Eric sedang berkutat dengan pekerjaannya ketika ponselnya berdering. Sebuah panggilan dari kediaman keluarga Albana. Eric mengernyitkan dahinya. Ini pasti tentang Eryn, pikirnya.
"Halo..." jawab Eric.
"Halo, Tuan. Maaf jika saya mengganggu."
"Tidak apa, Bibi. Ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan Eryn?"
"Begini, Tuan. Nona Eryn memecat semua pelayan di rumah dan akan memulangkan mereka semua." Matilda tidak tahu lagi harus bicara dengan siapa. Hanya Eric yang selama ini dekat dengan keluarga Albana.
Sebenarnya Eric Evans bukan berasal dari Kolombia, melainkan dari Meksiko. Ia mengenal Eldric saat ia memutuskan untuk bersekolah jauh dari rumahnya. Ia menjadi teman baik Eldric sejak SMA. Hingga akhirnya mereka mengambil jurusan yang sama di universitas yang sama.
Ayah Eric, Chris Evans akhirnya membuka cabang perusahaannya di Kolombia yang sekarang dipimpin oleh Eric. Eric sudah jatuh hati dengan negara ini, dan kota ini. Terlebih lagi setelah mengenal Eryn.
Ya, gadis itu mengambil hati Eric. Meski begitu Eric tak pernah mengungkapkan perasaannya. Ia takut gadis itu menjauh setelah mengetahui perasaannya.
"Baiklah, Bibi tenang dulu. Aku akan segera kesana setelah aku menyelesaikan pekerjaanku."
"Terima kasih, Tuan."
Eric menghela napasnya. "Apa lagi yang akan kau lakukan, Eryn? Kau sudah menjual seluruh aset dan saham perusahaan, sekarang kau juga memecat semua pelayan di rumahmu." Eric memijat pelipisnya. Ia menghubungi Santoz, asistennya untuk menggantikannya mengurus pekerjaannya sementara ia akan pergi menemui Eryn.
.
.
.
Kediaman keluarga Albana,
Eryn berdiri di balkon kamarnya dengan menerawang jauh. Pikirannya sudah tak bisa lagi ia gunakan dengan jernih. Saat ini ia hanya melakukan apa yang ia inginkan tanpa memikirkan apa pun.
"Nona..." panggil Matilda.
"Ada apa, Bibi?" tanya Eryn dengan tetap menatap ke depan.
"Semua pelayan ingin berpamitan dengan Nona," ucap Matilda sendu. "Apa Nona harus melakukan ini?"
Eryn membalikkan badan dan berhadapan dengan Matilda.
"Apa yang harus kulakukan, Bibi? Tidak ada lagi yang tersisa dalam hidupku. Semuanya sudah hilang!" Suara Eryn bergetar dengan mata yang berkaca-kaca.
"Nona masih memiliki Bibi dan juga tuan Eric..."
"Sudahlah, Bibi. Jangan memprovokasiku. Lagi pula aku tidak akan bisa membayar gaji mereka jika mereka tetap bekerja disini. Aku juga akan menjual rumah ini dan akan membeli rumah yang kecil saja. Bibi mau kan ikut denganku?"
"Nona..." Matilda tak kuasa meneteskan air matanya.
"Aku hanya memiliki Bibi saja sekarang. Bibi sudah seperti ibu bagiku..." Eryn tak bisa lagi menahan tangisnya.
"Bibi tidak akan meninggalkan Nona. Percayalah, Nona!" Matilda memeluk Eryn.
Tangis mereka pecah dengan tetap saling berpelukan.
......***......
Eryn duduk diam di sofa ruang tamu. Tangisnya sudah terhenti setelah peristiwa haru bersama para pelayannya yang pergi. Kini tinggalah Eryn bersama Eric dan Matilda.
Matilda membawakan dua cangkir teh untuk Eryn dan Eric.
"Silakan diminum, Tuan!" ucap Matilda.
"Terima kasih, Bibi."
Matilda meninggalkan dua orang yang sepertinya akan bicara hal serius.
"Eric..." Akhirnya Eryn bersuara.
"Ada apa? Minumlah tehmu dulu."
Eryn menggeleng. Tubuh gadis itu terlihat makin kurus dan tidak terawat.
"Eric, bantu aku untuk menjual rumah ini. Dan carikan rumah yang kecil untukku dan bibi Matilda. Aku tidak bisa tinggal di rumah ini lagi. Lagi pula aku harus membayar hutang perusahaan yang masih belum lunas. Mungkin dengan dijualnya rumah ini ... itu bisa melunasi semua hutang-hutang perusahaan. Aku ingin ayah tenang disana karena tidak memikul beban hutang."
Eric menghela napas. "Iya, aku akan membantumu."
"Terima kasih, Eric. Aku tidak tahu harus melakukan apa tanpa adanya dirimu. Sekali lagi terima kasih."
.
.
.
Dalam tidurnya, Eryn bermimpi buruk. Sejak kepergian Eldric, gadis itu tidak pernah lagi tidur dengan tenang. Dalam lelapnya ia selalu dihantui bayangan peristiwa kecelakaan mobil di hari itu.
"Aaaaaa!" teriak Eryn yang akhirnya terbangun dari tidurnya. Ia mengatur napas dan mengusap pelipisnya yang berkeringat.
Tatapan matanya kosong. Hatinya telah mati bersamaan dengan perginya sang pujaan hati.
Sementara di kamar lain, Matilda mendengar suara Eryn yang berteriak. Ia segera bangun dan menuju ke kamar gadis itu. Sudah beberapa hari ini tingkah Eryn aneh.
Ditambah Eric yang belum berhasil membantunya untuk menjual rumah mewah ini, membuat Eryn terlihat depresi dan tak memiliki semangat hidup.
"Nona!" Matilda memanggil nama Eryn. Ia tak melihat gadis itu ada di tempat tidurnya.
Pintu balkonnya terbuka. Matilda segera berlari kesana.
"Nona!" pekik Matilda ketika melihat Eryn sudah berada di ujung balkon seakan siap untuk melompat.
"Nona! Turunlah! Jangan melakukan hal bodoh! Nona!" teriak Matilda.
Karena tidak menggubris teriakan Matilda, wanita 40 tahun itu segera menghubungi Eric dan meminta tolong padanya. Matilda menunggu kedatangan Eric dengan harap-harap cemas.
Tak lama Eric datang dan Matilda menceritakan apa yang terjadi dengan nonanya. Eric segera berlari menuju kamar Eryn.
"Eryn! Turunlah! Kumohon!" pinta Eric.
"Eryn! Tolong dengarkan aku!"
"Pergi kau, Eric! Untuk apa kau datang kemari?"
"Eryn, jangan lakukan apa pun! Ayo turun!"
Eryn masih tak mendengarkan Eric. Dengan terpaksa Eric menarik tangan Eryn kasar hingga gadis itu terjerembab menimpa tubuhnya. Eryn pun pingsan diatas tubuh Eric.
"Eryn! Bangun!" Eric menepuk pelan pipi Eryn.
Tak ingin terjadi sesuatu lagi dengan gadis yang dicintainya, Eric segera membawa Eryn menuju ke rumah sakit. Matilda pun ikut dengan Eric karena khawatir dengan kondisi nonanya.
Eric mondar mandir di depan ruang IGD. Hingga akhirnya seorang dokter memanggil Eric. Ia pun mengikuti dokter itu masuk ke dalam ruangannya.
"Bagaimana kondisinya, Dokter?"
"Nona Eryn mengalami depresi yang cukup berat. Jika tidak segera ditangani, ini bisa berakibat buruk untuk janinnya."
"A-apa? Janin?" Eric membulatkan matanya.
"Iya, Nona Eryn sedang hamil."
Eric mengusap wajahnya kasar.
"Sebaiknya nona Eryn di rawat disini hingga kondisinya pulih."
Eric masih terdiam setelah keluar dari ruangan dokter itu. Hatinya berkecamuk dan menebak-nebak.
"Eryn hamil? Siapa pria yang berhubungan dengannya? Apa dia memiliki kekasih?" batin Eric.
Eric menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin Eryn berbuat sejauh itu. Tapi..."
Lamunan Eric buyar ketika mendengar Matilda memanggilnya.
"Tuan! Tuan Eric! Nona Eryn hilang!" seru Matilda.
"Hah?! Hilang? Bagaimana bisa?"
"Bibi juga tidak tahu. Tadi Nona sudah sadar. Dan dia ingin minum, lalu bibi keluar membeli minum, tapi setelah bibi kembali, nona Eryn sudah tidak ada di kamarnya. Bagaimana ini, Tuan?" cerita Matilda dengan panik.
"Sial! Ya sudah! Aku akan mencarinya. Bibi tolong minta perawat untuk mencarinya juga."
Eric berlarian di lorong-lorong rumah sakit. Ia bertanya kepada semua orang yang ditemuinya. Hari sudah larut malam. Dan pastinya tak banyak orang yang berlalu lalang di rumah sakit.
Hingga akhirnya Eric mendapatkan informasi dari petugas kebersihan jika ia melihat seorang gadis naik ke atap gedung rumah sakit.
"Tidak mungkin! Jangan bodoh, Eryn!" Dengan sekuat tenaga Eric berlari menaiki anak tangga menuju atap gedung. Napasnya terengah namun yang ada di pikirannya hanya Eryn saja. Ia harus bisa mencegah gadis itu agar tidak melakukan hal nekat.
Kembali lagi Eric melihat pemandangan yang sama. Eryn sudah bersiap untuk melompat dari atap gedung.
"Hentikan, Eryn!" teriak Eric.
Eryn pun menoleh. Lagi-lagi pria ini berhasil menemukannya.
"Untuk apa kau selalu datang, Eric?" tanya Eryn.
"Karena aku peduli padamu!"
Eryn tersenyum getir. "Tidak ada lagi yang harus kupertahankan lagi di dunia ini!" ucapnya.
"Ada! Kau memiliki bayimu, Eryn!"
Eryn tidak terkejut. Sebelumnya ia memang sudah mengetahui jika dirinya hamil saat ia melakukan tes kehamilan.
"Tidak ada gunanya bayi ini lahir! Lebih baik aku dan bayiku menyusul pergi bersama ayahnya!"
Eric terbelalak. "Apa maksud Eryn? Apa ayah bayi itu adalah..." batin Eric bertanya-tanya.
Kepingan memori tentang kebersamaan mereka bertiga mulai ia susun. Eryn, Eldric dan dirinya. Ia tak pernah menyangka jika sahabatnya memiliki hubungan lebih dengan adik tirinya. Bahkan hingga ke hubungan yang amat serius.
"Maafkan aku, Eric. Aku tidak kuat lagi menghadapi ini semua! Tidak ada gunanya lagi aku hidup!"
"Tunggu, Eryn! Aku akan bertanggung jawab!" seru Eric.
"Aku yang akan menjadi ayah dari bayimu. Aku bersedia menjagamu dan juga bayimu!" lanjutnya.
...B e r s a m b u n g...
*Hmm, kira2 Eryn mau gak ya menerima Eric menjadi ayah dari bayinya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Aditya HP/bunda lia
ya .. gak apa apa jadi ayah bayinya asal jangan jadi suaminya soalnya eldric pasti masih hidup ... ya kan thor? 🤫
2022-02-26
1
🎤ImaEdg🎧
ya Allah, ternyata Eric anaknya kapten Amerika. pantesan aja
2022-02-22
1
DEBU KAKI
yang kuat eryn
2022-02-16
2