Chapter 2

.

.

.

Pada akhirnya Irine memilih untuk mendatangi direkturnya tersebut. Namun, belum juga usai kekesalannya mereda. Wanita itu harus bersabar lagi menahan rasa sabarnya, bagaimana tidak? Bayangkan saja, dirinya baru masuk dan belum juga dipersilahkan untuk duduk pria itu langsung menyerocos ini itu padanya.

"Segera kau urus untuk acara besok dan jangan ada satu inci pun  kesalahan yang terjadi besok, kau tau Ketua akan datang besok." Ujar pria tua Bangka itu memerintah Irine.

"Baik Tuan." Jawab Irine patuh. Meski hatinya mendesal menahan rasa kesalnya, jika bukan orang yang lebih tua darinya sudah Ia sumpel mulutnya dengan tumpukan berkas-berkas yang ada di mejanya itu.

"Buatlah semuanya menjadi sempurna dan Kau ...." Direktur menjeda suaranya dan mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Irine.  "jangan sampai telat! Pokoknya kau harus datang tepat waktu, aku tidak menoleransi lagi jika sampai kau datang terlambat." Sambung Direktur menyerahkan beberapa map ke arah Irine.

Irine mengembangkan senyumnya dengan terpaksa dan mengambil map tersebut. "Baik Tuan. Aku akan melaksanakan semua perintah Anda tanpa terkecuali." Ucap Irine dengan patuh, nada suaranya juga menekankan di setiap kalimatnya.

"Ya sudah. Kau bisa pergi dan lanjutkan kerjaan mu!" Perintah direktur kembali dan di angguki oleh Irine, wanita itu pun berlalu pergi meninggalkan atasannya yang arogan dan seenaknya itu.

Irine menutup pintu berwarna coklat itu dengan sedikit keras, sebodo jika atasannya itu akan mengomelinya lagi juga. Irine menarik nafasnya dalam, sudah cukup rasa kesabarannya Ia benar-benar kesal dengan direktur sombong seperti itu.

...**********...

Di tempat lain, tepatnya di Rumah besar bak Istana milik keluarga Bramasta, keluarga yang terkenal dengan kerajaan bisnisnya yang luar biasa. Pria yang merupakan pewaris tunggal Bramasta yang bernama Kimtan baru saja sampai di Jakarta setelah bertahun-tahun tinggal di negara orang.

Pintu kamar itu di bukanya dengan perlahan, lalu ia nyalakan lampu itu sehingga terpampang kamar yang telah lama di rindukannya.

"Tidak ada yang berubah." Gumamnya dengan nada suara lirih.

Kimtan langsung masuk ke kamarnya, merebahkan tubuh letihnya di kasur empuk miliknya. Kedua matanya terpejam, menikmati setiap menitnya waktu yang sudah lama Ia lewati. "Haahhh, ini sangat nyaman." desahnya.

Matanya terbuka, menatap langit-langit kamar. Menerawang jauh pada kenangan-kenangan beberapa tahun lalu.

"Padahal hari-hari itu sudah sangat lama berlalu, namun entah kenapa kenangan bersamamu masih terus terbayang-bayang olehku."

Tok tok tok

Kimtan menolehkan wajahnya kearah pintu berwarna coklat itu, saat ia mendengar pintu kamarnya di ketuk. Kini istirahatnya harus terusik saat seseorang mengetuk pintu kamarnya beberapa kali, dengan rasa malasnya laki-laki itu melangkahkan kakinya untuk membuka pintu kamarnya.

Klik.!

Pintu itu dibuka oleh Kimtan, raut wajahnya menunjukkan ekspresi tak bersahabat menatap pelayan pria itu.

Pelayan pria berpakaian rapi itu membungkukkan setengah tubuhnya memberi hormat.

"Maafkan saya Tuan muda karena telah mengganggu istirahat Anda, tapi Tuan dan Nyonya besar sudah menunggu Anda di bawah." ujar Pelayan itu menundukkan kepalanya, tak berani hanya sekedar melirik wajah tuan mudanya.

"Hn, aku akan menyusul." jawab Kimtan datar, masih dengan ekspresi menyebalkannya. Setelah di rasa cukup, Kimtan kembali menutup pintu kamarnya.

Pria itu menghela nafasnya dengan kasar, sebenarnya Ia tidak ingin menemui orang tuanya karena merasa sangat lelah dan butuh istirahat setelah penerbangan panjangnya. Tapi jika dirinya tak menemui keduanya maka akan ada pertengkaran yang sangat membosankan di esok hari.

Akhirnya dengan langkah malas, Kimtan pergi menemui kedua orangtuanya. Entah apa yang akan mereka bicarakan, sungguh dirinya sangat tidak berminat. Dengan perlahan Kimtan menuruni anak tangga satu persatu, dapat pria itu lihat kedua orang tuanya yang tengah bersantai di sofa ruang keluarga.

Baru saja kakinya menuruni anak tangga terakhir, Kimtan sudah mendengar suara Ibunya yang memanggil dan Ia hanya menatap keduanya dengan acuh.

"Sayang kemarilah, Nak." Ucap Isabel Nyonya besar Bramasta dan merupakan Ibu dari seorang Kimtan. "Duduklah disini!" Pinta Isabel lembut sambil menepuk tempat duduk yang berada di sebelahnya, mempersilahkan anak tercintanya untuk segera bergabung duduk bersamanya.

Tak mendengarkan perintah Ibunya, Kimtan malah lebih memilih untuk duduk yang bersebrangan dengan kedua orang tuanya.

"Ada urusan apa?" Tanya Kimtan langsung pada intinya dan mengabaikan suara Ibu yang sejak tadi berkata-kata manis kepadanya.

Ibunya tersenyum kecut melihat tingkah laku putranya, yang selalu mengabaikan pertanyaannya. Bibirnya terkatup rapat, Ia takut jika mengatakan sesuatu lagi putranya akan mengatakan yang lebih menyakitkan lagi.

"Baiklah. Aku tidak ingin berbasa-basi lagi." Tuan Bramasta menarik nafasnya pelan, menatap wajah putranya dengan serius.

"Ayah dan Ibumu telah membicarakan ini sudah sejak lama, kami sepakat agar kamu menikah dengan anak kolega Ayah setelah acara pergantian CEO besok. Jadi Ayah harap ... --

"Maaf." ujar Kimtan menyela perkataan Ayahnya, dia menatap wajah keduanya tak suka. Inilah kenapa dia malas sekali menemui kedua orang tuanya, mereka selalu memutuskan sesuatu tanpa bertanya terlebih dahulu kepada dirinya.

"Apakah tidak ada hal yang lebih penting dari ini, kalian memanggilku ke sini hanya untuk hal konyol." Bibir pria muda itu mendesis, kedua matanya menatap tak suka. "Apakah hanya hal seperti ini saja, kalian memanggilku ke sini?" Bibir itu kembali bertanya dengan nada suara lirih berulang-ulang pada kedua orang di hadapannya, wajahnya menunjukkan rasa tak nyaman.

Kedua orang tua Kimtan saling menatap saat mereka mendengarkan pertanyaan yang di lontarkan Putranya.

"Kimtan sayang, bukan seperti itu Nak. Sungguh kami menghawatirkan dirimu, untuk itu kami menyiapkan ini sejak lama." Ujar nyonya Isabel dengan suaranya yang melemah.

Kimtan mendengus kesal. 'khawatir? Cih, omong kosong apa ini! Mereka bukan menghawatirkan aku melainkan harta mereka. Batin Kimtan. "Jika tidak ada yang ingin kalian bicarakan lagi, aku akan pergi." Ujar Kimtan dingin.

"Jangan seperti itu!" Suara Tuan Bramasta menggelegar memenuhi ruangan itu, wajahnya menatap tajam putra tunggalnya dengan amarah.

Sedangkan Kimtan hanya menatap malas orang tuanya dan berlalu meninggalkan keduanya.

"Kimtan." Teriak Tuan Bramasta memanggil nama putranya yang mengabaikan keduanya. "Kau lihat, karena ulah dirimu yang selalu memanjakannya jadi beginilah." seru Tuan Bramasta memijit pelipisnya.

Kimtan lebih memilih pergi dan mengabaikan panggilan dari Ayah dan Ibunya, Ia terus saja menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Kimtan tahu bahwa Ayahnya sangat marah atas perlakuannya yang tak sopan seperti ini, tapi Ia bisa apa jika melihat wajah keduanya kenangan buruk itu terus saja berputar-butar di kepalanya dan ia sangat membenci kenangan itu. Sangat membencinya, hingga membuat nafasnya menjadi sesak.

Sampai di kamarnya, Kimtan duduk disisi tempat tidur menatap bingkai foto yang sengaja Ia pajang di meja kecil sisi tempat tidurnya. "Lala, aku merindukan dirimu. Sampai kapan aku harus menahan rasa rindu ini?" Seru Kimtan dengan suara yang lirih, sambil terus memandang foto kekasihnya yang entah di mana saat ini.

Terpopuler

Comments

Tris Milano

Tris Milano

menarik

2022-05-15

1

Tris Milano

Tris Milano

Apakah mereka berjodoh

2022-05-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!