Ch. 5

Kecelakaan adalah suatu hal yang tidak bisa kita hindari saat ia menyapa. Seperti hari ini, Aluna yang sudah mengambil cuti libur, terpaksa harus membatalkan niat berliburnya.

Pasalnya, ia mengalami kecelakaan dua hari sebelum keberangkatan mereka. Kakinya harus beristirahat untuk sementara waktu.

Hatinya merasa sedih. Jujur saja, ia ingin ikut ke sana. Darren pun tak bisa berbuat banyak. Ia tak mungkin membatalkan kepergiannya karena kejadian yang menimpa Aluna.

"Maaf, ya. Kakak harus pergi sendiri kalau begini. Bukannya kakak tidak mau mengundur keberangkatan, tetapi minggu depan kakak sudah bekerja tetap di rumah sakit. Lagi pula, ada yang ingin om Dennis bicarakan pada kakak."

Aluna terlihat sangat kecewa. Namun, ia tak bisa berbuat banyak. Pada akhirnya, Aluna hanya mampu menganggukkan kepalanya.

Darren mengusap rambut panjang Luna dan berpamitan. Saat matanya menatap Chelsea yang muncul di halaman, wajahnya berubah memadam.

Tanpa kata, ia berbalik dan menggerakkan kursi roda yang ia gunakan untuk meninggalkan tempat itu.

Saat ini, baik Al, Citra, dan kedua orang tua Al sedang mengantar kepergian Darren. Tidak hanya Aluna yang terkejut, mereka pun merasakan hal yang sama.

"Bisa jelaskan apa yang terjadi diantara kalian pada papa?" Dengan isyarat mata, Al menunjuk ke arah belakang. Ia menuntut sebuah penjelasan dari Darren.

Darren menoleh dan mendapati Chelsea yang berjalan mendekat ke tempat mereka. "Dia minta ikut."

"Lalu?" Al tidak puas dengan jawaban Darren yang terdengar ambigu.

"Dia bilang ingin berlibur. Jadi, dia ingin ikut."

Al menarik Darren sedikit menjauh. Ia akan berbicara secara rahasia dengan putranya itu.

"Kenapa tidak pergi sendiri? Kenapa harus bersama denganmu?" tanya Al lagi.

"Darren tidak tahu. Biarkan saja dia melakukan apa yang dia mau."

"Berhati-hatilah padanya. Papa punya firasat tidak baik padanya." Al menepuk pundak Darren.

Darren hanya mampu menganggukkan kepalanya. Setelah itu, ia berpamitan pada keluarganya.

Chelsea yang sudah berdiri di sana pun ikut berpamitan. Darren meminta supir taksi untuk membawa barang Chelsea ke dalam bagasi.

"Terima kasih," ucap Chelsea manis.

Darren hanya membalas dengan senyuman tipis. Selama perjalanan, Chelsea mendominasi percakapan diantara mereka. Sementara Darren, hanya menjawab seperlunya.

Begitupun selama di dalam pesawat. Pada akhirnya, Chelsea pun terdiam. Ia menyibukkan dirinya dengan majalah di hadapannya.

Kurang lebih satu jam mereka melalui perjalanan udara. Kini, pesawat yang mereka tumpangi telah mendarat sempurna di bandara Juanda Surabaya.

"Kamu mau menginap di hotel mana?" tanya Darren. Mereka sedang menunggu bagasi saat ini.

"Aku ikut kamu saja boleh kan?" Darren mengerutkan alisnya.

Ia merasa ada yang salah di sini. Baru kali ini ia melihat seorang gadis yang tidak memiliki tujuan di saat berlibur.

"Memangnya kamu tidak punya tempat yang ingin dituju?" Chelsea menggeleng.

"Tujuanmu ke Surabaya apa?"

Mengikuti mu. Aku tidak punya tujuan lain, batinnya.

Darren menghembuskan napas kasar. Mau tidak mau, ia harus membawa Chelsea ke rumah orang tuanya. Ia akan menjelaskan pada Daddy dan Mommy-nya nanti.

Mereka pun menaiki taksi bersama. Taksi pun melaju dengan kecepatan sedang menuju alamat yang Darren sebutkan.

*****

Kini, taksi sudah berhenti tepat di depan rumah sederhana milik Wina dan Samudra. Sejak menikah, mereka hanya tinggal di rumah itu selama dua tahun.

Setelahnya, Wina dan Samudra memilih tinggal di rumah itu. Setelah kondisi Silvia menurun, ia pun tinggal di rumah itu bersama anak, menantu dan cucunya.

Darren membawa Chelsea menemui Wina dan Samudra. Chelsea terperangah melihat rumah yang di tempati oleh keluarga Darren. Ia cukup takjub saat melihat rumah mewah Al dan Citra. Ini tidak seperti bayangan Chelsea. Sedikitpun tidak.

"Mommy, Darren kangen banget." Darren memeluk Wina erat.

"Kak, sudah punya pacar kok begini. malu dong."

Darren tidak peduli dengan ucapan mommy-nya. Ia justru semakin mengeratkan pelukannya pada Wina. Amanda datang dan ikut menghambur ke pelukan kakaknya.

"Sudah akan menikah, masih saja iri sama Mommy," tanya Darren.

"Biarin saja."

"Oh, iya mom. Perkenalkan, ini teman sejawat Darren. Namanya Chelsea." Darren memperkenalkan mereka.

Wina dan Amanda berkenalan dengan Chelsea. Ada rasa tidak suka yang terlihat di wajah Chelsea. Entah mengapa, ia tidak menyukai tempat yang Darren tuju kali ini.

Mereka pun tenggelam dalam obrolan ringan di sana. Sayangnya, Chelsea seakan tidak mengikuti pembicaraan mereka. Wajahnya terlihat kesal.

"Aku mau bertemu eyang dulu." Darren melangkah masuk bersama ibunya.

"Ayo! Masuk," ucap Amanda pada Chelsea.

Chelsea hanya tersenyum tipis. Ia mengikuti langkah Amanda. Gadis cantik yang mengatakan, jika dirinya adalah adik dari Darren.

"Darren, mereka ini kerabat mu?" tanya Chelsea.

Saat ini, Darren dan Chelsea sedang duduk di teras depan. Mereka menikmati taman indah yang Wina rawat.

"Mommy kandungku dan adik kandungku. Sebentar lagi, Daddy ku pun akan pulang."

"Tempatmu tinggal di Jakarta?"

Darren tak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis. Ia tak ingin memperjelas kondisi keluarganya pada orang yang ia rasa tidak dekat.

*****

Malam hari, Samudra kembali dan makan bersama keluarganya. Melihat kehadiran wanita lain di rumahnya, membuatnya menatap Darren.

Darren tahu maksud tatapan daddy-nya itu. Benar saja, saat makan malam berakhir Samudra meminta Darren menemuinya di ruang kerja pria itu.

"Duduk!" Darren pun duduk dihadapan daddy-nya.

"Pacarmu?" Darren menggeleng.

"Bukan. Hanya teman." Samudra mengerutkan keningnya.

"Lalu, kenapa kamu mengajaknya menginap di sini?" tanya Samudra.

Adalah sesuatu yang tidak pantas, saat pria membawa seorang wanita menginap di rumah. Sekalipun bersama dengan keluarganya di sana.

"Daddy rasa kamu sudah dewasa dan tahu apa yang benar dan salah." Darren menundukkan kepalanya.

Ia menyadari kesalahannya. Seharusnya, ia sudah meminta Chelsea menginap di hotel saja. Salahnya yang membawa Chelsea menginap di rumah itu.

"Maaf, dad."

"Apa kalian teman dekat?" tanya Samudra kembali.

"Tidak juga. Biasa saja. Namun, dia selalu mendekati aku. Kadang mengajak hang out, kadang makan siang, kadang sekedar menemaninya main. Beberapa kali aku tolak, dia selalu punya cara untuk membuat aku ikut dengannya." Darren menceritakan bagaimana Chelsea terus mendekatinya.

"Dia itu menyukaimu, Nak."

Darren terdiam. Selama ini, ia tidak pernah tahu mengenai hal itu. Yang ia tahu, mereka hanya berteman.

"Kau tidak menyadarinya atau tidak peduli dengan sekitarmu?" Samudra kembali bertanya.

"Aku tidak menyadarinya, dad." Darren semakin menundukkan pandangannya.

"Mulailah menjadi pria yang peka. Jika kau ingin mendapatkan wanita seperti mommy mu, maka kau harus lebih peka dan menjadi pria yang tegas. Jangan plin plan seperti ini!" Samudra memperingatkan Darren.

"Iya, dad."

*****

Darren berdiri di balkon kamarnya. Tangannya bertumpu di pagar pembatas. Menatap langit malam yang dipenuhi bintang.

Lamunannya terhenti saat mendengar ketukan di pintu. Ia menatap jam dinding di kamarnya. Sudah pukul sepuluh malam. Darren membuka pintu dan terkejut melihat adiknya di depan pintu.

*****

terimakasih untuk kalian yang masih setia menunggu kelanjutan cerita Darren dan Bening🤗 sampai jumpa di bab selanjutnya kesayangan🤗🤗🤗😘😘😘💖💖💖

Terpopuler

Comments

airin

airin

lanjut

2022-02-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!