Raisa merasa lega telah mendapatkan izin dari kepala pabrik untuk mengurus putrinya beberapa hari kedepan, dan mendapatkan pinjaman uang yang akan dipotong tiap bulan gajinya.
Bram dan Ratna kelimpungan ditinggal Raisa, tidak ada uang belanja ataupun uang rokok untuk Bram.
"Kemana perempuan kampung itu pergi, apa mungkin kabur..?"
"Gak mungkin lah Ma, barang-barang nya masih disini."
"Mama hubungi gak pernah diangkat Bram.?"
"Bram juga gak tau Ma, pusing banget ni kepala udah gak ngrokok seharian."
"Pak Andik, kemana karyawan yang gak masuk tempo hari.."
"Maaf Den Raffi, ini biodata Raisa. Tiba-tiba anaknya sakit saat akan berangkat bekerja, sampai-sampai kerumah sakit masih menggunakan seragam pabrik Den..?"
Setelah melihat biodata lengkap karyawannya, pandangan Raffi fokus dengan foto kecil yang terletak disudut atas lembar CV milik Raisa.
Foto yang menggunakan background warna merah itu terlihat sangat cantik, meski tanpa polesan makeup.
"Mungkin efek lampu kamera.." Batinya.
"Pak Andik, cari semua informasi tentang karyawan ini. Segera serahkan padaku..!"
Dalam benak pak Andik muncul banyak pertanyaan, tapi tak ada keberanian untuk mengeluarkannya cukup dipendamnya.
"Maaf Den, kemaren Raisa mengajukan pinjaman dibagian keuangan. Nanti untuk membayarnya akan dipotong gajinya tiap bulan."
****
Setelah empat hari Elena dirawat kondisinya sudah sangat membaik, dokter Reza sangat menyukainya. Berat untuk dokter Reza berpisah dengan Elena, tapi gak ada alasan untuk menahannya. Justru harusnya ia bahagia, pasienya sudah membaik.
Selain merawat Elena dokter Reza curi-curi pandang pada Raisa, dokter tampan itu mengagumi sosok wanita yang begitu menyayangi putrinya.
Selama dirawat tak pernah sekalipun ia melihat ayah Elena datang membesuk, ada apa dengan orang tua Elena.
Raisa berpamitan pada dokter Reza, dokter yang begitu baik menurutnya. Dokter Reza pun meminta Raisa untuk bertukar nomor telepon, jika ada apa-apa dengan kondisi Elena bisa menghubunginya. Walaupun ini alasan dokter tampan itu untuk menyimpan nomor Raisa, dengan senang hati Raisa memberikan nya.
Sesampainya dirumah Raisa segera masuk ke kamar dan membaringkan Elena diranjangnya.
"Kemana aja kamu, masih ingat pulang?"
"Elena sakit Ma, Ica dirumah sakit jaga Elena.."
"Terus aja ngurusin anak pungut itu, Mama minta uang belanja.."
"Ica gak kerja Ma gak ada uang, lagi uangnya habis untuk biaya rumah sakit Elena."
"Terus kita mau makan apa..?" Ratna berteriak
"Makan aja apa yang ada Ma.." Raisa berlalu pergi meninggalkan Ratna yang sedang emosi.
"Lihat itu Bram, istrimu sudah pandai menjawab.."
Bram hanya fokus pada layar ponselnya, tak menghiraukan pertengkaran Ayra dan mama nya.
Ratna yang kesal pun berjalan dan berhenti tepat didepan pintu kamar Raisa.
tok..tok...tok...
"Raisa buka pintunya..?"
"Raisaaa...."
Ceklek... Pintu dibuka dari dalam, keluarlah Raisa dengan muka yang sedikit berbeda dari biasanya.
"Raisa kamu apa-apa an sih, diajak bicara orang tua malah pergi gitu aja. Gak sopan...?"
"Ma... tolong pelanggan suaranya, Elena sedang tidur..!"
"Ikut Mama.." Ratna berjalan didepan sedang Raisa mengikuti kemana langkah mertuanya.
Ratna mendudukkan dirinya disofa ruang tamu, sedangkan Raisa hlmasih berdiri didepan mertuanya.
Menunggu apa yang akan dibicarakan padanya.
"Maksud kamu apa bilang gak kerja..?"
"Ica gak kerja Ma, jagain Elena dirumah sakit. Jadi gak ada uang, biaya dirumah sakit aja Ica mengajukan pinjaman di kantor..." Raisa cukup lembut menghadapi sikap mertuanya.
"Sampai kapan mau ngurusin anak pungut itu terus, Kita juga butuh makan Ca..?"
"Apa begitu bencinya Mama sama Elena..?"
"Apa maksud kamu.." Ratna berkata dengan nada tinggi.
"Maaf Ma, Ica kerja banting tulang untuk keluarga ini. Ica gantiin mas Bram jadi tulang punggung, Ica gak minta apa-apa. Ica cuman mau Mama jagain Elena saat Ica kerja, tapi kenapa tubuh anakku penuh memar.." Raisa mulai meninggikan nada bicaranya.
Ratna yang mendengar langsung gelagapan, kenapa gadis kampung ini bicara seperti ini padanya. Apa anak pungut itu ngadu yang macam-macam.
"Maksud kamu apa..? Kamu nuduh Mama..?"
"Ica hanya tanya, kenapa Mama seperti menyembunyikan sesuatu..?"
"Mama gak menyembunyikan sesuatu, bisa aja anak pungut itu jatuh saat main. Lagian mama bukan baby sister nya yang harus jagain dia setiap detik.."
"Mulai hari ini Ica gak akan nyusahin Mama buat ngerawat Elena.." Raisa pergi dari hadapan mertuanya dengan perasaan sakit dihatinya.
"Ya... itu lebih baik. Daripada ngerawat anak pungut itu mending aku kemana gitu.." Ratna berbicara sendiri.
****
Pagi hari Raisa bangun lebih pagi dari biasanya, disaat semua orang masih terlelap Raisa telah selesai memasak menu sarapannya.
Ayra menyiapkan 2 kotak nasi, satu untuk dirinya sendiri yang satu untuk Elena.
Raisa akan membawa Elena ke pabrik, nanti setelah pulang kerja dirinya ingin mencari kontrakan yang tidak terlalu jauh dari pabrik.
Raisa gak mungkin meninggalkan Elena dirumah, bisa-bisa suami dan mertuanya akan memukulinya lagi.
Jam 6:45 Raisa sudah berada dipabrik, Raisa meletakkan Elena pada sebuah ruang kosong, yang biasanya digunakan para karyawan pabrik untuk istirahat saat jam makan siang.
"Ca gila Lo ya.. Masa Lo ngajak anak ke pabrik.."
"Gak ada pilihan lain Mel, gak ada yang bisa aku percaya buat ngerawat Elena dirumah..!"
"Semoga gak ketahuan Lo, kalau ketahuan habislah kita.."
"Sayang... Mama kerja dulu ya.? Elena main disini gak boleh keluar ya..?"
"Iya mamma... Ena dicini aja.."
"Mama kerja dulu.." Raisa mencium kening putrinya dan berlalu pergi.
"Gak boleh nakal ya anak cantik, main didalam aja kalau laper makan nasi Ama jajannya.." Amel mengusap lembut kepala Elena.
"Iya Tante... makatihhh..." Elena melambaikan tanganya pada Amel.
Baginya bisa bersama mama nya adalah hal yang sangat membahagiakan, dari pada terkurung dirumah bersama neneknya yang jahat.
Elena begitu mengerti kondisi sang Mama, walaupun hanya berdiam diri diruang ini gak ada masalah untuknya.
Saat jam makan siang sebagian karyawan mengetahui bahwa Raisa ke pabrik dengan membawa anaknya, Raisa gak mau ambil pusing andaikan bosnya tau ia siap menerima konsekuensinya.
Semua karyawan memahami bagaimana menjadi seorang ibu, bagaimana harus membagi waktu bekerja dan merawat anak.
Bersyukur teman-teman yang ada dipabrik ini begitu baik padanya, gak ada diantara mereka yang melapor pada mandornya.
Tiga hari sudah berlalu Elena ikut bekerja, selama tiga hari juga Raisa selalu pulang di jam pulang pabrik. Tak pernah ia mengambil lembur, dikarenakan dirinya tak mungkin membawa Elena pulang larut malam.
Meskipun sepulang dari pabrik mertuanya terus mengomel ia tak perduli, toh sekarang dirinya tak membebankan Elena padanya.
Baginya saat ini kenyamanan Elena adalah hal yang terpenting, selama belum mendapatkan rumah untuk dirinya dan Elena tempati. Raisa tidak akan pernah meninggalkan Elena sedetik pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments