Satya kembali, mengenakan baju lengan pendek kombor kombor dan kain sarung yang seperti orang habis sunat.
Penampilan yang lucu membuat Zena terbahak dalam hati namun di bibirnya menahan agar tak kelepasan.
Setidaknya baju over size dan sarung itu dapat menghangatkan tubuh dari pada harus memakai baju basah miliknya tadi.
Satya meringis karena ada beberapa luka dibagian tubuhnya termasuk wajah, spertinya dia terkena kayu atau bebatuan tajam hingga merobek kulitnya.
Satya mengobati luka lukanya dengan salep dibantu oleh nenek dan Zena.
Selesai diobati Satya menarik selimut lalu tidur, dirinya belum kepikiran rencana kedepannya apa yang saat ini dia hanya ingin istirahat.
Satya tidur di kamar Zena, karenanya jika malam udara di desa itu akan terasa sangat dingin.sementara Zena tidur dengan nenek Mutia.
Tentu saja ia kesal dengan kehadiran pria asing itu yang menyita perhatian nenek juga merebut kamarnya, namun tak berani membantah sang nenek.
"Huh! Menyebalkan sekali! Semoga saja dia cepat sembuh dan segera kembali ke asalnya!" gerutu Zena dengan mata tertutup namun belum tidur.
Nenek memiringkan badan namun rambutnya mengenai wajah Zena, langsung saja dirinya mengerutkan kening karena bau tak sedap dari rambut sang nenek.
"Aduh Nenek ini rambut sudah berapa tahun tidak di keramas, bau sekali! Sangit!" bisik hatinya sambil menyingkirkan rambut nenek, lalu memiringkan badan membelakangi sang nenek, mereka saling memunggungi sekarang namun wanita tua itu sudah lama terlelap.
Pagi pagi sekali nenek Mutia sudah kembali dari sungai dengan wajah sumringah karena mendapat banyak hasil tangkapan.
Nenek tua tersebut seakan tak merasakan dingin sama sekali, atau mungkin dirinya sudah kebal.
Zena yang baru bangun melihat nenek sibuk berkutat di dapur dengan ikan ikan lantas ia melirik jam dinding untuk memastikan apakah dirinya kesiangan? namun di luar belum terang sepenuhnya, atau cuaca sendang mendung?
Jarum jam menunjukkan angka lima pagi "Dasar nenek ajaib! Aku yang muda saja menggigil," bisik hati Zena sambil menenggak segelas air putih.
"Ada yang bisa dibantu nek? " tawar Zena mendekati sang nenek yang sibuk memisahkan ikan untuk dimakan dan dijual.
Nenek hanya menyuruh Zena memasak ikan yang sudah dipisahkannya, cucunya tersebut menurut saja langsung melaksanakan perintah.
Matahari sudah mulai siang, Satya membuka mata akibat terkena pancaran cahaya yang menyelinap dari celah dinding.
Menggeliat lalu melakukan peregangan otot yang menimbulkan bunyi sendi sendinya.
"Jam berapa ini?" bisik hatinya. Masih belum beranjak dari tempat tidur, mengumpulkan energi untuk berjalan keluar kamar karena badannya terasa seperti remuk.
Di seretnya kaki yang terasa berat melangkah ke luar, melirik jam dinding menunjukkan angka sembilang pagi. Rumah nampak sepi seperti tak berpenghuni, hanya terdengar suara ayam tetangga yang berisik.
"Kemana semua orang? " tanya hatinya sambil mencari kesana kemari termasuk belakang rumah, siapa tahu Zena ada di sana.
Tak berselang lama nenek Mutia datang, entah dari mana beliau "Kau sudah bangun rupanya," tukas nenek.
"Iya nek, maaf sepertinya aku kesiangan," ucap Satya merasa tak enak hati, anak bujang kok bangun siang pikirnya.
"Oh tidak apa-apa nenek mengerti, kalau mau istirahat lagi juga tidak apa-apa. Pulihkan dirimu, tapi sebelum itu makanlah dulu!"
"Iya nek, terima kasih," Satya mengembangkan senyum canggung ke arah nenek tua yang duduk di seberang kursinya.
"Apa mau diambilkan?" tanya nenek melihat anak muda tersebut masih diam berada di tempat duduk.
"Ah, tidak usah Nek, Satya ambil sendiri saja." Beranjak menuju dapur diikuti oleh sang nenek.
Sementara itu Zena sedang berkeliling dari kampung ke kampung menjajakan ikan hasil tangkapan nenek dengan menggunakan sepeda ontel peninggalan kakek.
"Ikan ... Ikan ... " teriak Zena penuh semangat sambil mengayuh sepeda.
"Ikan segar baru ditangkap, mari beli bu ibu .... "
"Pasti segar seperti yang jual dijamin tak akan nyesal!"
Dalam waktu berapa jam ikan ikan tersebut habis terjual, Zena tersenyum bangga melihat hasil kerja kerasnya hari ini "Alhamdulillah." lalu memasukkan lembaran uang ditangan ke dalam tas kecilnya.
"Hidup dikampung enak juga ya? Suasana damai, alamnya masih asri, semua benar benar masih alami," bisik hati Satya yang kini duduk di bawah sebuah pohon sambil menatap langit biru, juga sesekali matanya memperhatikan sepasang burung yang bermain di ranting pohon.
Hembusan angin sepoi sepoi menerpa tubuh dan rambut menghipnotisnya akan susana alam desa tersebut.
Dua minggu berlalu...
Luka luka pada tubuh dan wajah Satya sudah sembuh meski meninggalkan bekas, berkat ketelatenan nenek dan cucu tersebut merawatnya.
Ia beruntung dipertemukan oleh tuhan dengan orang sebaik nenek dan Zena, ya walaupun Zena terkadang mengesalkan.
Rencana Satya minggu depan akan kembali ke kota asalnya, untuk semetara ia bekerja demi mendapatkan uang untuk ongkos pulang mengingat semua barangnya hilang. Tidak mungkin kan meminta pada nenek Mutia? Memalukan sekali pikirnya.
Ia bekerja di kebun ataupun sawah tetangga, baginya yang penting menghasilkan uang.
Seumur hidup Satya baru kali ini ia turun langsung membantu menanam jagung, menanam padi, memanggul hasil kebun dan lainnya yang pasti sangat melelahkan.
Menjelajah hutan itu seru namun,bekerja seperti ini merupakan pengalaman baru yang tak kan pernah terlupakan.
*****
"Zena...Zen!" teriak tiga manusia di depan rumahnya.
Zena yang hendak memulai tidur siang itu terusik, dirinya mendengus lalu membukakan pintu yang sudah diduga kalau itu adalah teman sepermainannya.
"Silahkan masuk!" ujar Zena sambil mengembangkan senyum yang dipaksakan, padahal dirinya sangat mengantuk.
"Kamu kemana aja sih Zen, kok sudah dua minggu gak ngumpul sama kita," tukas Nuril seraya mendaratkan bokongnya di kursi kayu.
"Iya, seperti ditelan bumi aja tiba tiba ngilang!" sahut Mita yang duduk disebelah Nuril.
"Ehm, kita tidak dikasih minum apa Zen, rasanya kering amat!" tukas Andreas mengusap ngusap tenggorokannya.
"Oh iya, tunggu sebentar." Zena langsung melenggang ke dalam.
Tak lama kemudian Zena kembali dengan nampan berisi ditangannya lalu meletakkan satu toples keripik pisang dan air putih.
"Nah gini kan enak!" celoteh Mita langsung memutar tutup toples.
Mereka terus bercerita ria seperti teman yang sudah bertahun tahun tak bertemu, suara gelak tawa empat sahabat tersebut berhasil membangunkan Satya dari alam mimpinya.
"Nek Uti mana? " tanya Andreas sambil memasukkan keripik kedalam mulutnya.
"Paling di rumah nek Hawa, biasalah nenek nenek rempong!" jawab Zena sambil mengunyah.
"Aku harap kita nanti juga seperti mereka, tetap bersahabat sampai tua," ujar Mita yang diaminkan oleh mereka semua.
"Eh Zen, kamu belum jawab pertanyaan tadi!" ujar Nuril dengan nada sedikit jengkel.
"Pertanyaan apa?" sahut Zena ringan sambil mencomot keripik.
"Huh! Belum tua sudah pikun saja, itu lho kamu kemana ngilang selama dua minggu ini? " jelas Mita.
"Oh, itu.... " jawab Zena mengangguk anggukkan kepala.
"Itu apa? " sahut ketiganya kompak menatap ke arah sahabat satu itu.
"Aku sibuk!" jawab Zena asal.
"Bantu nenek?" timpal Andreas.
"Apalagi," jawab Zena cuek.
Satya beranjak dari tempat tidur lalu menuju dapur, tenggorokannya terasa kering, butuh air untuk menghilangkan dahaga namun ternyata air minum habis,
Ia lantas berjalan menghampiri Zena yang sibuk dengan teman temannya.
"Zen, air minumnya habis," ujarnya seraya memegang sebuah gelas.
"Aish! Ngapain sih bang Sat muncul disini, ah ela!" gerutu Zena dalam hati sambil memandang kesal pria yang tengah berdiri itu.
Sementara Nuril, Mita dam Andreas melongo
Tidak percaya mengapa ada pria di rumah Zena tampan pula. Dua gadis teman Zena menatap Satya kagum.
"Alamak....tampan sekali kakak ini!" gumam Mita yang terdengar di telinga Nuril.
"Kau benar Ril, mungkin dia seorang Aktor," bisik Nuril.
"Tapi aku tidak pernah melihatnya di tv?" sahut Mita juga berbisik.
"Lebih baik kita nikmati saja pemandangan yang menyejukkan mata dan hati ini," sahut Nuril yang mendapat anggukan dari temannya, "ho'oh jangan menyiak nyiakan kesempatan!" Keduanya lalu tertawa kecil yang dapat didengar oleh mereka saja.
Satya merasa aneh mendapat tatapan dari dua gadis itu, ia mengembangkan senyum canggung yang membuat hati dua gadis itu meleleh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Lilis Ilham
lanjutkan thor
2023-04-12
1
Reni
aku bacanya nyantai ya kak.
2022-03-19
1
pecinta COGAN 💋
Zena😂😂😂
2022-03-16
1