Di sebuah jalanan kota Bogota, Eryn mematung dan menatap kosong kearah depan. Ia tak mempedulikan semua orang yang sibuk berlalu lalang di sekitarnya. Suara sirine ambulans dan beberapa mobil patroli polisi bersahutan dan memekakkan telinganya. Beberapa saat kemudian, tubuhnya ambruk tak sadarkan diri.
Seorang petugas ambulans segera membawa tubuh lemah Eryn dan melaju menuju ke rumah sakit terdekat. Salah seorang petugas menghubungi keluarga gadis yang tak sadarkan diri itu.
Beberapa jam kemudian, Eryn mulai membuka mata dan memperhatikan sekelilingnya. Ruangan yang ditempatinya bernuansa serba putih. Ia tahu jika dirinya berada di dalam kamar rumah sakit.
"Sejak kapan aku disini? El?" Pikirannya tiba-tiba tertuju pada sang kekasih, Eldric.
Eryn segera bangun dan berjalan tertatih. Ketika akan membuka handel pintu, sayup-sayup ia mendengar suara seseorang yang ia kenali. Itu adalah suara Edward, ayahnya.
"Maaf, Tuan Albana. Kami tidak menemukan tubuh putra Anda di dalam mobil yang jatuh ke jurang itu. Melihat kondisi mobil yang terbakar, dipastikan putra Anda tidak akan selamat," ucap seorang petugas polisi.
Tubuh Eryn membeku seketika. Kemudian tubuhnya luruh ke lantai. Air matanya kembali mengalir.
Edward yang mendengar suara tangis dari dalam kamar, segera masuk dan melihat Eryn terduduk di lantai sambil menangis.
"Sayang! Kau sudah sadar?" Edward memapah tubuh Eryn untuk duduk di sofa.
"Ayah... Apa benar El sudah tiada?" tanya Eryn dengan wajah penuh air mata.
"Sayang, kita masih belum bisa memastikan." Edward berusaha setenang mungkin agar tidak membuat putrinya bertambah sedih. Meski dalam hatinya juga bergemuruh dan sesak.
Eryn memeluk Edward dan menangis disana. Pria paruh baya itu mengusap punggung putrinya yang bergetar.
......***......
Pagi itu, Eryn terbangun dan tak mendapati sosok Eldric di sampingnya. Hatinya merasa sunyi dan hampa.
"Dimana kau, El? Kau tidak mungkin meninggalkanku, bukan?"
Eryn segera membersihkan diri lalu keluar kamar untuk menemui Edward. Ia berharap ada kabar baik mengenai pencarian Eldric.
Eryn terkejut karena ayahnya sedang bicara dengan seseorang. Sepertinya itu adalah petugas polisi yang kemarin bicara dengan Edward di rumah sakit.
"Kami menemukan ini, Tuan Albana," ucap petugas polisi memberikan sebuah jam tangan.
Seketika Eryn berlari dan merebut jam tangan itu. Dilihatnya lekat-lekat jam tangan yang masih bisa ia kenali meski sudah terbakar.
"Ini ... Adalah milik El, dari mana kau mendapatkan ini Pak Polisi?" tanya Eryn.
"Di dalam mobil milik tuan Eldric. Mobilnya sudah berhasil kami evakuasi dan kami menemukan ini," jawab si polisi.
"Lalu dimana El? Kau juga menemukannya?" tanya Eryn sedikit berteriak.
Edward segera menenangkan Eryn.
"Maaf, Nona. Kami tidak menemukannya. Tidak ada siapapun di dalam mobil. Dugaan sementara, tuan Eldric telah tewas."
"Tidak! Itu tidak mungkin!" teriak Eryn histeris. Ia meronta dan meminta petugas polisi untuk menemukan Eldric.
Edward yang tak tega melihat kondisi Eryn segera memeluk tubuh rapuh gadis itu.
"Ayah! Ini tidak mungkin terjadi, bukan?" tanya Eryn pada Edward.
"Ayah!" bentak Eryn.
"Tenangkan dirimu, Nak! Kita pasti bisa melewati ini semua." Edward berusaha membuat Eryn mengerti.
Hari itu juga, Edward melakukan prosesi pemakaman tanpa adanya jasad yang berada didalam peti. Pria tua itu mulai menerima kenyataan jika putranya telah tiada. Lalu bagaimana dengan Eryn?
Gadis itu terdiam dan tak mengatakan sepatah kata apa pun setelah kejadian pagi tadi. Tatapan mata gadis itu kosong seolah tubuhnya tak bernyawa. Tentu saja begitu. Ia kehilangan pria yang amat dicintainya.
Eric, sahabat Eldric juga tak menyangka jika sahabatnya akan pergi secepat ini. Ia terus menatap Eryn yang terlihat sedih dan rapuh. Eric juga menemani Edward hingga mereka kembali ke rumah.
"Terima kasih, Eric. Kau adalah sahabat yang baik," ucap Edward.
"Paman jangan khawatir. Aku akan terus mencari bukti-bukti tentang kasus kecelakaan ini. Bukankah Eryn bilang jika Eldric tidak bisa menghentikan mobilnya? Itu berarti ada seseorang yang dengan sengaja memotong kabel rem mobil Eldric."
Edward menatap menerawang. "Kau benar juga, Nak. Tapi siapa yang tega melakukan ini? Eldric tidak memiliki musuh."
"Dalam dunia bisnis, semua kawan bisa menjadi musuh, Paman. Albana Grup adalah perusahaan besar di Kolombia. Apalagi Eldric sangat cakap dalam berbisnis. Pasti banyak orang yang ingin menghancurkannya."
"Astaga! Kenapa semua jadi begini?" Edward memijat pelipisnya pelan.
......***......
Beberapa hari kemudian,
Hari-hari berkabung masih dirasakan Eryn. Hatinya amat hampa tanpa adanya kehadiran Eldric dalam hidupnya. Namun ia berusaha untuk tetap tersenyum di hadapan Edward.
Edward memikul tanggung jawab yang berat untuk mengurus perusahaan setelah kepergian Eldric. Seperti hari ini, lagi-lagi Edward dikejutkan dengan kedatangan pihak berwenang yang ingin bicara dengannya.
"Ada dugaan jika putra Anda sengaja dilenyapkan, Tuan Albana," ucap si petugas.
"Apa maksud Anda?" tanya Edward.
"Apa Anda tidak mencurigai seseorang?"
"Siapa maksudmu?" Edward makin tidak mengerti.
"Putri Anda, Tuan. Dia ... Bukanlah putri kandung Anda, bukan?"
"Apa katamu? Jadi kau menuduh Eryn? Dia adalah gadis baik dan santun. Jangan pernah membahas hal ini lagi denganku! Sekarang pergilah dari sini dan anggap kau tidak pernah bicara apa pun padaku!" tegas Edward.
"Maaf, Tuan. Tapi tolong dengarkan kami dulu..." Pihak berwenang menjelaskan kepada Edward alasan mengenai Eryn dituduh menjadi penyebab kecelakaan itu terjadi.
Tanpa diketahui oleh Edward dan para petugas polisi, Eryn tengah berdiri tak jauh dari mereka dan mendengar semua pembicaraan itu. Dadanya sesak mendengar tuduhan dari para polisi itu.
Eryn menggeleng pelan kemudian kembali ke kamarnya. Ia kembali menangis disana.
......***......
Sudah seharian ini Eryn mengurung diri di kamar. Ia tak ingin bertemu dengan siapapun. Rumor mengenai dirinya mulai menyebar. Semua orang menyalahkan dirinya atas kecelakaan yang terjadi.
Dan malam ini, Eryn menatap gelapnya malam dari balkon kamarnya. Angin malam yang mulai menusuk kulitnya, membuat gadis itu memutuskan untuk masuk dan menutup pintu balkon. Ia menuju meja belajarnya dan terdiam disana.
Kemudian ia mengambil sebuah bolpoin lalu menuliskan kisahnya di buku harian miliknya.
Aku tidak pernah lupa denganmu, El. Meski kau telah jauh meninggalkan aku. Aku masih ingat tatapanmu berubah ketika aku mulai beranjak remaja. Dan kau tahu, aku juga merasakan hal yang sama.
Aku merasa berdebar saat berada di dekatmu. Kau adalah cinta pertamaku. Dan selamanya akan selalu begitu.
Aku ingat saat itu kau menjemputku sepulang sekolah. Kau terlihat marah ketika aku bicara dengan teman priaku.
Astaga, El! Mereka hanya teman sekelasku dan kau marah! Kau tahu, kau sangat lucu saat itu.
Lalu setelahnya aku bertanya kenapa kau marah. Dan kau menjawab jika kau mencintaiku. Aku terkejut, El. Aku sangat terkejut.
Ternyata kau juga merasakan hal yang sama denganku. Aku juga mencintaimu, El. Sama sepertimu.
Eryn menjeda tulisannya. Matanya menghangat mengingat kenangan bersama Eldric. Lalu ia melanjutkan tulisannya.
Setelah kau mengungkapkan perasaanmu dan aku menerimanya, kau memberikan sebuah ciuman padaku. Itu adalah ciuman pertamaku, El. Dan aku senang karena aku memberikannya padamu.
Tak terasa sudah dua tahun berlalu, El. Aku sudah menyerahkan semuanya padamu. Kenapa kau malah pergi? Apa aku sanggup menjalani kehidupan ini tanpamu, El?
"Eryn..."
Sebuah suara membuat Eryn membulatkan mata. Ia segera menoleh ke sumber suara.
"Eric?" lirih Eryn.
"Bibi Matilda bilang kau belum makan sejak pagi tadi. Kau harus makan sesuatu, Eryn."
Eryn beranjak dari meja belajarnya dan menuju ke tempat tidur.
"Aku tidak lapar," jawab Eryn.
"Makanlah! Aku membawa makanan kesukaanmu." Eric duduk di sofa kamar Eryn dan membuka sebuah bungkus makanan.
"Apa kau juga berpikiran sama dengan mereka?" tanya Eryn.
Eric menghela napasnya. Pastinya sulit berada di posisi Eryn saat ini. Statusnya yang hanya anak angkat, membuatnya harus mendapat sangkaan dari banyak orang.
Eric tersenyum kemudian menjawab. "Tidak! Aku tidak percaya dengan apa yang mereka katakan. Aku percaya padamu..."
Mendengar kata-kata Eric, Eryn pun kembali meneteskan air matanya.
"Terima kasih, Eric. Terima kasih..."
...B e r s a m b u n g...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
pensi
ko gitu?
2022-03-07
0
pensi
waduh
2022-03-07
0
🎤ImaEdg🎧
aku masih berpikir El selamat Kaka author
2022-02-22
2