Menikah

“Ini?”

Vidia pun tampak bingung dengan apa yang di lihatnya. Pasalnya yang dia lihat adalah sebuah gedung catatan sipil.

“Sudah. Kamu turun sekarang,” ucap Davian yang kemudian turun terlebih dahulu.

Dengan masih wajah terkejut, dia pun ikut keluar dan menghampiri Davian.

“Kita mau ngapain ke sini?” tanya Vidia bingung sambil menatap gedung catatan sipil.

“Ya tentunya menikah, lha. Bukannya tadi kita sudah sepakat?!” ucap Davian yang spontan membuat Vidia langsung menengok ke arah Davian.

“A—apa?! Kamu gila, ya?! Masa' secepat ini?” tanya Vidia tidak habis pikir.

Davian pun akhirnya juga menoleh ke arah Vidia sambil berkata, “Kenapa? Kamu menyesal udah salah ambil keputusan?! Tapi sayangnya sekarang kamu udah gak bisa mundur lagi. Karena perjanjian sudah disepakati.”

Davian pun melangkah masuk ke dalam gedung meninggalkan Vidia yang masih terpaku tak habis pikir.

“Gila. Gue mimpi apa semalam?! Kenapa gue bisa-bisanya berurusan sama ni muka batu,” gerutu Vidia.

Sementara itu di saat yang bersamaan...

“Hai! Cepatlah sedikit. Waktuku gak banyak. Pekerjaanku sedang menumpuk di kantor!” teriak Davian memanggil Vidia.

“Ish.”

Dengan wajah kesal, Vidia pun mau tidak mau mengikuti Davian masuk ke dalam gedung.

Setalah melakukan proses yang agak panjang, kini mereka resmi sah menjadi pasangan suami-istri.

Di dalam mobil, Vidia masih tidak menyangka kalau dia benar-benar melakukannya hanya karena insiden yang tidak terduga.

Sambil terus memandangi buku nikahnya, Vidia bergumam, “Kenapa rasanya kok mudah sekali sih buat dapetin kamu, buku nikah?! Atau jangan-jangan,...”

Vidia pun langsung menoleh ke arah Davian yang sedang fokus mengemudikan mobilnya. Dia curiga kalau jangan-jangan Davian telah merencanakan semuanya.

“Kenapa kamu lihat aku seperti itu?” tanya Davian yang rupanya menyadari kalau dirinya sedang diperhatikan oleh Vidia.

“Aku aneh deh. Kenapa kita kok gampang banget nikahnya. Tanpa ada wali atau pun saksi kita bawa tapi kenapa tetap bisa?” tanya Vidia.

“Siapa bilang gak ada wali atau pun saksi. Ada kok. Kamunya aja yang gak sadar,” sahut Davian santai.

“Hah?”

Vidia sangat terkejut mendengar jawaban Davian. Akhirnya sekarang dia tahu kalau memang pria yang sekarang sudah resmi menjadi suaminya ini ternyata sudah merencanakan semuanya.

Setelah beberapa saat menempuh perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di kantor Davian. Vidia yang tidak merasa kalau ada urusan di sana pun akhirnya berkata, “Maaf, Pak Dav. Berhubung kita sudah tidak ada urusan lagi, lebih baik sekarang aku pulang.”

“Eits. Kamu mau ke mana?” tanya Davian.

“Pulang. Kan tadi aku udah bilang,” sahut Vidia.

“Iya. Tapi memangnya kamu mau pulang ke mana?” tanya Davian.

“Ya pulang ke kost-kostanku lha,” sahut Vidia.

“Gak boleh,” ucap Davian singkat.

“Kok gak boleh sih?!” protes Vidia.

Mendengar ucapan Vidia, Davian pun langsung mendekatkan wajahnya ke depan wajah Vidia membuat jantung Vidia berdetak kencang.

“Vid, kamu lupa dengan statusmu sekarang?!...” ucap Davian dan kemudian langsung kembali ke posisinya yang semula, “sudah. Kamu ikut aku masuk kantor sekarang.”

Davian pun langsung turun tanpa menghiraukan bagaimana ekspresi yang ditunjukkan oleh Vidia saat mendengar ucapannya.

Sementara Vidia, dalam benaknya, dia ingin sekali melemparkan sepatu ke arah laki-laki tersebut.

“Aaaaargh!” teriak Vidia frustasi.

Dengan langkah yang enggan, dia pun mengikuti langkah Davian.

Setelah sampai di dalam ruangan, Davian pun langsung duduk di kursi kerjanya. Sedangkan Vidia duduk di sofa yang biasa digunakan untuk menerima tamu.

Tanpa saling bicara, mereka pun sibuk dengan dunianya masing-masing. Davian sibuk dengan semua berkas yang ada di atas meja kerjanya dan Vidia pun sibuk dengan ponselnya.

Hingga suatu ketika tiba-tiba datanglah seseorang yang bisa dibilang sangat mengganggu ketenangan suasana.

“Hadeuh. Kamu habis dari mana saja, Pak bos?” tanya orang itu yang ternyata Steven.

“Gak habis dari mana-mana kok,” sahut Davian santai.

“Masa’ sih? Kalau kamu gak habis dari mana-mana, kenapa ponselmu di matikan?” tanya Steven heran.

“Aku hanya ada urusan sedikit di luar. Memangnya ada apa?” tanya Davian yang rupanya sangat tidak suka bertele-tele.

“Gak ada apa-apa sih. Hanya saja tadi sewaktu kamu gak ada, tun...” Davian langsung menatap Steven dengan tatapan tajam, “eh. Maksudku Tasya datang mencarimu. Tapi setelah itu dia pergi lagi,” ucap Steven.

“Oh,” sahut Davian singkat dan santai.

“Emangnya kamu ada urusan apa tadi?” tanya Steve kepo.

Davian pun tidak banyak bicara. Dia hanya memberikan isyarat mata agar Steven melihat ke arah yang dia tunjuk.

Betapa terkejutnya Steve ketika melihat sesosok wanita sedang duduk tenang sambil memainkan ponselnya.

Dengan nada berbisik, Steven pun bertanya, “Siapa wanita itu, Dav?”

Sambil dengan memasang wajah datar dan juga tangan yang fokus dengan pekerjaannya, Davian pun menjawab, “Istriku.”

‘Duar.. Duar..’

Bagaikan gunung berapi yang meletus, begitulah istilah yang tepat untuk menggambarkan ekspresi keterkejutan Steven saat mendengar jawaban Davian. Jantungnya seketika seperti merasa terserang oleh sesuatu yang benar-benar menghanyutkan.

“Hai, Dav. Ini kamu lagi bercanda kan?” tanya Steven memastikan.

Lagi-lagi tanpa banyak bicara, Davian pun langsung menunjukkan bukti buku nikah yang barusan dia dapatkan.

Melihat itu, lagi-lagi rasanya ingin sekali Steven pingsan karena dia terlalu terkejut dengan kenyataan ini. Namun nasib berkata lain. Dia justru tidak pingsan melainkan hanya kepala yang langsung terasa pusing.

“Gila. Benar-benar gila. Kamu nekat, Dav. Ini bagaimana jadinya jika sampai ketahuan oleh tun... Eh salah, ketahuan Tasya?! Bisa-bisa ada perang dunia,” ucap Steven masih dengan nada lirih.

“Aku gak peduli. Memang dari awal aku tidak pernah menganggap adanya pertunangan ini,” ucap Davian santai.

Steven yang mendengar jawaban Davian ini hanya bisa menggelengkan kepalanya. Kerana dia tahu kalau Davian ini orang yang sangat keras kepala dan tidak mau di paksa.

“Ya sudahlah. Aku berharap dengan kamu memutuskan hal ini, kamu pun sudah tahu resiko apa yang harus kamu hadapi dan juga tahu cara mengatasinya,” ucap Steven.

Sambil menganggukkan kepala, Davian pun berkata, “Kamu tenang aja. Aku sudah memikirkan semuanya. Aku hanya berharap kalau kamu bisa mendukung keputusanku ini.”

“So pasti lha. Aku akan tetap mendukung,” sahut Steven yang kemudian melihat ke arah Vidia.

***

Waktu pun semakin larut. Tanpa terasa Vidia pun tertidur sambil memeluk ponselnya. Davian yang baru saja selesai mengerjakan pekerjaannya pun baru tersadar kalau dia lupa jika ada Vidia di ruangan tersebut.

Davian pun berdiri dan menghampiri Vidia yang sedang terlelap. Dalam hatinya dia benar-benar tidak habis pikir kenapa bisa-bisanya dia dan perempuan di hadapannya ini berakhir dengan sebuah pernikahan. Bahkan pernikahan tersebut bukanlah pernikahan yang sebenarnya.

Ditatapnya wajah perempuan di hadapannya itu sambil bergumam dalam hati, “Maafkan aku karena telah memanfaatkanmu untuk kepentinganku sendiri.”

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!