Wowo yang memasang ekspresi paling kesal melihat Dila dan Nino duduk dan ngobrol berdua diatas bukit.
" Kalian kok pergi kesini diam-diam sih, nggak pamit ke kita-kita, untung saja Asna tadi lihat kalian jalan kearah bukit".
Asna hanya nyengir kuda saat namanya di sebut oleh Wowo dengan wajah dongkol.
" Tadi Dila kedinginan main air di bawah air terjun, jadi aku ajak kesini, berjemur biar hangat", kilah Nino beralasan.
Dila memang sudah paham betul karakter Nino dan Wowo, Wowo yang lebih terbuka dan ceplas ceplos, sedangkan Nino diam dan menyimpan begitu banyak rahasia.
" Ternyata jalan kesini lumayan capek juga ya, kelihatan dari bawah nggak tinggi-tinggi amat, tapi pas di lewati, huuuh.... lumayan menguras keringat", Fajar adalah sekbid humas di karang taruna, dia yang paling tahu ketegangan antara Wowo dan Nino selama ini.
" Habis dari sini gimana kalau kita makan siang di warung tengah sawah?, disana menunya cukup beragam, rasanya enak dengan harga yang lumayan murah buat kantong kita-kita yang belum berpenghasilan, apalagi tempatnya, bener-bener nyaman buat nongkrong". Fajar berkata seperti sedang mempromosikan bisnis rumah makannya.
" Boleh juga...", semua serempak setuju.
Pukul 11 lebih mereka keluar dari Curug asmara, dan menuju warung tengah sawah yang lokasinya tidak jauh dari Curug asmara.
Saat berjalan keluar dari Curug ada rombongan pemuda yang baru saja datang ke Curug dan ada beberapa yang bersiul saat berpapasan dengan Dila dan Asna yang berjalan paling belakang diantara teman yang lain.
" Cantik.... boleh kenalan nggak?, kita-kita masih singgle loh...., kalo boleh kenalan, kita traktir makan siang di kafe sebelah".
Gumaman salah satu pemuda justru dijawab oleh Wowo dengan sengit.
" Sory ya, situ singgle, sayangnya si cantik udah nggak singgle tuh, udah ada yang punya !". Wowo langsung menarik tangan Dila, sedangkan Dila menarik tangan Asna, Wowo langsung mendapat tatapan tajam dari gerombolan pemuda yang baru masuk itu, termasuk tatapan tajam dari Nino, tapi Nino hanya bisa menatap dan tak berani bertindak seperti Wowo.
" Kalau jalan jangan misah dari rombongan gitu Dil, jadi nggak digodain sama cowok-cowok nggak jelas kayak mereka !", Wowo masih menggenggam tangan Dila, saat Dila berusaha melepaskan genggaman tangan Wowo, karena merasa tak enak pada Nino, juga pada Asna.
Dila hanya mengangguk tanpa menjawab, karena tidak mau memperpanjang perdebatan, Wowo pasti akan menjawab lagi jika Dila menjawab tegurannya.
Sampai di warung makan, semua berjalan lancar dan aman, tidak terlalu banyak drama seperti saat di Curug tadi. Suasana warung yang berbentuk bilik-bilik dengan atap daun kering, dan terpisah dengan bilik lain, membuat mereka merasa nyaman.
Suasana sedikit gaduh dan rame, karena mereka mengadakan permainan putar botol se-usai makan siang.
Bagi yang tertunjuk ujung botol harus menghibur yang lain, entah dengan bernyanyi, berjoget, melawak, atau hal lain yang membuat mereka tertawa.
Yang pertama mendapat giliran adalah Asna, Asna dengan suara merdunya menyanyikan lagu Risalah hati milik dewa 19. Begitu meresapi di reff....
🎶Aku bisa membuat mu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta.... kepadaku.
Beri sedikit waktu...
biar cinta datang karena telah terbiasa 🎶
Dan tidak ada yang menyadari tujuan Asna menyanyikan lagu itu, tidak lain ditunjukan pada Wowo, cowok yang ditaksirnya.
Setelah Asna selesai bernyanyi dan botol kembali berputar, botol menunjuk pada Fajar. Fajar memilih untuk ber stand up komedi, karena suaranya yang tidak begitu bagus dan selalu fals tiap bernyanyi, tapi Fajar selalu menyimpan begitu banyak cerita lucu, dan itu membuat semua tertawa lepas tiap kali mendengarkan Fajar bercerita.
Dan botol kembali berputar, semua mendapatkan giliran bergantian, dan yang mendapat giliran terakhir adalah Dila. Dila bisa bernyanyi, tapi sedang tidak ingin bernyanyi, Dila akhirnya membacakan salah satu karya Khalil Gibran yang pernah dibacanya di sebuah buku.
~~
...Persahabatan...
Dalam manisnya persahabatan, biarkan ada tawa kegirangan. Berbagi duka dan kesenangan. Karena dalam rintik embun, hati manusia menghirup fajar yang terbangun dan mendapatkan gairah kehidupan .
~~
Meski tidak banyak yang tahu dengan makna dari kalimat itu, tapi semua teman-teman Dila mendengarkan dengan seksama. Karena Dila menyampaikan dengan sangat meresapi dan penuh pendalaman.
Mungkin pergi bareng teman-teman kali ini akan menjadi kenangan manis yang akan terus Dila ingat saat di perantauan nanti, dan sampai kapanpun.
_
_
Dila sampai di rumah jam setengah dua siang, bapak dan ibunya juga baru saja pulang dari sawah. Dita yang paling heboh, karena Dila membawakan oleh-oleh untuk adik semata wayangnya itu. Di tambah sang bapak yang pulang membawa kelapa muda pesanannya tadi.
" Wah, cocok banget siang-siang panas begini, mbak Dila pulang bawain lutis buah, dan bapak dari sawah bawain kelapa muda, rejeki anak sholehah", Dita tersenyum sumringah dan tidak sabar menunggu kelapa muda di buka oleh sang bapak.
Dila lebih dulu sholat duhur dan bergabung bersama adiknya yang sedang berjongkok di dapur menunggu sang bapak membuka kelapa muda untuk dirinya dan juga Dila.
" Ini, sudah bapak buka keduanya, kalian nikmati bersama. Bapak sama ibu sudah duluan di sawah tadi". Toto menyerahkan dua kelapa muda pada kedua putrinya.
" Memang acara apa tadi, kok sampai pergi ke Curug Dil?", tanya Toto sambil duduk di kursi panjang di samping meja makan.
" Acara perpisahan Pak, katanya jalan-jalan terakhir mumpung Dila belum berangkat ke Bekasi", jawab Dila jujur.
Toto terlihat seperti berpikir, " apa kita sekeluarga juga perlu jalan-jalan atau liburan dulu sebelum kamu berangkat ke Bekasi?, kita kan juga sudah lama banget nggak pergi piknik sekeluarga. Seingat bapak, terakhir piknik 3 tahun lalu, saat kamu lulus SMP, dan Dita masih kecil". Toto baru menyadari jika sudah sangat lama dia tidak mengajak anak dan istrinya liburan.
Bukannya Toto tidak kepikiran ke hal itu, tapi semenjak Dila masuk SMK dan membutuhkan biaya sekolah yang lebih besar, hampir setiap penghasilan yang didapatnya habis hanya untuk membiayai kedua putrinya sekolah.
" Tidak usah Pak, refreshing itu tida harus liburan ke tempat wisata. Besok kita pergi ke sawah bareng-bareng saja, kita bisa metik sayuran di sawah bareng, terus makan siang bareng di gubug, itu sudah cukup, iya kan Dit?", Dila berusaha meminta persetujuan adiknya.
Dita yang mulutnya penuh karena sedang menikmati kelapa muda hanya mengangguk setuju. Meski Dita masih kecil, tapi dia juga paham bagaimana keadaan keuangan bapaknya yang hanya pas-pasan. Belum lagi kakaknya yang hendak pergi jauh merantau dan butuh biaya besar untuk awal hidup di perantauan. Dita hanya berharap kakak perempuannya bisa sukses dan berhasil di perantauan nanti.
Keesokan harinya, seperti yang sudah direncanakan kemarin. Dila dan Dita ikut bersama kedua orang tuanya ke sawah. Memetik kacang panjang dan cabai yang ditanam bapaknya di pematang sawah, dan setelah matahari mulai menyengat kulit, mereka menikmati makan siang bersama di gubug kecil yang ada di pinggir sawah mereka.
Toto kembali memetik kelapa muda di pohon yang lain, karena Toto memiliki beberapa pohon kelapa di pinggiran ladang.
Semua terasa begitu nikmat dan membahagiakan saat melakukan sesuatu dengan keluarga, meski hanya makan seadanya di gubug kecil di pinggiran ladang.
Mungkin kebersamaan seperti ini entah kapan lagi akan mereka lakukan, atau mungkin ini terakhir kali mereka bersama-sama seperti ini. Karena setelah keberangkatan Dila minggu depan, pasti semuanya akan berubah seiring berjalannya waktu.
Harapan dari semua pengorbanan yang dilakukan hanyalah sebuah kesuksesan untuk putri sulung mereka. Kesuksesan yang akan membawa kehidupan mereka menjadi lebih baik lagi.
_
_
Seminggu berlalu, tiba saatnya Dila harus berangkat ke kota besar tempat tujuannya merantau, kota Bekasi.
Dila diantar oleh Toto sampai di BLK tempatnya mengikuti penyaluran kerja. Dila meminta agar bapaknya pulang terlebih dahulu, namun Toto kekeh menunggu sampai bus yang akan membawa Dila tiba.
Padahal Dila melihat Nino berdiri di seberang jalan, karena Nino mengirim pesan ke ponselnya. Namun Nino tidak berani mendekat karena ada sang bapak yang masih menunggu Dila hingga dirinya berangkat.
Tak lama kemudian bus menuju Bekasi berhenti di depan BLK, Dila dan beberapa gadis lain masuk ke dalam bus membawa tas besar milik mereka. Toto melepas kepergian putri sulungnya dengan melambaikan tangan saat bus itu mulai melaju dan semakin menjauh.
Dila meminta maaf pada Nino karena tidak berani menemuinya meski hanya sesaat, dan Nino memaklumi hal itu, karena dirinya juga belum berani terang-terangan menemui Dila di depan bapaknya.
Tanpa terasa air mata menetes melihat sosok bapak dan juga Nino yang semakin kecil dan semakin jauh dari pandangan. Sepanjang jalan Dila hanya bisa berdoa semoga keputusannya untuk merantau ke kota besar adalah keputusan yang tepat dan akan membawanya ke pintu kesuksesan kelak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
El_Tien
ini latar belakang cerita pedesaan dan keluarga petani. siip jarang nih yang ambil tema begini
2022-04-11
2
VLav
hahaa, wowo cemburu nih ye sama nino
aq mampir lagi ya kaka 🥰
2022-04-08
1