"Anjani," panggil Devan teman akrab Anjani mereka sama kuliah di universitas yang sama.
"Kamu dipanggil oleh pak dekan," lanjut pria itu setelah berada di dekat Anjani. Mereka adalah teman tetapi bisa dibilang lebih dari teman. Devan dengan terang-terangan mengatakan suka pada Anjani namun Anjani sudah berjanji pada ayahnya jika dia tidak akan berhubungan dengan lawan jenis sebelum dia menyelesaikan kuliahnya yang hanya tinggal menyerahkan skripsi yang telah dia susun dan melakukan sidang, ujian meja.
Air muka Anjani langsung berubah seketika. Dia mengusapnya dengan wajah penuh kekhawatiran. Dia belum membayar uang sekolah.
"Anjani adakah yang bisa kubantu?" tanya Devan melihat perubahan pada wajah Anjani.
"Tidak, terima kasih," kata Anjani yang tidak pernah mau jujur dengan masalahnya.
"Anjani jika ada masalah katakan saja padaku." Devan memegang tangan Anjani dengan tatapan yang memancarkan ketulusan.
"Iya, aku pasti akan katakan semuanya padamu," ujar Anjani.
Di saat mereka sedang bersama, ada dua orang wanita yang melihat tidak suka pada pasangan itu.
"Kau akan diam saja kalah dengan anak miskin itu?" tanya Imay pada Yoola. Wanita yang ditanya hanya diam saja menatap tajam ke arah pasangan itu sembari mengerat giginya, kesal.
"Aku harus cari dukungan untuk menghancurkan hubungan mereka!" saran May.
"Dukungan?!''
"Ya, bukankah ibumu dan ibu Devan satu teman sosialita. Kau bisa meminta bantuannya," ujar May.
Yoola lalu tersenyum licik dan berkata, "Kau benar. Anjani bersiaplah sebentar lagi kau akan merasakan akibatnya karena telah bermain-main denganku."
Yoola merasa menang karena dia mengenal orang tua Devan dan orang tuanya adalah orang berpengaruh. Kekuasan orang tuanya akan dia gunakan untuk menjebak Anjani. Baginya Anjani hanya 'seekor semut kecil' yang mudah untuk diinjak-injak.
Sedangkan Anjani diantar oleh Devan ke ruang Dekan hingga depan pintu.
"Bukankah kau masih ada kelas?" tanya Anjani pada Devan.
"Aku lupa, kalau begitu aku akan ke kelas dulu," kata Devan berat meninggalkan Anjani.
"Bye," kata Anjani melambaikan tangan sepeninggal Devan. Dia lalu mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruang Dekan setelah di persilahkan, dengan dada yang berdetak kencang.
"Selamat siang, Pak?" sapa Anjani.
"Siang," jawab Dekan itu melepas kacamata yang bertengger di hidung pria itu. "Silahkan duduk.
Anjani lalu duduk di depan meja kerja Dekan.
"Anjani, saya tahu jika kamu adalah siswa teladan di universitas ini. Prestasimu dalam akademik selalu di peringkat atas." Anjani menganggukkan kepalanya.
"Namun dengan berat hati saya akan mengatakan hal ini," Dekan itu menghela nafas sejenak dan memandang Anjani dengan intens.
"Anjani kau tidak akan bisa mengikuti ujian akhir jika kau belum melunasi uang SKS dan pembayaran lainnya di sekolah ini."
Anjani menutup matanya sejenak untuk menetralisir perasaannya yang berubah tidak menentu. Dia menarik nafas panjang.
"Saya Mohon diberi kelonggaran Pak," pinta Anjani dengan suara serak.
"Kami telah memberi kelonggaran selama satu tahun ini dan sayangnya tidak bisa lagi. Pertimbangkan ini dengan baik, saya masih memberi waktu satu bulan dari sekarang untukmu melunasi pembayaran."
"Baik, Pak saya akan melunasinya. Terima kasih atas pengertian dan keringanan yang bapak berikan selama ini."
Anjani lalu pamit undur diri dari ruangan itu, sedangkan di luar ruangan duo penjahat sedang menunggu kedatangannya.
"Oh, jadi si bintang belum membayar uang sekolah dan akan dikeluarkan kalau tidak melunasi," sindir Yoola ketika Anjani sedang lewat di depan mereka.
Anjani tetap diam tidak menanggapi ucapan duo pengganggu itu. Namun, tangan Yoola yang sudah gatal menarik tangan Anjani dengan kasar.
"Apaan sih!" ucap Anjani begah.
"Bukankah sudah kukatakan jangan dekati Devan!" kata Yoola.
"Apa kau tidak melihat jika Devan yang mendatangiku, coba tanya sama dia kenapa lebih suka mendekati diriku dari pada dirimu?" tanya Anjani.
"Dasar miskin, sok belagu, kamu belum tahu siapa aku? Aku dengan mudah bisa mengeluarkanmu dari universitas ini dan mempermalukan mu di depan umum."
"Sudahlah Yoola aku tidak ingin bertengkar denganmu," kata Anjani menepis tangan Yoola.
"Lihat dia sok alim, padahal aku sangat kenal dengan wanita sepertimu, kau mendekati Devan ingin menarik simpatinya dan mendapatkan bantuan hidup kan? Muka aja polos tapi hatinya penuh belatung,"
"Ya Tuhan, Yoola?"
"Sudah tidak usah sebut nama Tuhan, aku tidak percaya dengan semua kata-katamu!" ucap Yoola.
"Terserah yang penting aku tidak ingin membuat masalah denganmu," ucap Anjani meninggalkan Yoola. Dia sangat tahu seperti apa karakter duo itu.
Setelah itu Anjani kembali masuk ke kelasnya. Untung saja dia sudah tidak sefakultas dengan duo bikin mencret hati itu jika tidak nafasnya juga akan terasa sesak. Hanya saja mereka pernah satu SMU dulu.
Anjani mengambil kelas siang atau sore karena dia harus pergi mengajar di PAUD jika pagi. Dia kuliah Jurusan Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (PGTK) jurusan yang sangat disukainya karena berkaitan dengan anak kecil. Baru beberapa bulan ini diterima bekerja di TK milik ibu Anggun.
Anggun sendiri adalah wanita dengan usia sekitar tiga puluh delapan tahunan. Dia pernah menikah tetapi bercerai karena mereka tidak mempunyai anak. Setelah itu dia mengabdikan hidupnya untuk mengajar di TK dan Paud milik yayasan ayahnya.
***
Esok harinya Anjani pergi ke tempat mengajarnya. Ketika dia baru saja melewati gerbang TK, dia melihat Bumi turun dari mobil yang mengantarnya.
"Bu Anjani," teriak Bumi. Anjani menoleh dan melihat Bumi bersama pengasuh yang merawatnya.
Anjani mendekati Bumi dan menyapanya lalu mengajaknya masuk ke dalam TK dengan berpegangan tangan.
Sesaat Abimanyu yang di dalam mobil melihat ke arah Bumi yang mendekati seorang wanita namun sekali lagi kebersamaan dua orang itu terhalangi oleh lalu lalang orang yang lewat.
"Jalan Pak," perintah Abimanyu pada sopirnya.
Di dalam kelas Bumi mulai bercerita banyak tentang hari kemarin dia bercerita jika kakaknya tidak sekolah dan dia ingin bermain bersama mereka jadi ikut membolos sekolah.
"Kau tidak boleh melakukan itu. Sekolah itu penting agar kau tumbuh dengan cerdas dan pintar. Selain itu di sekolah juga ada teman-teman seusiamu," terang Anjani yang duduk di dekat Bumi.
"Bu guru Non Bumi belum makan pagi, aku sudah membujuknya namun dia tidak mau. Siapa tahu Bu Guru bisa membujuknya makan," beritahu Pengasuh.
"Betul kau belain makan?" tanya Anjani pada Bumi.
"Aku lapar hanya saja aku tidak suka menunya," kata Bumi.
"Memang apa menunya?" tanya Anjani pada pengasuh itu. Pengasuh itu lalu mengambil kotak makan dari dalam tas dan memperlihatkan nasi dengan menu sayuran dan juga sepotong daging sapi panggang.
"Wah, ini enak sekali," kata Anjani.
"Tidak," tolak Bumi.
"Coba aku cicipi terlebih dahulu," kata Anjani pura-pura mencobanya.
"Hmmm sangat sedap," ujar Anjani dengan gaya yang terlihat menikmati makanan itu. Bumi penasaran dan ikut mencoba. Akhirnya Bumi tertarik untuk makan karena disuapi oleh Anjani. Untung saja hari masih pagi jadi anak-anak belum banyak yang datang. Sehingga Anjani masih punya waktu lebih untuk bersama dengan Bumi.
Anggun yang baru datang melihat kebersamaan Anjani dan Bumi menjadi bersimpati.
"Wah ... jika dilihat kalian itu seperti kakak dan adik," goda Anggun.
"Seperti ibu dan anak," ucap pengasuh itu.
"Anjani tidak cocok jadi ibunya karena mukanya masih terlihat imut seperti anak gadis yang baru remaja."
"Ibu Anggun ini bisa saja," ucap wanita itu.
"Tetapi wajah ibu guru memang awet muda, saya kira tadinya juga masih berumur belasan tahun," imbuh pengasuh Bumi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Surati
yoola dasar iri....
2023-02-05
0
Puja Kesuma
ya anjani cocok tuk jadi ibu bumi...
2022-02-05
0
Yen Lamour
Insting anak kecil biasanya tepat🥰🥰
Semangat terus ya, kak
2022-02-04
0