Mendadak Nikah
Zena Widia Septha gadis cantik berwajah oriental, berusia delapan belas tahun yang baru saja lulus dari sekolah menengah atas.
Zena tinggal berdua dengan sang nenek yang bernama Mutia, akrab disapa nek Uti disebuah rumah sederhana peninggalan mendiang kakeknya juga sepetak sawah yang tidak begitu luas untuk menyambung hidup.
Orang tua Zena telah meninggal dunia sejak dirinya duduk di kelas empat sekolah dasar karena kecelakaan.
Ditinggal orang tua sejak kecil menjadikan Zena pribadi yang mandiri & pemberani & tangguh, dia juga sangat menyayangi nenek Uti yang merupakan satu satunya keluarga yang ia punya.
Sejak memasuki sekolah menengah pertama gadis dengan tinggi badan 170 cm itu mulai belajar ilmu bela diri.
Sore itu Zena tengah asik memukul samsak ala kadarnya yang terbuat dari karung dan diisi pasir.
"Widi!" Panggil nek Uti dari ambang pintu.
"Ya Nek," sahut Zena menoleh seraya menyeka keringat di pelipisnya menggunakan tangan.
"Mari temani nenek ke sungai."
"Udah sore nek, buat apa?"
"Mau pasang bubu (alat penangkap ikan yang terbuat dari anyaman bambu), siapa tau dapat banyak. Bisa buat makan sisanya di jual," Tukas nek Uti.
"Huh dasar nenek!" bisik hatinya lalu menghampiri sang nenek.
Nenek dan cucu tersebut melenggang ke sungai meskipun senja mulai menyapa, warna jingga yang terlukis di langit tidak menyurutkan niat nenek tua yang keras kepala tersebut.
Beruntung jarak rumah dan sungai tidak begitu jauh, cukup berjalan sekitar lima menit sudah sampai.
Sesampainya di tempat tujuan Zena dan nek Uti langsung memasang bubu pada berapa titik.
Ekor mata Zena menangkap sesuatu di pinggir sungai di bawah rerumputan, karena penasaran dirinya mendekat, menyibak rumput rumput yang menutupi dan seketika tubuhnya lemas di serang rasa takut. Ingin lari tapi akinya seperti terpaku.
"Aaaaa!" pekik histeris Zena mengejutkan sang nenek, nek Uti tergopoh gopoh mendekati cucunya yang menjerit sambil menutup mata.
"Ada apa ada apa? " tanya nenek Mutia panik pasalnya Maghrib segera tiba.
"Ada mayat! " ucap Zena bergetar.
"Astagfirullah! " ucap nenek reflek menutup mulut menggunakan tangan,lalu memberanikan diri memeriksa keadaan pemuda yang terbaring pucat menggunakan tersebut.
"Dia masih hidup!" tukas nek Uti memandang Zena yang membuang nafas lega.
Zena memang jago bela diri, mampu mengalahkan 5 preman sekaligus tapi kalau sudah berhadapan dengan makhluk tak kasat mata nyalinya langsung ciut.
"Ayo kita bawa pemuda ini ke rumah! " titah nek Uti.
"Untuk apa nek? lihat saja wajahnya seperti mayat ada Luka pula sudah mirip zombie."
"Kalau dia orang jahat bagaimana? tiba-tiba komplotannya datang merampok kita bagaimana nek? bayangkan betapa ngerinya!" cerocos Zena dengan wajah yang mendrama.
"Sudah! tidak usah berfikir macam-macam, kau terlalu banyak nonton film." Nenek Mutia mengibaskan tangannya.
"Itu namanya waspada Nek!"
"Ayo kita pulang Nek, tinggalkan atau hanyutkan saja dia, takutnya ini jebakan!" Menarik tangan nenek Mutia hendak keluar dari air namun sang nenek tak bergeming.
"Astagfirullah... Widi! nenek tidak pernah mengajarimu seperti itu. Dimana hati nurani mu? " Tatapnya dengan wajah sangar & terpaksa Zena menuruti perintah nenek.
"Iya nek, baiklah Widi bantu."
Zena dan nenek Mutia terseok-seok membopong pemuda bertubuh besar dengan tinggi kisaran 187 cm tersebut.
"Ini manusia apa gajah sih, berat sekali? Huh berat dosa kali ya? " gerutu Zena dalam Hati sambil memutar mata malas.
Sesampainya di perkampungan Adzan maghrib sudah berkumandang, segera mereka masuk ke dalam rumah lalu membaringkan pemuda tadi di atas kursi panjang yang terbuat dari kayu.
"Dingin sekali!" gumam nenek Mutia lalu memerintah Zena mengambilkan bantal dan selimut untuk pria yang terbaring itu.
Zena menyerahkan sebuah bantal dan kain bermotif batik pada nenek yang kemudian langsung diselimutkan ke tubuh sang pemuda hingga ke leher.
"Widi! nenek mau shalat maghrib dulu habis ini mau keluar cari obat dan minyak angin," ujar nenek bangkit dari kursi.
"Iya Nek, barengan aja Widi juga mau shalat!"
*****
Selepas shalat, nenek Mutia meninggalkan rumah menuju warung, sementara Zena di tugaskan menjaga si pemuda kalau kalau dia sadar.
"Hei! Apa yang terjadi padamu hingga sampai ke desa ini" Zena bermonolog sendiri sambil memandang ke arah orang yang terbaring.
Zena duduk di seberangnya, dengan sebuah meja menjadi pemisah.
"Kalau kau masih hidup ayo bangunlah, buka matamu!" monolog Zena lagi.
"Sebentar coba aku cek lagi, siapa tau nenek salah maklum sudah tua," ujar Zena lalu tertawa kecil yang dapat terdengar oleh dirinya sendiri.
Zena mendekati pria terbaring itu, mengamati wajahnya yang ternyata tampan juga pikirnya. Rasa penasaran mendorong Zena untuk meletakkan jari telunjuk di bawah hidung si pemuda untuk memastikan ada tidak udara yang keluar, satu.. Dua... Tiga.. Zena menghitung namun tak ada tanda tanda pernapasan.
Seketika bulu kuduknya berdiri, rasa takut langsung menyelimuti dirinya, ingin lari namun kaki tak bisa melangkah hanya lutut yang gemetar.
"Astaghfirullahaladzim... ternyata dari tadi aku menemani hantu," ucapnya dengan suara bergetar dan wajah pucat.
"Ya Allah.. Ya Allah... Tolong aku! " pekik Zena namun suaranya hanya tertahan di tenggorokan.
"Bis-bis-bismillah ...
Allahumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa 'adzaa bannaar Aamiin!" Zena membaca doa sangat gugup hingga lupa doa apa yang ia panjatkan karena otaknya tiba tiba nge-blank.
Dengan tenaga yang tersisa dirinya mati matian menyeret kaki yang menempel erat pada lantai, berpegangan pada meja namun karena gemetaran kakinya malah tersandung pada kaki meja membuat tubuh Zena jatuh menimpa badan si pemuda.
Disaat bersamaan mata pemuda tersebut terbuka, dia sadar dari pingsannya.
Mata mereka bertemu bertatap intens "hantuuu!" Zena berteriak histeris lalu reflek berlari ke arah pintu, entah itu keberanian atau terlalu ketakutan.
Nenek Mutia muncul dari balik pintu, beliau baru kembali dari warung.
"Ada apa Widi?" tanya nenek Mutia bingung.
"I.. I.. Itu mayat hidup." Tunjuk Zena kearah pemuda yang sudah terduduk itu dari balik badan sang nenek.
"Ish kau ini dasar penakut!"
Nenek Mutia lalu menghampiri si pria diikuti Zena di belakangnya yang menempel bak perangko.
"Duduk!" titah nenek pada cucunya.
"Tidak mau! Takut nanti dia mencekik," ucap Zena pelan di telinga nenek masih dengan posisi yang sama.
"Widi! Dia manusia bukan hantu! " tegas nenek.
"Ya sudah, Widi kau tolong buatkan teh hangat untuknya," titah nenek.
"Baik Nek! " Zena langsung mengambil langkah lebar menuju dapur.
Pemuda itu tampak linglung, nenek Mutia mulai menanyainya. Untuk beberapa saat si pria diam namun tak berselang lama ia membuka suara, untung dia tidak amnesia karena kecelakaan itu.
"Badanku sakit semua!" bisiknya dalam hati.
"Namaku Satya nek, aku terpisah dari rombongan ketika melakukan penjelajahan hutan. Aku sangat bersyukur diselamatkan oleh orang baik seperti nenek. Terima kasih," ucapnya tulus.
"Oh begitu ya, sebaiknya kamu istirahat dulu, pasti kamu sangat lelah."
"Iya nek terima kasih." Satya memeluk badannya kedinginan dengan baju basah masih menempel di tubuhnya.
Nenek Mutia beranjak dari tempat duduk berjalan menuju kamarnya, semetara Zena belum juga selesai membuat teh panas.
Rupanya sedari tadi Zena mengintip nek Uti & Satya mengobrol untuk memastikan dia benar benar manusia " Aman! kakinya napak." gumamnya.
"Semoga dia orang baik," Doa Zena dalam Hati.
Nenek Mutia keluar dari kamar membawa pakaian lalu menyerahkannya pada Satya.
"Apa ini nek? " Meraih pakaian tersebut.
"Ini baju almarhum kakek, kamu bisa pakai ini dulu biar tidak masuk angin.
Memang bajunya mungkin agak kekecilan tapi untuk celana sepertinya tidak ada yang cukup untukmu, jadi pakai sarung ini dulu," jelas nenek Mutia panjang lebar.
"Terima kasih nek, " ucapnya tulus lalu menanyakan letak kamar mandi.
Selepas kepergian Satya Zena datang membawa secangkir teh panas, meletakkan di atas meja lalu duduk samping nenek.
"Kau ini lama sekali bikin teh saja, apa kau bertelur dulu!" tukas Nenek.
"Maaf Nek, hehe," hanya kata itu yang keluar dari mulut gadis cantik itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
范妮·廉姆
wkwkwkkww......
ada" ajah...
2023-09-18
0
Lilis Ilham
semangat thor gercep
2023-04-12
1
Jumadin Adin
salam kenal....knp pada waktu siuman baju baru di ganti...kan jadi masuk angin
2023-01-30
0