Beruntung Sani sudah berada di luar rumah dengan cahaya matahari yang sangat cerah. Dia mulai bersantai dan masih kesal karena kejadian yang sudah menimpanya di awal pagi seperti ini. Ayahnya selalu tidak ada di rumah, di rumah hanya ada dia, Bibi pembantu dan seorang supir.
Pikirannya kembali teralihkan pada isi chat yang dikirim oleh ayahnya. Bibi meninggal? Terdengar seperti bohong.
Tiba-tiba pintu gerbang yang letaknya jauh dari tempatnya berdiri mulai terbuka, Sani berusaha memastikan siapa yang sudah datang di jam seperti ini?
Mobil berwarna abu terlihat ada di ambang pintu. Mood nya langsung hancur seketika. Mengapa ayahnya datang hari ini? Sekarang dengan siapa lagi dia datang? Sani sangat kesal, dia terus berdiri menunggu jawaban dari pertanyaannya itu.
Mobil berhenti di hadapannya sebelum diparkirkan ke grasi belakang. Awalnya Ayah turun, dan terlihat seorang wanita menyusul. Sani sudah sangat kesal siapa lagi yang Ayahnya bawa pulang?
Wanita muda yang cantik dan seksi, penampilannya yang cocok seperti PL. Sani semakin melotot saat melihat wanita itu dengan sengaja mencium ayah di depan matanya dan supir, tangannya terus saja menempel ke lengan Ayah, bahkan saat Sani turun mengikuti tangan wanita yang satunya lagi dia langsung dibuatnya terkejut, tangan wanita itu secara terang-terangan terus menyentuh paha ayah dari balik jaket panjang yang Ayah pakai. Sani langsung memalingkan wajah dengan kesal. Dia sangat malu melihat kejadian yang dilakukan Ayah dengan wanitanya.
"Sani anakku, dia sangat cantik kan?" Tanya Ayah yang tidak dijawab Sani.
Ayah terus tersenyum senang mungkin karena setiap jengkal sentuhan yang dilakukan oleh wanita itu.
Tanpa berkata apapun lagi Ayahnya terburu-buru pergi ke dalam.
"Non kok keluar rumah pakai kimono?" Tanya supir Ayah yang langsung membuat Sani kaget.
Dia memastikan dan melihat dirinya yang sudah berpenampilan memalukan. Beruntung karena saat itu dia belum keluar rumah.
Tanpa menjawab Sani langsung berlari menuju arah tangga, sedikit sudut matanya melihat wanita itu yang terus menggoda Ayah. Saat itu juga Sani langsung merasa jijik dan cepat berlalu tidak menghiraukan.
"Pela*** dibawa pulang." Protes dalam hatinya.
Sani sudah sangat kesal, namun dia tidak bisa melakukan apapun. Teringat pesan Ibunya sebelum meninggal, jika dia harus tinggal dan hidup layak dengan Ayahnya.
Memikirkan rasa kesalnya semakin menghancurkan moodnya saat itu juga.
Jauh dalam hatinya Sani sangat kesepian dan merindukan keluarga yang normal dan utuh. Meski hidup tidak berkekurangan, tapi apa jadinya jika dia memiliki Ayah yang seperti itu. Dia sangat malu.
Sani langsung merobohkan tubuhnya ke atas kasur. Dia masih membisu, sebenarnya dia sangat tertekan tapi dia tidak bisa melakukan apapun. Apa yang bisa dilakukannya kali ini? Dia tidak ingin dan sangat tidak berani jika harus berulah lagi. Teringat satu kejadian dulu ketika dia berusaha melawan Ayahnya. Kejadian yang tidak bisa dilupakan seumur hidupnya.
Derrt... Drrrtt
Suara getar Hp menarik kesadarannya.
Dengan malas Sani bangun dari tidur dan berjalan ke arah meja untuk mengambil HP.
"Non Bapak sudah pulang? Sebentar lagi ambulan datang."
"Hebat nih Ayah Sani bawa mama baru."
"San mama baru mu cantik banget."
"San jadi gak acaranya?"
Dan masih banyak pesan yang tidak dijawab semuanya.
Sani mulai menyandarkan diri ke sebuah dinding di kamarnya itu. Dia tidak berdaya lagi memikirkan semua masalah yang terjadi.
Mengapa keluarga satu-satunya yang dia miliki harus seperti ini? Ibu tidak menceritakan keluarga yang lainnya, dan Ayah tidak juga memberitahu bahwa ada keluarga lainnya. Apa yang terjadi? Semua seperti tidak memperbolehkannya untuk menemui keluarganya sendiri.
drrrtt... drrrttt...
Dering Hp terus terdengar beberapa kali.
Sani tidak memperdulikannya, dia sedang menangis sendiri di ujung sudut ruangan yang hanya ada dirinya. Dia tidak selemah ini di hadapan orang-orang, sebenarnya Sani bukan orang yang lemah dan gampang menangis, ketika Ibunya meninggal Sani tidak menangis sedikitpun di hadapan orang-orang.
Flashback
Sani usia 5 tahun.
"Ayah ini selalu saja pergi pagi pulang seenaknya. Kemana saja? Kerja bisa sampai lupa waktu." Teriak Ibunya terdengar di balik pintu oleh telinga Sani yang diam-diam menguping dari luar.
"Cerewet sekali seharusnya kau bersyukur dan jangan banyak protes, sudah diberi makan saja sudah untung! Memangnya kamu bisa cari uang?" Hardik Ayahnya yang terdengar lebih emosi.
Sani yang masih 5 tahun terus menguping dari balik pintu, meski sebenarnya dia takut jantungnya berulangkali kaget mendengar setiap teriakan yang didengar. Dan ketika menyaksikan orang tuanya yang terus bertengkar di rumah membuat Sani hanya bisa mematung menjadi penonton kecil yang tidak tahu apa-apa. Sani merasa penasaran untuk usianya yang kecil dia sudah bisa mengerti apa yang terjadi dengan orangtuanya itu.
"Ya sudah lebih baik aku pergi saja, aku capek! Aku gak bisa harus menghadapi kamu yang semakin seenaknya!" Ucap Ibunya.
"Memangnya kamu bisa hidup sendiri? Kamu bisa apa? Sebaiknya sekarang kamu pergi dari sini dan jangan ke rumah ini lagi!" Ancam Ayahnya.
Sani langsung terkejut mendengar Ayahnya mengatakan hal itu, meskipun baginya pernyataan itu adalah sesuatu yang abstrak, tapi ketika dia mendengar Ibunya diusir dengan nada bicara seperti itu membuat Sani menangis, hingga tangisannya terdengar.
Ibu dan Ayahnya yang sedang di dalam kamar langsung terkejut dan berebut menghampiri pintu untuk membukanya. Dilihat Sani kecil yang sedang menangis sesenggukan. Matanya sendu penuh dengan air mata memandangi wajah kedua orang tuanya dengan tatapan polos dan dari sorot matanya bisa langsung menyentuh hati kedua orangtuanya
Ibunya langsung merangkul tubuh Sani yang kecil, tidak menunggu waktu untuk membiarkan anaknya menangis lebih lama, karena baginya yang seorang Ibu pemandangan itu lebih terlihat menyakitkan dari apapun.
Rasanya bersalahnya yang sudah membiarkan putri kecil Sani menguping hingga menangis mendengar pertengkaran dan keegoisan keduanya sebagai orang tua.
Tidak mau kalah Ayah Sani juga ikut menenangkan, bagi seorang Ayah meskipun dia adalah laki-laki tapi ketika melihat anaknya yang masih kecil menangis dia juga bisa ikut sedih dan tak tahan mendengar tangisan anaknya.
Ketiganya berjalan keluar dari rumah, Sani di bawa oleh Ibu dan Ayahnya ke halaman rumah.
Saat melihat ayunan yang dibuat oleh suaminya, Mirna teringat untuk menghibur Sani dengan permainan kecil yang akan dia tunjukkan, sebuah ayunan sederhana yang dibuat sendiri oleh suaminya dengan susah payah. Sani yang masih kecil hanya memandangi raut wajah kedua orang tuanya, dia melihat kedua orang yang sedang antusias menghibur hingga rengekan yang keluar dari mulutnya perlahan berhenti. Mata kecilnya langsung memandangi ayunan itu menandakan jika dia ingin menaikinya.
Sani duduk di atas ayunan, lalu perlahan dari belakang Ayahnya mendorong ayunan hingga Sani berayun dengan sangat senang. Senyum kembali terlihat di wajah kecilnya, begitupun kebahagiaan sekilas kembali mewarnai mata Sani saat itu. Ibunya terus menghibur Sani seperti berusaha menghapus kesalahan yang sudah dilakukannya tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Fevi Ayu S.I
semangat thor
2022-06-14
1