Pukul dua dini hari Satya terbangun, perutnya terasa mual lalu segera berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perut, bau pesing menyelimuti ruangan tersebut membuatnya kembali muntah hingga lidah terasa pahit.
pemuda itu keluar dari kamar mandi dengan langkah lemas setelah itu memanaskan air untuk menyeduh teh, nenek Mutia yang mendengar suara dari dapur pun terbangun.
"kamu sedang apa?" Berjalan menghampiri Satya.
"Aku mau bikin teh hangat Nek." Menambahkan gula ke dalam cangkir.
"Kau kedinginan? "
"Iya Nek."
Satya nampak pucat, nenek menempelkan telapak tangannya pada kening si pria dan ternyata suhu badannya panas.
"Kau demam, istirahatlah sekarang besok pagi kita pergi ke puskes," titah nenek.
"Tidak usah Nek, saya istirahat di rumah saja palingan cuma kecapekan."
Tenggorokannya terasa panas, kemudian minum air putih terlebih dahulu seraya menunggu Teh panas berubah hangat kuku dan pas untuk di minum.
Nenek tua itu inisiatif mengambilkan Satya makan dengan menu yang sama seperti tadi malam, berharap setelah makan keadaan pemuda tersebut membaik.
"Makan dulu, biar badanmu cepat pulih!" Titah nenek menaruh piring berisi makanan di depan Satya yang tidak enak hati untuk menolak kebaikan nenek Mutia. tapi jujur dirinya tidak menyukai makanan tersebut.
Bau makanan tersebut sangat kuat & khas, ia kembali mual dan muntah seakan perutnya tidak mau menerima.
"Huek!" Lambungnya langsung terasa seperti diaduk aduk, dengan cepat Satya kembali ke kamar mandi. Nenek Mutia membantu dengan memijit tengkuknya
"Muntahanmu hanya air, itu tandanya perutmu kosong. ayo habiskan dulu makannya!"
"OH GOD!" pekik hati Satya. keringat dingin mengucur di seluruh tubuh. ia berjalan sempoyongan.
"Kau masuk angin, mari biar nenek kerok badanmu!"
"Tidak usah Nek!" Menyeruput teh hangat buatannya tadi.
"Tidak apa, biar kau cepat sembuh!" Masuk kedalam mengambil minyak dan sebuah koin kuno.
"Aku sudah baikan setelah minum teh ini."
"Tidak usah membantah! biar cepat sehat, ayo buka bajumu!" titah sang nenek.
Satya sebenarnya takut di kerok karena ia sendiri tidak pernah merasakan kerokan tapi dengan terpaksa ia harus mengikuti perintah nenek Mutia yang keras kepala itu.
Nenek Mutia mulai mengerok tubuh Satya dengan pelan namun tetap terasa menyakitkan baginya.
"Agh... sakit Nek!" Badannya meliuk-meliuk menghindari magic koin tersebut.
"Tahan sebentar! ini sudah merah tandanya kau masuk angin."
"Ini sakit sekali pelan-pelan saja nek!" Pinta Satya.
"Nenek sudah pelan, kamu ini masuk angin makanya terasa sakit kalau tidak ya tidak akan sakit!" Tangannya terus menggosokkan koin di tubuh Satya.
"agh... kulitku... kulitku terkelupas," erang Satya memecah kebisuan malam.
Nenek Mutia terus menggosokkan koin kebadan Satya tanpa memperdulikan teriakannya.
"Agh!... rasanya seperti di sayat-sayat agh!" Memejamkan mata menahan rasa sakit.
Nenek Mutia hanya menggelengkan kepala mendengar rintihan Satya yang menurutnya seperti anak anak.
"Aghh! ini semacam siksaan!" ucap hatinya sembari mengeratkan gigi hingga menimbulkan bunyi gemeratak.
Zena yang mendengar suara teriakan orang teraniaya mengusik tidurnya lantas menyeret kaki keluar kamar hendak melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Pfttt." Zena menahan tawa melihat Satya merintih rintih dikeroki nenek.
"Badan besar tinggi, kerokan saja tidak tahan hahaha," ejek gadis itu dalam hati seraya menghampiri nenek.
"Kau bangun?" tanya Nenek merasa ada yang mendekatinya seraya fokus mengerok.
"Iya nek, aku dengar suara orang yang sedang disiksa." Memandang ke tubuh Satya yang hampir di penuhi tanda merah memanjang seperti tulang tulang ikan.
"Oh, Satya masuk angin." Sahut nenek singkat.
Perut Satya tiba tiba kembali terasa aneh tapi bukan ingin muntah melainkan ada sesuatu yang ingin lewat.
Sekuat tenaga Satya menahan sampai tubuhnya bergetar dan akhirnya pertahanan itu roboh.
"BRUT!" Gas beracun itu berhasil keluar, membuat Zena membulatkan mata tidak percaya disusul bau semerbak menyerang indra penciumannya.
"Is bau sekali!" tukas Zena Reflek menutup hidung menggunakan tangan lalu terbahak. "HAHAHA!" Sementara wajah Satya sudah merah merona seperti kepiting rebus karena malu.
" Maaf saya tidak sengaja."
"Tidak apa, itu artinya anginnya keluar," sahut nenek, ia nampak biasa saja.
Zena masih terbahak hingga perutnya keram dan keluar air mata, tertawa tengah malam mirip seperti wanita melayang berdaster putih .
"Hentikan Widi, tawamu itu menyeramkan!" tukas nenek membuat Zena terdiam lalu merapatkan tubuhnya pada sang nenek.
"Agh!" rintih Satya.
Melihat itu Zena menyeringai jahat serta tertawa iblis di dalam hatinya.
Karena otak isengnya sedang bekerja hingga dirinya melupakan rasa takut pada apa yang dikatakan nenek tadi.
"Astagfirullah nenek!" Pekik Zena menutup mulut memasang wajah sepanik paniknya.
"Apa kau ini!" ketus nenek yang tidak mengerti sambil terus menggosokkan koin.
"Nenek terlalu keras menggosoknya, lihatnya kulitnya sampai terkelupas! Aku tidak tahan melihat darahnya." Zena menutup mata semakin mendramatisir keadaan.
Satya membulatkan mata lalu menjauhkan tubuhnya dari magic koin sang nenek, namun nenek Mutia menahan dengan memegang erat pundaknya.
"Oh tuhan, apa nenek ini seorang psikopat? Mengapa sangat mengerikan?" tanyanya dalam hati.
"Cukup Nek, aku sudah lebih baik sekarang!" Satya beralasan, sebenarnya dia sangat takut dengan apa yang dikatakan cucu nenek tersebut.
"Sedikit lagi, tidak baik kerokan setengah setengah nanti anginnya pindah ke tempat lain!" ujar nenek seraya menarik pundak Satya, walaupun sudah tua tenaga nenek itu ternyata masih kuat.
"Tidak apa apa nek, aku tidak tahan lagi rasanya badanku sakit sekali." Masih berusaha menjauh.
"Tentu saja sakit karena kau memang masuk angin,buktinya tadi kau kentut," timpal nenek membuat Satya kembali malu.
"Ta... Tapi Nek, kulitku sudah terkelupas rasanya perih." Satya memelas seperti memohon pengampunan.
"Widi membohongimu, kalau memang seperti itu sudah pasti aku menghentikannya." Cengkeraman tangan nenek sangat kuat seperti elang.
"HAHAHAHA!" tawa Zena pecah melihat korbannya percaya dengan apa yang ia dikatakan.
"Sial! Gadis ini sungguh menyebalkan! Cocok sekali dirinya bermain film dengan peran ibu tiri." bisik hati Satya ditengah tengah rintihannya.
"HAHAHA!" Zena masih tertawa terbahak bahak berurai air ata hingga ia menghilang di balik pintu kamar "Anggap saja itu balasan dariku karena abang tadi sudah mencemari indra penciumanku!" Tukasnya lalu kembali tertawa namun tanpa suara sambil memegangi perutnya yang terasa keram.
Selesai kerokan Satya kembali ke kamarnya, jam sudah menunjukkan angka setengah empat pagi "Masih ada waktu sedikit," ucapnya lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Ya ampun Nenek itu kuat juga ternyata, aku sampai tak bisa lepas dari tangannya. Apa setiap pagi nenek sarapan paku dan kawat?" Pikirnya seraya memejamkan mata.
Tiba tiba bayangan wajah kekasihnya melintas di kelopak matanya, ada rasa rindu yang tiba tiba muncul.
Satya segera membuka matanya lalu duduk "Astagfirullah selama hampir tiga minggu di sini bagaimana aku bisa melupakannya? Rasanya aku tidak mengalami gegar otak atau amnesia?" Satya mengusap wajah dengan kedua telapak tangan.
Satu persatu wajah orang orang yang disayanginya bermunculan bak sebuah film yang diputar.
Aku harus segera kembali ke kota J, orang tuaku pasti mengkhawatirkan aku pikirnya.
"Ma,Pa,Dek,Eva, tunggu abang pulang."
"Aku rindu kalian." Tambahnya kembali merebahkan badan. Cuaca pagi sangat dingin hingga Satya menyembunyikan dirinya di dalam gelungan selimut bak ulat kepompong, tak lama kemudian ia terlelap.
Tiga hari berlalu...
"Nenek mau kemana?" tanya Zena melihat sang nenek sudah bersiap siap, padahal masih sangat pagi.
"Nenek mau ke sawah, Oh ya nanti siang bawakan nenek makanan ya." Pinta nenek Mutia.
"Baik nek!" ucap Zena seraya mengangkat tangan memberi hormat seperti upacara bendera.
Di rumah Zena sendirian saat ini, nenek sudah pergi ke sawah, Satya katanya membantu tetangga.
Ia sibuk berkutat dengan bahan makanan di dapur.
Zena menggoreng ikan, minyaknya sedikit meletup letup mengerikan namun ia nampak biasa saja, tak takut terkena cipratan minyak panas.
Sambil menggoreng ikan, ia juga menumis sayur dan membuat sambal.
Tanpa sadar punggung lincahnya di perhatikan oleh seseorang yang tengah berdiri diambang pintu.
"Hebat juga gadis ini." Pujinya dalam hati merasa kagum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
H
😂😂🤣🤣🤣
2024-10-11
0
gorgeous virgo
🤣🤣🤣🤣🤣
2024-08-29
0
gorgeous virgo
gile, nenek mau membunuh Satya ini namanya 🤣🤣🤣🤣
2024-08-29
0