Dinikahi Milyader Bagian 5
Oleh Sept
Rate 18 +
Dirga langsung memasukkan ponsel murah itu ke dalam saku celana hitam yang ia kenakan. Pria tersebut beranjak dari duduknya, kemudian menuju ke depan. Siap membuka pintu untuk tamu yang tidak diundang.
KLEK
Saat pintu baru sedikit terbuka, Jean pun menerobos masuk. Sebuah kecupann di pipi kanan dan kiri langsung menjadi sesuatu yang wajib ketika sang mami datang berkunjung.
"Mami dengar kamu gak masuk kerja dari kemarin. Kamu sakit?" Jean memindai putranya dari ujung rambut sampai kaki. Ingin memastikan, bahwa anaknya baik-baik saja.
"Dirga baik-baik saja. Mami gak usah khawatir."
Jean lantas mencoba untuk meninju pelan perut Dirga, dan pria itu reflect mundur. Dari situ, Jean langsung tersenyum. Gerak spontanitas masih bagus, ia rasa tidak usah khawatir lagi pada putranya.
"Baguslah."
Dirga hanya menggeleng kepala, maminya selalu sama, dan tidak akan berubah.
"Bagaimana kesehatan papi, Mi?"
"Baik, sudah sebulan lebih ... ini papi ikut yoga sama Mami. Kamu juga, lihat? Belom tiga puluh tahun tapi wajahmu seperti itu!" cibir sang mami sembari mengeluarkan semua barang dari tas kecil yang ia bawa. Berisi banyak makanan kering yang siap dipanaskan. Dan beberapa makanan yang siap makan.
Dirga hanya tersenyum tipis, kemudian memeluk tubuh Jean dari belakang.
"Mami jangan marah-marah, yoga Mami gak pengaruh."
"Ish! Kamu ini!"
"Menikahkan, biar Mami gak marah-marah dan gak harus bolak-balik rumah apartment karena mikirin kamu."
Dirga seketika melepas pelukan, ia paling malas disuruh menikah. Gagal nikah karena sang tunangan meninggal, cukup membuat Dirga memilih menutup diri.
"Sampai kapan kamu merasa bersalah? Bukan salah kamu ...." Jean terdiam. Kemudian mengusap sudut matanya.
Jean kemudian membuang napas panjang, dan menatap intense putranya.
"Jangan terpuruk terlalu lama, Mami mau anak Mami kembali seperti dulu."
Dirga pun memalingkan wajah, bagaimana mungkin ia kembali menjadi Dirga yang dulu setelah kecelakaan itu? Bagi Dirga, semua sudah berubah. Tidak ada lagi yang sama, hatinya sudah beku. Jiwanya sudah lama mati, ikut terkubur bersama raga Arunika.
"Dirga!" panggil Jean sambil meraih tangan Dirga. Ia pegang tangan itu kemudian menggengamnyam
"Mami mau kamu keluar dari zona ini! Aruni meninggal bukan karena kamu. Dia pasti tidak ingin kamu terpuruk ribuan malam dan berlarut-larut karena rasa bersalah! Ingat Dirga ... bukan kamu yang membunuhnyaa!"
Jean menatap penuh harap, semoga putranya cepat move on dari luka hatinya yang ia rasa masih mengangga.
Sementara itu, Dirga tidak banyak berkomentar. Pria itu hanya diam, tidak menangapi sang mami. Mau bagaimana lagi? Menasehati dari dulu memang sangat mudah. Tapi, terasa sangat sulit bagi mereka yang menjalani.
Begitu juga Dirga, melihat Arunika tewas di depan mata. Rasa bersalah sudah mengakar kuat dalam jiwanya. Bagaimana pun juga, ia merasa bertanggung jawab. Dengan rasa bersalah dan membiarkan hatinya kosong dan kesepian sampai sepanjang usianya. Anggap saja itu hukuman karena tidak bisa menjaga kemasih hatinya itu.
***
"Mami pulang dulu, kalau ada apa-apa ... tolong kamu bilang ke Mami."
Dirga hanya mengangguk sambil melangkah keluar mengantar sang mami sampai pintu depan lift. Karena datang tadi diantar sopir, Jean pun tidak mau saat Dirga menawarkan diri untuk mengantarnya.
Begitu sang mami pergi, Dirga lantas kembali ke dalam apartment. Sampai hari menjelang malam, pria itu hanya berada di dalam apartment seorang diri. Sambil melihat film dengan tatapan kosong.
Tengah malam ia terbangun karena sebuah pesan masuk. Tapi tunggu, nada pesan bukan seperti nada miliknya. Dirga kemudian meraba-raba di atas nakas.
"Siapa malam-malam kurang kerjaan?" gumam Dirga sambil menyandarkan tubuhnya.
Pria tersebut kemudian membuka ponsel yang bukan miliknya itu. Ia penasaran siapa orang yang mengirim pesan jam satu malam.
[Tuan kapan di rumah? Bisa saya ambil ponsel saya? Karena itu nomor penting]
Bibir Dirga ketarik ke atas. Ia sempat tersenyum tanpa ia sadari ketika membaca pesan teks dari Levia.
[Aku sibuk!]
Ting ...
Pesan itu terkirim. Namun, setelah ada notification centang dua biru, Dirga seolah menyesal. Untuk ala ia balas chat gadis kucel bau karbol tersebut. Seketika, ia tersadar dan melempar ponsel itu ke samping ranjang.
Bukkkk
Dirga melempar tubuhnya ke ranjang, tidak lagi bersandar seperti semula. Ditatapnya langit-langit kamar, terasa hampa. Semua begitu membuatnya jenuh dan kosong.
Ting ...
Suara pesan masuk membuatnya langsung melirik ke kanan ranjang.
"Untuk apa aku mengurusinya?" batin Dirga sambil menarik selimut. Ia abaikan pesan dari si pemilik ponsel.
Sementara itu, di kamarnya yang sederhana, Levia memaki-maki ponsel yang ia pegang. Itu adalah ponsel milik papanya. Tadi sewaktu habis makan malam, ia meminjam ponsel papanya. Alasan menghubungi teman-teman karena ponselnya hilang.
Padahal, ia tahu ponselnya tidak hilang. Pertemuan tadi siang dengan bu Dewi, masih membuatnya geram.
"Kalau sibuk kan bisa titipkan ke petugas apartment. Kalau begini mana bisa aku kerja dengan tenang, aku juga harus pakai kode otp untuk menarik beberapa danaa ... aku tahu dia tidak akan membajak ... uang di ATM juga tidak seberapa. Tapi ... ah sialll." Levia merutuk sambil guling-guling di atas ranjang yang sudah tidak empuk lagi. Karena busanya sudah tipis.
Pagi harinya
Sarapan pagi di keluarga Levia. Pagi-pagi adik tiri Levia sudah mulai drama.
"Maaa! Lihat ... dia sepertinya iri dan sengaja sama Reva! Menu apa ini? Full kolestrol ... astaga! Reva lama-lama bakal naik BBnya Maaa...!" Revalia megadu pada mamanya. Seperti biasa, tidak afdol kalau tidak membuat sang kakak menderita.
"Lev! Sudah ratusan kali Mama bilang! Reva itu model top! Dia harus jaga tubuhnya. Gak kaya kamu!" cetus mama Dona pedas. Mumpung suaminya masih tidur setelah minum obat. Jadi ia bisa bebas memarahi Levia.
"Ingat ya. Jangan buat Mama marah-marah. Percuma Mama pakai serum mahal kalau kamu selalu bikin Mama naik darah. Kalau gak bisa kasih Mama banyak uang, tolong jangan buat masalah!"
Bruakk ....
Mama Dona tersentak kaget mendengar suara pintu dibanting keras. Seketika wanita itu menelan ludah. Apalagi saat sosok tersebut langsung menghampiri meja makan dan duduk di samping Levia.
"Makan ini! Makanan kambing!"
Semua di meja makan langsung diam. Setelah menyodorkan sepiring lalapan di depan Reva, pria 25 tahun itu langsung berdiri tanpa sarapan. Dia adalah Reza, anak tertua di keluarga itu. Anak mama Dona pada pernikahan sebelumnya.
"Ish ... ada apa dengan anak itu?" gumam Dona. Wanita tersebut memang langsung diam tak berkutik kalau Reza sudah marah.
Setelah Reza pergi, Levia pun pamit. Karena ia ingin menemui bu Dewi pagi ini. Sebelum atasannya itu pergi, karena kadang susah dicari.
***
Saat keluar dari pagar rumahnya yang catnya sudah mulai pudar, Levia dibuat terkejut oleh sosok sang kakak yang menunggu di atas motor.
"Cepet naik! Aku antar."
Levia menggeleng.
"CEPAT!"
Settt ....
Reza menarik lengan adik tirinya. Dan menyerahkan helm bogo warna coklat kulit.
"Pegangan!" seru Reza sambil menstater motor miliknya yang sudah full modif.
MBREM ...
Mberemmm ....
WUSHHHH ....
"Pegangan, Lev!" teriak Reza dari balik helm teropong yang ia kenakan.
Seketika, Levia langsung mempererat lengannya.
***
Kantor Jasa cleaning service on-line Star Clean.
Reza langsung berhenti di depan kantor yang tidak terlalu wah tersebut. Masih bagus dan tinggi bangunan di sebelah kanan dan kirinya.
Saat Levia turun dan kesusahan melepas helm, Reza pun melepas helm miliknya. Kemudian membantu Levia. Keduanya tidak sadar, sejak tadi ada yang memperhatikan mereka dari dalam mobil.
"Jelek begitu pacarnya boleh juga!" ucap pria yang duduk di balik kemudi.
Ia masih menatap dari jauh, penasaran juga. Cewek buluk kok diantar kerja oleh cowok keren. Pria itu kemudian berdecak ... menatap remeh pada keduanya.
BERSAMBUNG
Ya Salam, julid amat si anak terong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Ida Has
jgn sombong Dirga ntar bucin
2024-06-21
0
Deliza Yuseva
sombongvkamu Dirga ...
2024-05-27
0
komalia komalia
idiih jelek tapi kamu kepo
2024-02-05
1