Abimanyu sedang melakukan rapat dengan jajaran direksi perusahaan ketika sebuah panggilan telephon mengusiknya. Dia mengabaikannya untuk beberapa saat, namun panggilan itu berdering lagi. Akhirnya, Abimanyu melihat nama orang yang melakukan panggilan.
"Maaf," kata Abimanyu menghentikan rapat dan menerima telephon itu. Semua orang lantas terdiam.
"Oh ya Pak,"
"Zzzzzzzzzz," terdengar nada kesal dan marah dari suara dibalik telephon. Abimanyu terdiam mendengarnya namun wajahnya seketika memadam dan memerah. Dia bahkan mengusap wajahnya yang mulai berkeringat.
"Rapat akan diteruskan oleh wakil saya karena saya ada kepentingan yang mendesak. Semua hasil rapat akan saya tinjau ulang," kata Abimanyu.
"Ini juga penting Tuan Kusuma Wijaya," ujar salah seorang pemilik saham minoritas.
"Bukan saya bermaksud mengatakan rapat ini tidak penting hanya saja kehidupan anak-anak saya lebih penting. Mereka hanya mempunyai saya dalam hidup ini." Abimanyu lalu membungkukkan tubuh.
"Maaf saya harus pergi, saya harap kalian semua mengerti." Abimanyu lalu pergi meninggalkan ruangan itu diiringi oleh asistennya.
"Ada apa, Pak?" tanya asisten itu ketika mereka telah sampai di dalam lift.
"Putra-putra ku melakukan kekacauan di sekolah," jawab Abimanyu.
***
"Dia tidak menggarap tugasnya selama satu bulan ini dan juga nilainya jauh dari standar yang kami terapkan. Attitudenya sangat buruk terhadap guru yang mengajar," terang Bapak kepala Sekolah Menengah Pertama.
"Aku mohon Anda meninjau ulang keputusan ini," pinta Abimanyu sembari melirik ke arah Bayu.
Kepala sekolah itu terdiam.
"Ini tahun terakhirnya di sekolah ini, saya akan menemui banyak kesulitan ketika mencari sekolah baru, dia akan mengalami adaptasi baru dan juga perasaannya akan down sehingga akan mempengaruhi fokusnya ke dunia pendidikan. Saya harap Anda bisa membantu saya," terang Abimanyu.
"Saya akan menjadi donatur terbesar di sekolah ini jika Anda masih memperbolehkan anak saya melanjutkan sekolahnya," imbuh Abimanyu penuh harap.
"Jangan berpikir saya menyogok Anda atau sekolah ini hanya saja tolong pertimbangkan ini dari sisi anak saya. Ini tahun pertama mereka kehilangan ibunya dan seperti yang Anda lihat sekolah mereka berantakan dan kehidupan pribadi kami pun perlu mendapat penyesuaian terhadap situasi ini. Anak-anak sepertinya masih merasa terpukul hatinya dan melemparkannya ke tindakan kurang positif."
"Mereka butuh panutan," kata kepala sekolah itu.
"Apa yang Anda katakan memang benar," jawab Abimanyu.
"Untuk masalah Tirta saya punya beberapa catatan penting. Nilai akademis Tirta bagus hanya saja dia kerap bertengkar dengan temannya seperti yang Anda lihat barusan."
Abimanyu lalu melihat ke arah Tirta yang menunduk dalam di samping kakaknya. Dari wajahnya terlihat penyesalan yang dalam. Baju putihnya telah menjadi kecoklatan dan ada noda darah di bibirnya.
Abimanyu menarik nafas panjang sembari memegang keningnya yang mendadak pusing. Berharap semoga Bumi tidak berbuat ulah lagi yang membuat dia harus kehilangan muka untuk yang ketiga kalinya.
Anak-anak Abimanyu di sekolahkan di satu kompleks sekolah dari PAUD hingga SMU semua ada di situ. Sekolah swasta dengan kualitas Internasional.
"Saya tidak akan mengeluarkan Tirta jika dia bisa berubah dalam dua bulan ini jika tidak maka kami akan mengeluarkannya di tahun ke empat sekolahnya di sini," ucap Kepala Sekolah dengan tegas.
"Lalu bagaimana dengan Bayu Pak, saya mohon Anda memberikan kebijaksanaan lebih padanya. Bantu dia untuk memperoleh masa depannya."
Kepala sekolah itu melihat ke arah Bayu.
"Bayu apakah kau akan berubah setelah hari ini?" tanya Kepala sekolah itu. Bayu menganggukkan kepalanya.
"Baiklah kalau begitu saya akan memberikan kesempatan itu, bukan karena Anda bersedia menjadi donatur utama sekolah ini tetapi karena saya tidak ingin membuat masa depan anak Anda hancur."
"Terima kasih Pak atas kesempatan yang telah Anda berikan ini."
"Saya belum selesai Pak, khusus untuk Bayu jika dalam waktu dua bulan dia belum juga mau berubah maka dengan sangat terpaksa saya akan mengeluarkannya dari sekolah ini!" tegas kepala Sekolah itu membuat Abimanyu menelan air ludahnya dengan susah payah.
Sedangkan di kelas Paud seorang anak kecil bernama Bumi sedang menangis karena sahabatnya.
"Kau itu sendiri tidak punya ibu, sedangkan kami punya ibu yang akan mengurus dan menunggui kami."
"Kasihan deh....," kata yang lainnya.
"Makanya dia anak suster, kemana-mana di antar suster," ejek yang lain.
"Sudah ... sudah apa yang kalian lakukan padanya?" ujar salah seorang guru cantik mendekat.
Seketika tiga sekawan itu ketakutan mereka lantas berlari meninggalkan Bumi yang terisak.
"Apa yang mereka lakukan padamu anak cantik?" tanya Anjani pada Bumi.
"Mereka mengejekku lagi karena aku tidak punya ibu," ungkap Bumi. Anjani yang hidup tanpa ibu kandungnya bisa merasakan apa yang Bumi rasakan dia lalu menyeka air mata Bumi dan mendekapnya ke dada.
"Kau punya aku disini karena aku adalah ibumu jika kau sedang di sekolah," kata Anjani.
"Kenapa tidak jadi ibuku sekalian di rumah?" tanya Bumi pada guru kesayangannya. Anjani membelalakkan matanya dengan indah lalu tertawa kecil sembari meletakkan kepala itu di dada Anjani.
"Ayahmu yang tidak akan mau menjadikan aku ibunya," jawab Anjani asal.
"Kenapa?" Ini yang membuat seorang guru TK mempunyai seribu kalimat untuk menjawab pertanyaan aneh para murid. Mereka pikir menikah itu sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Bersama lalu bahagia.
"Kenapa? Ibu juga tidak tahu kau tanyakan saja nanti pada ayahmu," jawab Anjani lepas tangan dari pertanyaan Bumi yang terasa membagongkan. Kenal dengan ayahnya saja tidak dan mana mungkin orang kaya seperti ayah Bumi mau bersama dirinya yang hanya seorang guru honorer sebuah PAUD swasta. Ini bukan dongeng Cinderella dalam masa modern.
Kawasan ini adalah sekolah Internasional yang elit dan yang sekolah di sini adalah kaum berduit yang rela membayar mahal demi pendidikan. Sehingga yang sekolah di sini rata2 anak pengusaha kaya atau pejabat tinggi yang punya reputasi dan citra baik di masyarakat.
Sedangkan di sudut sekolah lain Abimanyu sedang berbicara dengan Anggun kepala sekolah TK dan Paud di sini. Wanita itu adalah kawan baiknya dari masa kuliah dan ayah Anggun adalah pemilik yayasan ini. Abimanyu dan Ayah Anggun kenal dekat.
"Entahlah aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa," kata Abimanyu dengan suara yang terdengar putus asa.
"Aku akan membicarakan hal ini pada Ayah kau jangan khawatirkan soal Bayi, dia akan tetap sekolah di sini hingga lulus. Aku sendiri yang akan memastikannya."
Abimanyu menghela nafas lega. Netranya mulai menyapu seluruh sudut sekolah ini mencari keberadaan Bumi.
"Di mana bungsuku?" tanya Abimanyu.
"Itu," tunjuk Anggun pada seorang anak yang sedang dipangku oleh seorang wanita. Anak itu memeluk manja pada wanita itu layaknya ibu dan anak. Dari rambut anak itu Abimanyu bisa mengenali jika itu adalah Bumi. Seulas senyum tipis nyaris tidak terlihat terbit di bibirnya.
"Dia tadi menangis karena bertengkar dengan teman-temannya. Semua guru tidak ada yang bisa menenangkannya hanya guru baru itu yang bisa menenangkannya."
"Aku bisa melihatnya," ucap Abimanyu menatap kebersamaan Bumi dan wanita itu dari ruang sebelah. Sayang dia tidak bisa melihat wajahnya namun kelihatannya dia adalah wanita yang sangat muda.
"Kau butuh sosok ibu untuk anak-anakmu Abi," ujar Anggun memegang bahu Abimanyu.
"Untuk mendapatkan seorang istri itu mudah tetapi untuk mendapatkan seorang ibu untuk anakku itu yang sulit. Dia harus memenuhi tiga kriteria, punya kasih sayang yang tulus, sabar dan sabar jika tidak maka dia tidak bisa meluluhkan hati mereka."
"Sepertinya akan sulit," kata Anggun menarik nafas panjang. Dia saja sulit untuk mengambil hati Bumi apalagi mengambil hati Bayu yang keras kepala dan Tirta yang introvert. Sampai kapanpun Abimanyu tidak akan pernah mendapatkan wanita seperti itu. Pikir Anggun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
blm ktm aja tuh
2023-04-09
0
Surati
anjani kayaknya cocok jadi ibu sambung
2023-02-05
0
Rini Nu Amoorea
aq kira Bumi laki2 gak taunya perempuan😁
2022-02-04
0