Episode 02

Satu bulan sudah aku bekerja dipabrik, hari ini tanggal aku menerima gaji dan uang lemburan.

Aku gak tau kenapa kebutuhan rumah semuanya dibebankan padaku, listrik, air, kebutuhan dapur, uang rokok suamiku, uang untuk mertuaku karena merawat Elena selama aku kerja.

Jika aku tidak lembur mungkin gajiku gak cukup untuk kebutuhan rumah ini, aku gak apa-apa ini hanya sementara. Nanti setelah suamiku kembali mendapatkan pekerjaan aku yakin semua akan kembali seperti semula.

Aku menjadi tulang punggung sekarang, tidak ada pemasukan selain dariku. Meskipun pekerjaanku kasar tapi gajinya bisa untuk menyambung hidup keluarga.

Setiap hari suamiku meminta uang padaku dengan alasan untuk mencari kerja, akupun gak keberatan dan berdo'a semoga segera mendapatkan pekerjaan.

Ini adalah hari Sabtu, aku tak ingin lembur hari ini. Aku akan mengajak Elena jalan-jalan dan membelikan baju, mainan untuknya.

Setibanya dirumah Raisa melihat mertuanya sedang duduk disofa ruang tamu, tak menyadari kedatangannya.

"Ma... Elena dimana.?

"Kamu sudah pulang, kok gak lembur.?

Aku yang menanyakan anakku malah dijawabnya dengan pertanyaan padaku juga.

"Aku gak ambil lembur Ma, Aku ingin istirahat.?"

"Kalau kamu kerja malas-malasan gitu gimana kita mau punya hidup yang layak ."

"Satu bulan ini hampir setiap hari Ica lembur ma, badanku rasanya sakit semua. Sekarang Ica mau istirahat." Raisa berlalu masuk kamar gak ingin berlama-lama mendengarkan mertuanya yang terus mengomel.

Telinganya mulai menebal karena hampir setiap hari seperti mendengarkan radio rusak dari mertuanya.

Pintu kamar dibukanya dengan sangat pelan, takut jika anaknya sedang tidur.

"Mama..." Begitu bahagianya gadis kecil itu melihat bundanya yang pulang awal.

"Sayang kok main sendiri gak diluar dengan nenek."

"Enggak ma, ena suka main sendili." Ucapnya.

"Muah.. Anak mama makin pinter nie. Elena belum mandi.?"

"Beyum mamma...."

"Mandi bareng mama ya, Yuk udah sore..?"

Elena berlari mengambil handuknya dan mengandeng tangan Raisa. Mungkin karena elena sering ditinggalnya bekerja, gadis itu cukup mandiri, Elena juga jarang menangis seperti anak-anak pada umumnya. Keduanya berjalan gontai menuju kamar mandi, 15 menit berlalu kini keduanya sudah rapi.

*Kalian mau kemana...?" Tanyanya ketus.

Sontak gadis kecil itu langsung bersembunyi dibelakang tubuh ibunya.

"Ica mau ajak Elena kepasar malam Ma, mau beli mainan sama baju. Baju Elena sudah pada gak muat."

"Beli bajunya nanti aja kalau udah punya uang banyak, kebutuhan kita sehari-hari aja masih bingung mau beli baju. Tadi mama beli elpiji sama telur, gantiin uangnya 50 ribu.."

Tanpa pikir panjang Raisa segera mengambil uangnya dan memberikannya pada mertuanya, segera berlalu pergi meninggalkan rumah bersama Elena.

"Mamma nenek malah yaa..?" Tanyanya polos

"Enggak sayang nenek gak marah, nenek sayang sama Elena." Raisa tak ingin elena jadi takut dengan mertuanya.

Di persimpangan tak jauh dari rumahnya biasanya Raisa menunggu angkot yang lewat, sudah berdiri lebih dari 20 menit belum ada angkot yang lewat.

Peluh sudah membasahi kedua wanita beda usia itu, dari jauh terlihat angkot yang mulai mendekat.

Raisa segera melambaikan tanganya kearah angkot, begitu masuk didalam angkot penuh Raisa duduk dengan sangat berdempetan. Raisa duduk dengan memangku Elena, Elena seperti gak nyaman berada di angkot itu. Gak ada pilihan lain baginya, Elena juga sangat memahami kesusahan sang mama.

Sesampainya di pasar malam Raisa membelikan 3 steel baju untuk Elena, dan membelikan mainan pilihannya.

Boneka Barbie berwarna pink, setelah itu keduanya mampir disebuah angkringan untuk makan.

"mamma unya uang..?"

"Punya sayang, Elena mau apa nak..?" jawanya lembut.

"Ena au es plim mamma.."

"Habiskan dulu makanya terus mama ajak Elena makan ice cream.."

Elena memeluk Raisa kemudian melanjutkan lagi makanya, Raisa mencium kepala Elena dengan sayang.

Gadis kecil itu terus bercerita dengan bahasanya sambil memakan ice cream yang ada ditanganya.

Raisa mendengarkan ocehan anaknya dan sesekali menimpali, terlihat rona bahagia terpancar jelas diraut mukanya.

Kini keduanya duduk disebuah kursi dibawah pohon.

"Sayang.. Elena suka gak diajak jalan-jalan..?"

"Cuka cekali mamma.."

Raisa berjongkok dibawah dengan tanganya memegang tangan putrinya.

"Sayang Do'ain kerjanya mama lancar, terus mama dapet rejeki yang banyak. Biar bisa terus ajak Elena jalan-jalan."

"Iya mammma... Tiap hali ena do'a untuk mama.

bial cehatt.."

"Terimakasih sayang.."

Ayra bangkit dan segera memeluk anaknya, satu-satunya orang yang bikin ia bahagia.

Raisa kembali kerumah pukul 19:00 dengan menenteng banyak belanjaan, dan menggendong Elena yang sedang tidur.

Ia berjalan sedikit kesusahan, tapi tak ingin membangunkan putrinya.

Elena yang sudah kelelahan berjalan jauh sejak sore, dibukanya pintu rumah dengan sangat pelan. Berjalan dengan tergesa-gesa masuk ke dalam kamar, membaringkan Elena ditempat tidur dan menyelimuti tubuh mungil itu.

Dua pasang mata yang sejak tadi terus saja melihatnya dengan tatapan tidak suka, mertuanya dan suaminya Bram.

Uang belanja yang berkurang karena Raisa terus saja mengurus anak pungut itu, alasan keduanya tidak pernah menyukai Elena.

Raisa tidak pernah memikirkan tanggapan orang lain padanya dan Elena, Elena begitu memahami bahwa yang mama sangat menyayanginya.

Dibandingkan hidup di panti asuhan, hidup dengan sang mama sudah membuatnya bahagia.

Dulu saat Raisa mengambil Elena, pihak panti asuhan sudah memberitahukan pada Raisa bahwa Elena masih memiliki orang tua.

Elena sengaja diletakkan didepan pintu panti asuhan, waktu umurnya sudah 1 tahunan.

Tapi sayangnya orang tua elena tidak menyadari gerak-gerik nya diawasi cctv, Raisa sudah memegang bukti rekaman itu. Sampai detik ini gak pernah sekalipun Raisa membukanya, pengakuan pihak panti sudah membuktikan bahwa Elena sengaja dibuang.

Tidak terpikirkan oleh Raisa untuk mencari keberadaan orang tuanya, apapun masalah mereka membuang anak pada panti asuhan sudah dianggapnya tepat.

Pasti pihak panti akan merawatnya dengan baik, syukur-syukur mendapatkan orang tua asuh.

Daripada membuangnya dipinggir jalan atau mem****hnya. Tidak ada anak yang dapat memilih akan dilahirkan dari rahim seseorang seperti apa.

Seperti nasib Raisa, pernikahannya tidak sesuai harapannya. Jauh dari yang dirinya bayangkan, Entah bagaimana nanti biar waktu yang bisa menjawab.

Perasaanya pada Bram juga sudah membeku, gak ada lagi cinta dihatinya.

Jika bisa memilih, ia tak ingin menikah dengan Bram waktu itu.

Nasi sudah menjadi bubur, hanya bisa menjalani.

Ia bertekat suatu hari akan memperjuangkan statusnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!