Dua minggu segera berlalu. Darren membawakan berkas yang pernah Al minta untuk ia evaluasi. Darren menemukan banyak kejanggalan dalam laporan itu.
Darren bahkan harus menggunakan waktu senggangnya untuk mempelajari bahasa serta cara membaca tabel. Belum lagi, ia harus mempelajari arus kredit dan debit.
Banyak hal yang ia pelajari dalam waktu dua minggu. Hingga Darren mampu menyelesaikan tugas yang Al berikan padanya.
"Ini laporan waktu itu," ucap Darren to the point pada Al.
Al mengambil laporan itu dan membacanya. Ia hanya tersenyum melihatnya. Untuk masalah pembukuan, Darren mungkin tidak mengetahuinya.
Sebagai seorang ayah, Al sangat mengapresiasi pekerjaan anaknya itu. Tidak mudah bagi seorang calon dokter spesialis bedah, mempelajari keuangan. Arus keluar masuk kas, rugi laba, dan lain sebagainya yang berkaitan.
"Oke. Akan Papa, cek nanti." Al menaruh berkas tersebut di sudut.
"Bagaimana hubunganmu dengan gadis itu?"Al mulai mengalihkan pembicaraan.
"Siapa?" Darren mengerutkan dahinya bingung.
Wajar saja ia melakukan itu. Selama ia di Jakarta, ia tidak pernah sekalipun dekat dengan wanita.
"Gadis yang berprofesi sama dengan mu itu."
"Kami hanya teman, Pa. Tidak lebih!" tegas Darren.
"Kalau begitu, buat batasan yang jelas. Jangan sampai dia merasa sebaliknya." Al memberi peringatan keras pada Darren.
Darren hanya menganggukkan kepalanya tanpa menjawab.
*****
Satu bulan kemudian
Suryo masuk ke ruangan Al. Ia memberikan berkas yang sudah beberapa bulan ini, ia selidiki. Al mengambilnya dan membaca berkas itu.
"Ini, berkas yang Darren periksa waktu itu?" Suryo mengangguk.
"Hasilnya sangat mencengangkan. Aku heran, anakmu itu bisa sepintar itu darimana?" Suryo menopang dagunya dengan kepalan tangan.
"Jelas saja dia pintar. Kau tidak melihat papanya ini?" Al menunjuk dirinya dengan bangga.
"Ya, ampun. Percaya diri sekali," cibir Suryo.
Al tak mempedulikan cibiran Suryo. Matanya tengah fokus meneliti berkas itu. Tak lama, Al mengangkat pandangannya dan menatap sahabatnya.
"Dimitri, ikut campur?" Suryo mengangguk.
"Untuk apa?"
"Mana aku tahu?" Suryo mengendikkan kedua bahunya.
Ia merasa tidak wajib mengetahui alasan Dimitri, melakukan hal itu. Baginya, dengan menjebloskan akuntan itu dan mengubah hutang perusahaan menjadi hutang pribadinya, sudah menguras banyak energi. Ia tak ingin lagi mencari tahu alasan pria bertangan dingin dan kejam itu melakukan hal yang tidak pantas pada perusahaan kecil seperti Naratama corp..
*****
Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan tahun pun ikut berganti. Misteri Dimitri, belum juga terpecahkan. Entah apa maksud pria itu melakukan semua ini. Al pun tak lagi mempedulikannya.
Selama Dimitri tidak menyentuhnya, maka Al pun tidak akan menyentuhnya. Itulah prinsip yang Al jalani dalam bisnisnya.
Ruangannya diketuk dan menampakkan putrinya Aluna. Wanita itu memberikan laporan yang Al minta.
"Papa bangga padamu, Nak." Al tersenyum pada Aluna.
"Terima kasih, pa."
"Oh, iya pa. Sebentar lagi, kak Darren akan melakukan ujian spesialisasinya kan?" Al mengangguk.
"Kenapa?"
"Apa setelah ini, ia akan kembali ke Surabaya?" tanya Aluna.
"Papa belum bertanya padanya. Memang kenapa?" tanya Al penuh selidik.
"Aku ingin ikut berlibur ke sana." Semburat merah di wajah Aluna terlihat.
Al tersenyum menanggapi hal itu. "Tanyakan sendiri pada kakak mu." Aluna mengangguk.
*****
Tidak terasa, Darren sudah berada di Jakarta selama lebih dari dua tahun. Selama itu pula, Chelsea terus mendekati Darren.
Apalagi, keluarga Darren adalah keluarga yang cukup terpandang di negara Indonesia. Membuat Chelsea bersemangat untuk mendapatkannya.
Gosip demi gosip mulai tersebar ke seluruh penjuru rumah sakit. Hanya Darren yang tak mempedulikan hal itu. Lebih tepatnya, tidak ingin mengetahuinya.
Tak lama lagi, Darren akan melangsungkan ujian spesialisasinya. Setelah pengumuman nanti, ia berencana akan kembali ke Surabaya. Tempat mommy dan daddynya berada.
Ia sungguh merindukan keduanya. Tidak lupa dengan sang adik yang akan menikah mendahuluinya. Terlebih, kondisi opa dan omanya sudah membaik. Sudah saatnya bagi Darren untuk kembali ke kampung halamannya.
Di tengah kesibukannya membaca data laporan mengenai kesehatan pasiennya, ia mendengar suara ketukan pintu di ruangannya. Ia pun mengangkat pandangannya.
"Darren, apa kau sibuk?" tanya Chelsea yang menyembulkan kepalanya di celah pintu ruangan Darren.
"Tidak, masuklah!" Darren menutup laporan itu.
"Ada apa?" Kini Chelsea sudah duduk dihadapan Darren.
"Sebentar lagi, kamu ujian spesialisasi kan?" Darren mengangguk.
"Setelah pengumuman keluar, mau tidak jika kita berlibur bersama?" Darren bersidekap dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
"Maaf, aku akan kembali ke Surabaya setelah pengumuman nanti. Maaf, ya." Darren menunjukkan raut meminta maaf pada Chelsea.
Ada sedikit kekecewaan di wajah Chelsea. Namun, ia kembali tersenyum pada Darren.
"Apa kau ada pekerjaan di sana?" tanyanya.
"Tidak. Aku ingin mengunjungi keluargaku." Darren menjawab dengan santai. Menatap mata Chelsea. Mencoba mencari tahu keinginan gadis itu.
"Apa aku boleh ikut?" Wajah Chelsea terlihat penuh harapan.
Sebelah alis Darren terangkat. Ada rasa heran dalam dirinya yang tidak bisa ia mengerti. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
Darren belum sempat menjawab saat pintu ruangannya di ketuk. Ia meminta orang yang mengetuk masuk.
"Siang dokter," sapa seorang perawat.
"Siang sus. Ada apa?" Darren berdiri dari duduknya dan menghampiri perawat tersebut.
"Profesor Smith, mencari dokter," ucapnya.
"Oh, terima kasih ya." Darren mengucapkan terimakasih. Perawat itu pun pamit dan menutup pintu.
"Aku keluar dulu." Darren membuka pintu dan keluar.
Chelsea pun ikut keluar dari ruangan itu dan mengikuti langkah Darren. "Jadi, bagaimana? Apa aku boleh ikut?"
"Boleh saja. Aku permisi dulu." Darren memperlebar langkahnya meninggalkan Chelsea.
Diam-diam Chelsea tersenyum senang. Setelah bayangan Darren menghilang, ia mengepalkan tangannya ke udara.
"Senang sekali rasanya Dokter Chelsea saat ini."
Chelsea menoleh pada sumber suara. Ia tersenyum malu pada dokter senior yang menyapanya itu.
"Iya, Dok. Biasa, diajak liburan sama pacar," ucapnya malu.
"Oh, ya?" Chelsea mengangguk.
"Dokter Darren mau mengajak Dokter Chelsea berlibur?" Kembali, Chelsea menganggukkan kepalanya.
"Kemana?" tanyanya.
"Rahasia. Saya permisi dulu ya, Dok." Chelsea berbalik dan meninggalkan pria yang ia panggil sebagai Dokter senior itu.
Pria itu hanya menatap punggung Chelsea seraya menggelengkan kepalanya.
*****
Satu minggu berlalu dengan cepat. Kini, Darren tinggal menunggu pengumuman hasil ujiannya. Ada kebanggaan tersendiri yang Darren rasakan.
Saat tengah membereskan kamarnya, terdengar suara ketukan pintu. Darren pun menyuruh orang itu masuk.
"Kak." Aluna menyembulkan kepalanya.
"Tunggu di luar saja. Nanti kakak ke sana." Aluna mengangguk.
Ya, meski Aluna sudah ia anggap saudara, Darren tetap menjaga moralitas terhadap adiknya itu. Bagaimana pun juga, ia dan Aluna tak memiliki pertalian darah. Ia tak ingin terjadi sesuatu hal di luar kehendaknya. Mencegah itu, lebih baik bukan?
Darren pun menghampiri Aluna yang terduduk di pinggir kolam. "Ada apa?" tanya Darren setelah duduk di samping Aluna.
"Apa kakak akan kembali ke Surabaya?" Darren mengangguk.
"Aku ikut ya," ucap Aluna.
Darren menoleh. Melihat wajah Aluna yang berbinar, Darren tak sampai hati menolaknya. Pada akhirnya, Darren menganggukkan kepala menyetujui keinginan Aluna.
*****
Lama gak update karena kesibukan😢 maafkan aku ya genks. semoga bisa kembali normal lagi. sampai jumpa di bab selanjutnya🤗🤗🤗💖💖💖😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Sedang Bertapa
keren kak... berasa kurang... semangat update... 💪💪💪
2022-02-10
0