Ada sebuah kisah dan kesedihan yang tidak bisa diungkapkan kepada siapapun didunia ini. Cukup hanya dipendam dan dijadikan rahasia hidup sendiri sebagai manusia untuk memenuhi takdir hidupnya.
Yang ku tahu dari masa SMA masihlah sama dengan pemikiran ku sedari aku menginjak bangku sekolah dasar. Hanya belajar dan terus belajar. Bukan untuk ku mengejar prestasi ataupun nilai akademis yang tinggi. Tapi lebih karena sekeras apapun usaha ku untuk belajar, aku tetap saja bodoh dan tidak mengetahui apa-apa. Rasanya aku seperti ditakdirkan untuk mengikuti apa yang terus saja diteriakkan kedua orang tua padaku. Bahwa aku hanya harus rajin belajar.
Entah untuk hal apa mereka menginginkan itu?! Aku selalu mempertanyakannya selama 5tahun terakhir ini. Dulu sekali, aku pernah meraih nilai tertinggi dan rangking teratas di kelasku, tetapi kedua orang tua ku masih tetap sama. Mereka masih tidak memperdulikan apa yang sudah aku raih. Bahkan berkata tidak ada gunanya apa yang ku raih itu.
Lucu kalau harus aku pikirkan semuanya. Mereka memintaku untuk rajin belajar. Namun mengatakan hasil yang ku raih sama sekali tidak ada gunanya. Lalu kenapa aku harus belajar? Kenapa aku melakukan semua hal ini? Kenapa aku harus melewati masa dimana aku harus berbagi bangku dengan sosok pria. Sosok yang paling menakutkan buatku.
"Amyra Rashita dan Reihan P. Destara. Rahma Andini dengan Raka Setyadi. Aditya Diastama, Siska Bintoro. Dan bla...bla...bla...bla..."
Aku tidak terlalu peduli dengan nama berikutnya yang disebutkan oleh Bu Hera yang menjadi wali di kelasku. Namaku disebut paling pertama dan langsung disandingkan dengan sosok seorang pemuda bernama Reihan P. Destara. Yang Bu Hera lakukan cukup tidak menyenangkan bagiku. Kami satu kelas berjumlah 40 siswa harus duduk bersebelahan dengan sosok laki-laki. Padahal perbedaan jumlah kami terlihat cukup mencolok. Dimana hanya ada sekitar 15-16 siswa laki-laki dan sisanya adalah siswa perempuan. Harusnya aku bisa mendapat bagian duduk dengan seorang siswa perempuan, tapi karena urutan namaku disebut paling awal, artinya aku memang mendapat bagian duduk dengan seorang siswa laki-laki.
Aku akan membenci masa SMA ku dengan pengaturan tempat duduk ini. Walau ibu Hera sudah mengatakan alasannya kalau agar para siswa bisa lebih konsentrasi dan lebih tenang dalam mengikuti pembelajaran. Menurut pengalaman Bu Hera sendiri, kebiasaan siswa laki-laki akan memilih untuk duduk di bangku bagian belakang dan cenderung membentuk kelompok yang suka bikin gaduh kelas. Tapi kelas ini tetap saja akan gaduh, karena semua pengaturan ini, tetap menempatkan laki-laki berkumpul dengan satu kelompoknya.
Pembagian tempat duduk berpasangan ini juga disetujui oleh guru-guru lainnya yang mengajar dikelas X-A dikarenakan terdapat beberapa siswa berprestasi dengan peringai buruk yang tidak bisa diatur sama sekali. Salah satunya adalah siswa yang disandingkan satu bangku denganku. Yang namanya Reihan. P. Destara. Peraih nilai posisi pertama diangkatan kami. Selain itu juga, pemuda bernama Reihan ini menjadi pusat perhatian banyak siswa baik yang seangkatan ataupun para senior.
Di bangku belakang, ada Raka Setyadi. Bodynya yang tinggi kekar, membuatnya menjadi incaran ekskul basket, sepak bola, dan voly. Selain itu sosoknya juga seorang peraih medali renang tingkat Nasional. Lalu ada Aditya Diastama dibangku samping. Yang aku dengar, mereka bertiga sahabatan dari SMP. Karena mengetahui hal inilah, bukankah percuma saja Bu Hera mengatur tempat duduk siswanya, kalau yang sahabatan dari SMP dan terkenal tukang rusuh masih dalam radius yang berdekatan.
Belum lagi sosok siswa perempuan yang duduk dengan keangkuhan di sampingku. Namanya Siska Bintoro, si nona tanpa ampun. Kalau tidak menyukai sesuatu, dia akan membuat sesuatu itu menjadi tidak berbentuk. Terlebih jika itu seorang siswa, kekuasaan yang dimilikinya sebagai siswa angkatan baru, mampu untuk membuat kehidupan siswa lain penuh dengan penderitaan sepanjang tahun pembelajarannya. Lalu Rahma Andini. Aku mengenalnya sejak bangku SMP. Dia sangat jutek, tegas, dan galak. Tidak seorang pun akan berani membantah kata-katanya. Dan kini, dia dijadikan ketua kelas oleh Bu Hera.
"Rasanya tidak mengenakan sama sekali." gerutu ku disela-sela kegaduhan beberapa siswa dalam kelas yang merasa tidak terlalu menyukai teman sebangkunya. Sistem teman sebangku ini hanya akan membuatku semakin tertekan menghadapi masa SMA yang sulit dan dipenuhi dengan banyak perjuangan.
Aku bukan tidak menyukai masa SMA yang akan ku lewati. Tetapi kalau harus duduk dengan seorang yang tidak membuat nyaman seperti sosok di sebelahku sekarang ini, rasanya dunia memang tidak pernah berpihak sekalipun padaku. Apalagi atmosfer yang dikeluarkan oleh kelima siswa disekitar membuatku merasakan sesak yang teramat sesak.
Ku perhatikan teman sebangku dalam kegaduhan. Sosoknya benar-benar tidak mencerminkan siswa teladan. Dua tindikan dengan anting kecil melingkar pada daun telinga kanannya. Rambutnya yang panjang melebihi daun telinga, dicat berwarna merah bata yang nampak berkilau dibawah sinar matahari. Menggunakan seragam dengan serampangan. Kemeja yang dibiarkan keluar dan tidak dirapikan. Dasi yang diikat seadanya. Jas sekolah selalu dia gantungkan pada bangkunya. Kali ini dia menendang beberapa kali bangku dihadapannya. Membuat sosok disampingnya ikut melakukan hal yang sama sehingga akhirnya Aditya dan Siska pindah dengan aman ke bangku di hadapanku tanpa ketahuan Bu Hera.
Reihan baru saja selesai melakukan tos dengan Aditya dan Raka, disaat aku selesai menghela nafas untuk kesekian kalinya mengetahui kenyataan yang akan menghimpitku selama satu tahun ajaran kedepan.
Ku rebahkan kepalaku pada tumpukan buku di hadapanku. Karena ini hari pertama, jadi pembelajaran belum dimulai sama sekali. Kami hanya diberikan pengarahan tentang sekolah dan pembagian kelas. Lalu dibiarkan menikmati waktu untuk saling mengenal teman sekelas. Semacam acara ramah tamah.
"Hay, teman sebangku! Mohon kerjasamanya yah?" sapaan itu datang dari Reihan P. Distara yang menjadi teman sebangku.
Tiba-tiba menyapa, aku tersentak dengan pandanganku sendiri. Mendapati wajah dari sosok Reihan nampak begitu close up karena terlalu dekat dengan wajahku yang sedang merebahkan kepala.
Tubuhku reflek. Aku tersentak bangun dengan tidak memperhatikan posisi ku yang duduk menempel dengan tembok pembatas kelas yang terdapat jendela dengan kusen kayu yang masih berdiri dengan kokoh pada posisinya. Sebuah benturan dibelakang kepala, membuatku merasakan nyeri di kepala dengan pandangan mata yang berkunang-kunang. Perlahan semuanya mulai nampak begitu gelap. Saat beberapa wajah dengan suara samar-samar mendekati, aku hanya bisa mencium satu wangi yang membuatku begitu tenang.
Entah dimana aku pernah mencium wangi semenangkan ini. Wangi yang membuat rasa takut dalam diriku sirna begitu saja. Tetapi wangi itupun hanya tercium sesaat. Karena bersamaan dengan pandanganku yang mulai kabur, semua suara mulai terdengar stereo di telingaku. Lalu kegelapan memenuhi seluruh ruang pengelihatanku.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments