"Hem hem." Zena dan Andreas berdehem menyadarkan dua dara yang terpaku pada pesona seorang Satya.
"Oh, itu aku belum beli air," sahut zena seraya meraih gelas ditangan Satya, menuang air dari teko di atas meja lalu memberikannya.
"Terima kasih," ucap Satya tulus seraya ikut duduk di kursi.
Nuril dan Mita mengulurkan tangan bergantian mengajak pemuda tampan dengan brewok tipis tipis itu berkenalan.
"Kenalkan bang namaku Nuril Azura Permata."
"Satya!" ucapnya seraya menyambut tangan gadis tersebut sambil mengembangkan senyum.
"Aku Pramita Putri Danira Purnama wijaya"
Satya melakukan hal sama kepada Mita.
Zena tak lupa memperkenalkan teman laki lakinya juga.
"Bang Satya ini Andreas, Andreas ini bang Satya," ujar Zena sambil tangannya mengarah ke orang yang disebut.
"Abang! ibunya dulu hamil ngidam apaan sih? tukas Mita.
"Gak tau, soalnya masih dalam perut." sahut Satya ringan membuat Zena, Nuril dan Andreas menahan tawa "pfttt."
Mita mendengus kesal namun berusaha tak ditampakkannya, niat hati ingin menggombali si tampan eh malah gagal.
"Bang Satya suka makan nasi ya?" Kini giliran Nuril yang mencoba peruntungan.
"Iya, kenapa?" Jawab Satya santai.
"Soalnya abang kiyowo bangeeet," ujar Nuril dengan nada manja sambil menyatukan jari telunjuk dan jempol membentuk love ala korea.
Krik krik krik...
Suasana hening sesaat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Nuril yang sangat aneh, mereka semua saling berpandangan lalu terbahak "Hahaha!"
"Apa hubungannya coba?"
"Terima kasih, kamu juga cantik!" sahut Satya dengan memuji kembali gadis aneh agar hatinya senang.
"Oh tuhan! Mimpi apa aku semalam? Dibilang cowok tampan ini aku cantik aa... Senangnya... " Jerit Nuril dalam hati sambil senyum-senyum sendiri seperti orang gila seakan tak ada orang di sekitarnya. sementara Mita memasang wajah cemberut karena gombalannya tak berhasil.
"Huh! Mode ulat bulu on," gumam Andreas memutar bola mata malas.
"Satu ulat yang aneh, apa dia salah makan daun? hehe." bisik hati Andreas sambil terkekeh.
"Ya Allah teman temanku yang bertingkah kok aku yang malu ya?" ucap Zena dalam hati sambil tersenyum miring seraya menundukkan kepala dengan tangan menyangga pelipis.
"Eh Zen bagaimana kamu ketemu sama dia sampai bisa tinggal di rumahmu? " tanya Andreas yang sudah dirundung rasa penasaran sejak tadi, mamun pertanyaan itu tertunda karena ulah teman centilnya itu.
"Oh itu, jadi begini ceritanya.... "
Zena menceritakan semuanya tanpa dikurangi atau ditambahi sedikitpun, Satya juga ikut menjelaskan jika dirinya terpisah dari rombongan dan jatuh menggelinding ke jurang saat melakukan penjelajahan hutan.
Setelah sadar Satya mulai mencari jalan keluar dari hutan hingga ia menemukan sebuah sungai.
Rasa haus yang menggerogoti kerongkongan mendorong dirinya untuk minum dari sungai yang ada di depan matanya itu, namun naas nasib sial kembali menimpa pemuda tersebut, kakinya terpeleset saat sudah berada di bibir sungai, terbentur batu dan akhirnya tercebur ke dalamya. Satya yang lemas tak punya tenaga lagi untuk berenang & akhirnya tak sadarkan diri.
"Wah kuat juga kamu! Untung tidak ilang ingatan, m" tukas Andreas.
"Kasihan kamu bang kiyowo," timpal Mita.
"Iya, untung nenek sama Zena cepat nemuin Abang, kalau tidak... Ih tidak tau apa yang terjadi kalo misalnya hujan deras." Nuril ikut menimpali.
"Ya paling terbawa arus dan jadi almarhum," sahut Zena santai sambil mencomot keripik.
"Tega banget kamu Zen sama bang kiyowoku! " Kesal Nuril.
Perbincangan itu berlarut hingga sore, mulai dari gombalan, hal serius sampai hal hal tidak penting juga mereka bicarakan sebagai bahan untuk tertawa.
Tiba saatnya untuk teman teman Zena pulang, setelah berpamitan dengan pemilik rumah mereka melenggang meninggalkan kediaman Zena.
"Bau apa ini?" bisik hati Satya saat mencium aroma tidak sedap menusuk hidungnya, tidak mau ambil pusing dengan bau itu ia memilih masa bodoh.
Setelah kembali dari mengantarkan galon, Zena membantu nenek Mutia mengupas jengkol. Mereka akan masak semur jengkol sore ini, menu favorit keluarga.
Jengkol tersebut di beri oleh nenek Hawa karena nenek Mutia sudah membantunya tadi.
Saat makan malam tiba, makanan sudah terhidang sempurna di atas tikar anyam daun pandan.
Tidak ada meja ataupun kursi, mereka duduk lesehan.
Satya membulatkan mata dengan menu yang terhidang "Ha? Jengkol!" ucap Satya dalam hati.
Dengan semangat nenek Mutia membubuhkan nasi serta menyendok semur jengkol,sambal juga lauk lainnya lalu menyodorkan piring yang berisi itu pada Satya, ia tak sabar anak muda tersebut mencicipi masakannya.
"Ini, untukmu!"
"Aku?" Satya nampak kebingungan, dipikirnya tadi itu buat si nenek sendiri tapi ternyata buatnya.
"Ah nenek, aku ambil sendiri saja." Tolak Satya halus karena porsinya yang banyak sedangkan dirinya bukan pecinta jengkol.
Mencium aromanya saja kepalanya sudah pusing namun sedari tadi ia menahannya.
"Terima saja bang! sudah diambilkan juga. Itu berarti nenek menganggapmu seperti cucunya sendiri," tukas Zena.
Dengan terpaksa Satya meraih piring yang diberikan sang nenek apalagi mata nenek itu berbinar ketika ia menerimanya. tentu dirinya merasa tak enak menolak tadi, orang sebaik beliau harus kecewa dengan sikapnya pikir Satya akhirnya.
Satya menelan ludah melihat makanan di depan mata bukan karena tak sabar ingin menikmati namun ia merasa tak sanggup memasukkan makanan itu dalam mulutnya.
"Dimakan toh Bang! bukan cuma di lihat! " tukas Zena menyadarkan Satya dari pikirannya.
"Baca doa dulu," sahut Satya cepat.
"Kamu belum mencobanya, ini sangat enak! Kalau sudah makan kau pasti akan ketagihan seperti Widi," ujar nenek Mutia.
"Iya Nek." Satya tersenyum.
Suapan pertama mendarat di mulutnya, Satya memejamkan mata mati matian mendorong makanan tersebut agar bisa melewati kerongkongan dan segera sampai di lambung.
"Kamu kenapa?" tanya nenek melihat ekspresi Satya.
"E.. Enak nek," ucap Satya sambil mengacungkan jempol demi menyenangkan hati nenek tua tersebut.
"Alhamdulillah kalau kau suka, lain kali nenek akan buatkan lagi lebih banyak! "
"Uhuk uhuk." Satya kebengkelan mendengar penuturan sang nenek.
Zena segera memberikan segelas air putih pada Satya. "Makanya makannya pelan pelan tidak usah buru buru!"
"Iya maaf." Meraih gelas dari tangan Zena.
"Jangan khawatir, semurnya masih banyak!" Tukas nenek mengehentikan gerakan tangan yang hendak masuk ke mulut, dirinya salah paham mengira jika Satya kebengkelan karena buru buru takut kehabisan.
Satya membulatkan mata. "Oh tuhan! Bantu aku," jerit Satya dalam hati.
"Zen please habiskan! Habiskan! Jangan sisakan! Ayo habiskan! Ayo! ayo!" teriak Satya menyemangati dalam hati melirik Zena yang makan dengan lahap.
"Kenapa melihatku!" ketus Zena mengangkat kepala menyadari ada yang memandanginya.
"Ah tidak, aku lihat kamu makannya lahap sekali!"
"Tentu, ini adalah favoritku!"
"Hueek favorit igh..." bisik hati Satya.
Zena menaruh segelas teh hangat di depan atas meja " Bang ini tehnya di minum, nenek yang buatkan," ujar Zena.
"Iya, terima kasih," sahut Satya sambil memijat pelipisnya karena pusing, ditambah lagi bau yang keluar dari mulut gadis itu begitu menusuk hidung. Ia hanya bisa menahan napas dan bersabar.
"Bilang pada nenek, bukan aku yang buat."
"Sampaikan saja." Masih dengan posisi yang sama.
Satya menyeruput teh tersebut untuk menetralkan lidahnya yang terasa aneh.
"Seumur hidupku baru kali ini aku memakan buah itu yang ternyata rasa jengkol aneh tapi mengapa mereka sangat menyukai makanan tidak enak ini? Apalagi baunya juga busuk!" Tanya Satya dalam hati.
"Aduh perutku, kenapa juga terasa aneh? " Satya mengusap ngusap perutnya.
"Bruuut." Suara dengan nada panjang itu menyelip lewat celah pantat Satya, dirinya terkejut. "Loh kenapa begini?" Paniknya seraya matan melirik kesana kemari memastikan tidak ada nenek dan Zena, kalau ketahuan bisa malu pikir si pemuda.
Tak berselang lama suara itu kembali terdengar bahkan semakin sering dengan bau yang luar biasa. Satya saja menutup hidung mencium aroma kentutnya apalagi orang lain.
Menit berikutnya perutnya kembali terasa aneh dan mengeluarkan gas lagi. "Kenapa tidak bisa berhenti?" Suara hati Satya masih membekap hidungnya.
"Semoga saja nenek dan Zena gak kesini." Doanya dalam hati.
"Ah sudahlah, aku pura pura udah tidur aja!" Satya segera menghabiskan teh hangat lalu masuk ke dalam kamarnya.
Dirinya sudah terbaring namun angin masih saja belum berhenti untuk keluar dibarengi dengan suara merdunya, Satya merasa malu sendiri. Bisa gawat kalau nenek dan Zena mendengarnya apalagi kamar mereka sebelahan.
"Ternyata kentutku bau juga!" gumam Satya mengipas ngipaskan tangan di depan hidung mengusir aroma yang menyeruak dalam kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
H
😂😂😂
2024-10-11
0
gorgeous virgo
🤣🤣🤣🤣
2024-08-29
0
nurul jannah
ngakak thor
2023-01-11
1