik. Kemudian menyerahkan satu piring pada Dila.

" Ya sudah kalau mau kamu begini, kita makan malam di luar..... di luar kamar maksudnya", ucap Kunto sambil terkekeh.

" Teman sekamar kamu mana?, mau ikut makan malam di luar nggak?".

Dila menggelengkan kepalanya," Asri nggak pernah makan malam, katanya takut gendut".

" Tapi dia tadi keluar pergi ke kamar teman-teman yang lain, pas aku lagi teleponan".

Kunto hanya mengangguk sambil menikmati makan malam sederhana buatannya sendiri.

" Dimakan nasinya, kalau dingin nanti nggak enak mie gorengnya".

" Kenapa kamu baik banget pada tetangga baru, padahal kan kita baru kenal?", tanya Dila penasaran.

" Karena aku pernah merasakan menjadi anak rantau baru, yang harus menghemat pengeluaran agar bisa bertahan hidup, setidaknya harus berhemat sampai kita bisa bekerja dan menerima gaji".

Jawaban Kunto memang masuk akal.

" Setelah berapa bulan bekerja kamu bisa beli kasur, magicom dan juga lemari kecil?", tanya Dila lagi.

" Aku beli patungan sama Evan, baru pertama dapat gaji, kita langsung beli kasur, magicom dan lemari, karena itu kebutuhan yang cukup penting, dulu kami juga tidur beralaskan tikar tipis seperti kamu saat ini, selama dua bulan".

Mendengar kata-kata Kunto, membuat Dila tiba-tiba kangen dengan kamar tidurnya di desa. Meski kasur di kamar Dila terbuat dari kapuk, bukan busa atau spring bed, tapi itu sudah terasa sangatlah nyaman.

" Kenapa diam?, ayo dimakan nasinya, nanti keburu dingin, nggak enak".

Dila mengangguk dan makan malam bersama Kunto di depan kamarnya.

Terpopuler

Comments

Ida Firdaus

Ida Firdaus

realita anak perantauan. ..

2022-04-19

1

Indah Sri

Indah Sri

semangat up nya seruni cerita nya

2022-02-14

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 bBab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Bab 122
123 Bab 123
124 Bab 124
125 Bab 125
126 Bab 126
127 Bab 127
128 Bab 128
129 Bab 129
130 Bab 130
131 Bab 131
132 Bab 132
133 Bab 133
134 134
135 Bab 135
136 Bab 136
137 Bab 137
138 Bab 138
139 Bab 139
140 Bab 140
141 Bab 141
142 Bab 142
143 Bab 143
144 Bab 144
145 Bab 145
146 Bab 146
147 Bab 147
148 Bab 148
149 Bab 149
150 Bab 150
151 Bab 151
152 Bab 152
153 Bab 153
154 Bab 154
155 Bonus Bab 155
156 Bonus Bab 156
157 Bonus Bab 157
Episodes

Updated 157 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
bBab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Bab 122
123
Bab 123
124
Bab 124
125
Bab 125
126
Bab 126
127
Bab 127
128
Bab 128
129
Bab 129
130
Bab 130
131
Bab 131
132
Bab 132
133
Bab 133
134
134
135
Bab 135
136
Bab 136
137
Bab 137
138
Bab 138
139
Bab 139
140
Bab 140
141
Bab 141
142
Bab 142
143
Bab 143
144
Bab 144
145
Bab 145
146
Bab 146
147
Bab 147
148
Bab 148
149
Bab 149
150
Bab 150
151
Bab 151
152
Bab 152
153
Bab 153
154
Bab 154
155
Bonus Bab 155
156
Bonus Bab 156
157
Bonus Bab 157

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!