Damanda dan semuanya sekarang berhenti di tengah hutan yang pohonnya jarang. Damanda terdiam mengingat kejadian kemarin dan bagaimana ke empatnya bisa mengayunkan pedang mengalahkan semua orang orang itu.
"Kalian gak merasa bersalah?" Damanda bertanya dengan wajah takut-takut. Seketika Marcus menoleh.
"Jika kau melihat orang yang menjengkelkan dan menyebalkan juga telah membunuh orang tuamu bagaimana sikapmu?" ucapan Marcus membuat Damanda menatap berpikir.
"Ya.. Aku tidak suka dan ingin membunuh mereka semua." Damanda Menjawab dengan tegas.
"Yaa.. Itulah yang kami lakukan," ucap Tristan kali ini.
Suasana hutan yang sangat sunyi dingin lembab dan ada suara burung perlahan hari mulai gelap Limino baru datang membawa buah dan Rhapael membawa kayu bakar.
"Kalian tidak kemana-mana?" Damanda menatap Marcus dan Tristan yang diam saja mengelap pedangnya dengan air dari mana entah bagaimana mendapatkannya mereka.
"Jika kami pergi kau bisa dalam bahaya, Kau yang paling di incar dari pada kami," ucap Marcus tanpa menoleh.
"Lagian juga teknik bertarungmu payah," tambah Marcus lagi seketika Damanda melempar debu ke atas pedangnya. Marcus dan tristan berdecak dan mulai tidak suka jika Damanda membuat mereka kesal.
"Makanya kalian ajari aku supaya aku tidak membuat kalian repot." Ocehan Damanda di acuhkan Marcus dan Tristan.
Damanda bangkit dan melangkah duduk di atas batu dekat Limino dan Rhapael.
Malam semakin gelap api unggun masih tetap menyala di jaga oleh Rhapael. Seketika Damanda terbangun karena kaget sesuatu. Menoleh melihat api unggun dengan kesadaran yang tidak terlalu penuh dan melihat Rhapael sedang memakan sesuatu dan bau amis darah.
"Kau bangun," ucap Rhapael. Damanda terdiam meneguk ludahnya kasar dan berpura pura tidur.
Rhapael menoleh melihat Damanda pura-pura tertidur.
"Kau mau melihatku makan, Atau bau darah mengganggumu?" Tanya Rhapael terhenti ketika suara dedauna di belakangnya seperti terinjak.
"Tidak, aku tidak terganggu jika kau ingin makan makan lah," Damanda takut sebenarnya tapi, ucapannya berusaha santai dan tenang. Mendekat dan duduk di samping Rhapael.
Rhapael bukan manusia dan juga bukan orang yang sangat buruk. Rhapael hanya ingin mencapai tujuannya. Damanda merasa buruk jika Ia membuat seseorang di sebelahnya seperti menjadi pengganggu.
"Kau bukan manusia seperti kami," ucapan Damanda membuat Rhapael menoleh dan membakar sesuatu daging berukuran sedang.
"Kau lapar makanlah," Katanya memberikan daging bakar matang diatas daun.
"Aku habis berburu ketika kau dan Marcus tidur." Damanda terdiam.
Menatap daging itu lalu menatap Rhapael.
"Jika tidak mau,"
"Tidak aku mau, terimakasih karena membuatnya untukku," ucap Damanda dan mengambilnya dari tangan Rhapael memakannya rasanya cukup segar tanpa ada tambahan apapun.
"Ini asli rasa daging terbakar," cicit Damanda takut membuat Rhapael tersinggung. Sebenarnya Rhapael dengar tapi, diam saja.
Damanda memakan sampai habis dan menutup mulutnya ketika bersendawa. Rhapael memberikan Damanda air bersih untuk minum.
"Kau Vampir?" Damanda bertanya tanpa basa-basi.
Rhapael menoleh lalu kembali menatap api dihadapannya dan Damanda meminum air bersih itu
"Iya."
Damanda mengangguk.
"Kau Takut?" Tanya Rhapael bergeming menatap api unggun.
Damanda menggeleng.
"Kenapa?" Rhapael bertanya lagi tanpa menatap Damanda
Suara berdehem dan membalik badan menatap Rhapael dari samping.
"Karena kau tampan tidak menakutkan dan baik, tidak ada vampir yang bisa tahan bau darah dari setahu aku Vampir itu bisa mencium bau darah walaupun manusia atau binatang tidak membuat luka baru terbuka dengan darah mengalir."
"Juga... Kau ini bisa bertahan dan malah memakan hewan tidak memakan manusia kau juga hanya diam dan diam saja, tidak tidur ataupun minum air putih jika di sek... Ah di tempat dimana seolah Vampir kelaparan ia bisa memakan apapun hingga membabi buta!" Jelas Damanda di dengarkan oleh Rhapael dengan sangat tenang.
"Sebanyak itu kau tahu tentang vampir," ucap Rhapael.
"Yaa.. aku tahu saja karena di ke.. Eh.. maksudnya di tempat tinggalku aku sering membaca buku sejarah tentang bangsa mereka."
Rhapael mengangguk.
"Benarkah tapi, setahuku di jaman ini belum ada buku atau kertas di temukan dimana kau bisa belajar. Hanya sihir yang mereka pelajari bahkan golongan penyihir dan kasta tertinggi di sebuah wilayah yang boleh belajar sedangkan rakyat biasa tidak di perbolehkan?"
Damand payah.. Kenapa bicara ke sana ini jaman apa dan bagaimana kamu tidak tahu tapi kenyataannya memang sangat tidak tahu.
"Kau bukan dari sini, didalamnya semuanya masih berumur Dua puluh satu tahun dan kau tahu tentang bangsa Imortalia di bagian mereka malas di beritahukan tentang hal aneh itu," ucapan Rhapael seperti membuat perangkap yang Damanda tidak bisa berlari berjalan atau melangkah atau melakukan sesuatu.
"Yaa.. Kau sudah tahu ternyata," ucap Damanda terpaksa jujur.
Damanda menatap Rhapael sesekali dan menunduk.
"Aku Damanda Alista aku masih berusia dua puluh satu tahun. Aku ini maha siswa aku bisa kemari karena aku mengalami kecelakaan bus kau tahu kendaraan yang pandang rodanya empat atau enam itu, kemari tanpa sengaja bisa di bilang begitu."
Rhapael bergeming.
"Ya... Dari situ aku tidak tahu apa yang terjadi ketika tubuhku lemah dan aku terpejam aku terbangun di tempat ramai pakaian berbeda dan rambutku di kepang dan pedang ini ada di tanganku dan mendengar Tristan yang bilang kepalaku di lempar batu besar. Mungkin pemilik tubuh ini memang mati lalu aku ada disini siapa yang memindahkanku aku tidak paham," jelas Damanda.
"Kau tidak takut di tempat asing?" Kalimat perhatian itu keluar dari bibir merah seksi Rhapael dan wajah datar nya.
"Awalnya aku takut tapi, tahu ternyata kalian berempat terlihat baik aku berusaha jika nanti perkiraan ku salah ya sudah lagi pula tidak ada keluarga teman atau kenalan aku mati atau hilang pun tidak ada yang akan mencariku."
Rhapael bergeming menatap api unggun. Damanda menoleh kesana kemari lalu mengambil ranting agak panjang bermain dengan bara api menyalakan lalu meniupkannya.
"Rhapael selagi mereka sedang tertidur dan tidak tahu aku memanggilmu itu bisa kamu beri tahu aku bagaimana ceritanya kamu bisa jadi vampir, di gigit atau minum darah vampir juga?" Damanda menatap Rhapael lalu menatap api unggun lagi.
"Tidak boleh sebenarnya kau tahu," ucap Rhapael.
"Tidak ada yang melarang, ayolah aku penasaran." ucap Damanda memaksa Rhapael.
"Itu karena aku memakan inti sari ibuku dan ayahku menjadikan ibuku sama dengannya tapi, sebuah energi dari diri ibuku menolaknya jadi ketika ibuku bisa menjadi vampir atau bangsa imortalia sama dengan ayahku, Ibuku tidak bisa bertahan lama dan meninggal setelah waktu aku di lahirkan aku hanya bisa melihat wajah ibu samar dari mata bayi lalu ibu meninggal. Ayahku sangat kehilangan tapi, tak pernah di tunjukan padaku," penjelasan Rhapael lalu diam ketika mendengar suara isak tangis.
"Sedih... Uh.. Sudahlah jangan dilanjutkan, aku sensitif." Damanda menatap Rhapael.
Rhapael diam dan hanya menatap api unggun saja.
Damanda seketika melihat sebuat putaran kisah Rhapael di kepalanya. Sangat sedih sampai Damanda ingin memarahi Damian dan istrinya tapi, ini hanya ingatan.
Damanda melirik Rhapael.
"Aku yakin kau bisa merebut kembali tahtamu, sekarang apa rencanamu," ucapan Damanda sambil memangku pedang itu. Rhapael melirik pedang di pangkuan Damanda dan menatap api unggun lagi.
"Membuat Rencana." Suara Rhapael mengulang ucapan Damanda.
Damanda terdiam di atas langit malam mulai terlihat berwarna biru, berarti hari mulai subuh atau pagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments