Hembusan napas kasar keluar dari mulut Aska. Dia segera meletakkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Keluarga adalah pilihannya. Bukan dia tidak cinta kepada Jingga, tetapi kakeknya lebih dia cintai. Apalagi dia teringat akan perkataan sang Abang. Jika, kakek Genta tidak menuntut balasan apapun terhadap mereka dan hanya mengharapkan mereka selalu ada ketika kakek Genta seperti ini.
"Maafkan aku. Mungkin semesta memang tidak berpihak kepada kita."
.
Di kantor Aska, Jingga masih setia walaupun sudah dua jam lamanya menunggu pria yang tak kunjung datang. Seorang wanita cantik menghampirinya dan berkata, "maaf, Pak Askara hari ini tidak datang ke kantor. Ada urusan keluarga," terang wanita itu.
"Apa saya boleh minta alamatnya?" Jingga terus bersikukuh, tetapi wanita itu hanya tersenyum dan berkata, "maaf Nona. Itu adalah ranah pribadi Pak Askara yang tidak akan mungkin saya bagikan ke sembarang orang. Permisi."
Jingga mengerti sekarang kenapa dia tidak bisa dengan mudah mencari keberadaan Aska. Kini, Aska bukanlah orang biasa. Aska yang dia kenal sederhana sekarang sangat berbeda.
"Apa ini tanda kita tidak berjodoh?"
Jingga mematung di tempatnya. Dia melangkahkan kaki menuju pintu keluar dan segera masuk ke dalam mobil. Punggungnya dia sandarkan di jok mobil dengan mata terpejam.
"Aku masih berharap, pertemuan kita menjadi pertemuan yang manis dan hubungan kita bisa kembali seperti dulu lagi."
Suksesnya Jingga tak membuat dia bahagia. Masih ada yang mengganjal yaitu Askara. Dia sangat merasa bersalah kepada pria itu. Pria yang masih sangat dia cintai.
"Tuhan, ke manapun kakiku berpijak. Terus pertemukan aku dengan Bang As dan persatukanlah kami lagi."
Sebuah doa sederhana yang Jingga panjatkan sebelum dia kembali ke tanah air.
.
Kekhawatiran Aska dapat dibaca oleh Aksa. Namun, mereka tengah berada di kubangan duka. Jadi, tidak ada yang berani membuka suara. Apalagi melihat ayahnya sudah seperti orang putus asa membuat hati Aksa terluka.
"Bang, kamu mending pulang. Kasihan cucu Daddy," ucap Gio.
Aksa menghela napas kasar dan bersimpuh kembali di hadapan ayahnya. "Daddy mau bertemu Empin?" tanya Aksa yang sudah menggenggam tangan Gio.
"Daddy hanya ingin di sini." Aksa pun berdiri, dia menuju pintu keluar. Dilihatnya sang putra sedang memeluk tubuh Riana. Dia pun mendekat dan Gavin menoleh ke arah ayahnya.
"Kita ke Pipo dulu, ya. Sama ke Yuyut," Gavin mengangguk dan merentangkan tangannya untuk digendong.
Tangan Aksa terulur ke arah istrinya dan membawa kedua manusia kesayangannya masuk ke ICU.
"Pipo." .
Suara anak kecil membuat semua orang yang berada di dalam ruang ICU menoleh, termasuk Gio. Matanya nanar ketika melihat wajah cucunya sedikit pucat. Aksa mendekat ke arah ayahnya dan tak disangka Gavin ingin digendong oleh Gio.
"Nanan tedih."
(Jangan sedih)
Tangan mungil yang hangat itu mengusap lembut pipi Gio. Kemudian Gavin mencium pipi Gio, membuat semua orang terenyuh melihatnya. Gio semakin erat memeluk tubuh Gavin dan mencium ujung kepala cucunya tersebut. Ada kehangatan yang menjalar di hatinya.
"Yu-yut," panggilnya ke arah kakek Genta.
"Pipo, tenapa Yuyut bobo teyus?"
(Pipo, kenapa Yuyut bobo terus?)
Pertanyaan bocah itu membuat semua orang terbungkam. "Daddy, atu mu liat Yuyut." Aksa sudah mendekat ke arah Gavin, tetapi Gio sudah terlebih dahulu membawa Gavin mendekat ke arah Genta.
Tangan mungil itu menyentuh dahi Genta dan mengusapnya lembut. "Yuyut, banun don. Danan bobo teyus. Tepala atu pucing tium bau lumah tatit teyus." Anak itu malah mengomeli kakek Genta.
Mereka semua mengulum senyum mendengar celotehan khas dari Gavin. Mata mereka melebar ketika Gavin menyondongkan tubuhnya dan mencium kening kakek Genta Wiguna.
"Atu tayang Yuyut."
Kalimat sederhana yang membuat hati semua orang mencelos mendengarnya. Gavin baru dua kali bertemu dengan kakek Genta. Namun, dia sudah merasa dekat.
"Tangan Kakek gerak," ucap Riana.
Mereka semua menatap ke arah tangan kakek Genta dan Aksa segera menekan tombol emergency. Riana mengambil alih Gavin dari ayah mertuanya.
"My, atu Pucing."
"Iya, Nak. Sebentar lagi kita pulang ya. Tunggu Daddy dulu." Gavin mengangguk dan membenamkan wajahnya di dada sang ibu.
Tak lama dokter berdatangan dan memeriksa kondisi kakek Genta. Pihak keluarga sudah menanti dengan harap-harap cemas. Apalagi Gio, Ayanda sudah menggenggam erat tangan suaminya.
Terlihat garis senyum dari beberapa dokter yang menangani kakek Genta. "Ini sebuah keajaiban."
Hati para keluarga pun lega. Mereka tersenyum sangat bahagia. "Tuan Genta sudah melewati masa kritisnya. Tinggal tunggu beberapa jam untuk dia membuka mata."
Setelah dokter pergi, Gio menghampiri cucunya dan mengambilnya dari gendongan Riana. "Makasih ya, Empin." Gavin hanya menatap bingung ke arah sang kakek.
"Atu inin Puyang Pipo." Suara Gavin sudah sangat lemah. Gio memegang dahi Gavin dan ternyata panas. Dia segera menghubungi dokter anak agar segera memeriksa tubuh cucunya.
"Periksanya di sini aja, Dad. Abang gak mau ninggalin Kakek."
Dokter memeriksa tubuh Gavin dan memberikannya obat. Sebuah sofa besar pun sudah masuk ke dalam ruang ICU khusus itu. Di mana Gavin akan beristirahat dengan nyaman di sana.
Dua jam sudah mereka menunggu kakek Genta sadar. Gavin pun tertidur nyenyak karena pengaruh obat.
"A-adek." Suara lemah terdengar, Gio segera menoleh ke arah ayahnya begitu juga yang lainnya. Mata kakek Genta sudah terbuka dan membuat Gio menangis bahagia.
"Jangan tinggalin Gi, Ayah." Gio sudah menangis sambil mencium tangan kakek Genta.
"Ayah sudah tua, Gi."
Senyum kakek Genta melengkung dengan sempurna ketika melihat semua cucunya berkumpul di sini. Cicitnya pun sudah ada, yakni si triplets.
"Ga-vin."
"Empin lagi tidur, Kek. Dia lagi demam," sahut Aksa dengan seulas senyum.
"Ma-kasih ... kalian semua ada di samping Kakek." Tidak ada jawaban dari mereka, mereka hanya memeluk tubuh kakek Genta yang masih terbaring lemah. Ada kebahagiaan yang tak terkira yang kakek Genta rasakan. Bulir bening menetes di ujung matanya. Apalagi anak, menantu, cucu-cucu juga cucu-cucu menantunya serta cicit-cicitnya mencium hangat kening kakek Genta secara bergantian. Dia sangat merasa disayangi.
"Adek," panggilnya ke arah Aska.
Aska menoleh dan mendekat ke arah kakek Genta. Pandangan kakek Genta sudah berbeda.
"Kakek ingin melihat kamu bahagia seperti kakak dan juga abangmu. Waktu Kakek sudah tidak lama lagi, Dek."
Aska pun terdiam, dia menatap sendu ke arah sang kakek. Kini, dia menggenggam tangan kakek Genta. "Jangan berbicara seperti itu, Kek. Umur itu hanya Tuhan yang tahu." Hanya seulas senyum yang kakek Genta berikan kepada Aska.
"Menikahlah dengan wanita pilihan Kakek."
Hening.
Tubuh Aska menegang mendengar ucapan sang kakek. yang lainnya pun hanya terdiam karena terkejut dengan ucapan kakek Genta yang tiba-tiba.
"Anggap ini permintaan terkahir Kakek kepada kamu, Askara."
...****************...
Komen atuh ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 309 Episodes
Comments
Yus Nita
jodoh yg do rind da di harap kan
2024-10-22
0
mamah cantikk
aq yakin pilihan kakek pasti Jingga
2022-08-08
0
Wulan Dary
aq penasaran ada apa dg jingga dan Aska.......kisahnya cintanya seakan rumit.....
2022-05-02
0