Ayah yang salah

Flashback

"Sani senang ya? Mau jajan yu ke warung." Ajak Ibunya.

Sani langsung mengangguk senang.

"Kita main keluar saja, hari ini kan libur Sani pasti lebih senang kalau Ayah ajak main ke luar." Timpal Ayahnya tak mau kalah.

Mirna memandangi Suaminya, hatinya sedikit tersentuh tak menyangka jika suaminya masih perhatian dan memperhatikan kebahagian Sani. Selama ini setelah bekerja Suaminya tidak pernah mempunyai waktu.

"Tunggu apalagi ayo siap-siap!" Ajak Suaminya membuyarkan pikiran Mirna saat itu.

Mirna langsung gesit tidak menunggu diperintah dua kali, dia pergi ke kamar mengganti pakaian putrinya dan untuk berdandan. Sedangkan Suaminya menunggu di kursi dengan santai.

"Mama... Ayah!" Ucap Sani ketika dipangku Ibunya, dia tersenyum saat melihat Ayahnya yang terus memandangi ke arahnya.

Mendengar perkataan Sani membuat Suaminya itu langsung tersenyum dan melambaikan tangan.

Saat berada di kamar Mirna sudah bersiap memakai baju, tiba-tiba dering Hp membuat perhatiannya teralihkan. Matanya langsung menangkap Hp yang berdering tergeletak di atas meja rias di depan saat dia berdiri. Melihatnya Mirna bisa langsung menebak jika Hp Itu adalah milik suaminya. Mirna terheran mungkin Suaminya sudah lupa menyimpan Hp di kamar dan tanpa sengaja dibiarkannya saja.

Mirna merasa penasaran siapa yang sudah menghubungi Suaminya. Dia mengintip ke balik layar yang terkunci, saat menyentuh Hp nya dari layar langsung muncul sebuah pesan Wa. "Pah cepat pulang! Andre sakit panas harus ke dokter sekarang!" Chat Wa dari orang yang tidak tercantum namanya. Seperti disambar petir di siang hari, Mirna kaget dengan orang yang tidak diketahui sudah mengirim pesan seperti menganggap Suaminya adalah Ayah dari anak yang orang itu sebutkan. Pikirannya langsung melayang membayangkan jika ada wanita lain yang sudah lama bersama Suaminya.

Saat itu jiwanya langsung bergetar memaknai kata-kata yang dia baca sendiri. Seketika semua kepercayaannya langsung lenyap. Segenap hatinya terasa hancur tanpa ampun. Mirna masih diam tidak percaya, tapi tangannya lemah dan langsung menjatuhkan Hp ke lantai.

"Mama. Sani!" Ucap putri kecilnya.

Sani yang sibuk memegang bedak di tangan dan mulai memainkannya dengan santai sambil tersenyum menggoda Ibunya.

Tapi Mirna masih diam mematung, kata-kata itu terus muncul dalam pikirannya, Emosi terasa langsung mendesaknya saat itu, membayangkan suaminya selingkuh adalah satu-satunya yang tidak bisa dia maafkan. Dan kini dia membaca sebuah chat yang masuk dengan matanya sendiri.

Mungkinkah perempuan lain yang membuat suaminya selalu jarang pulang ke rumah? Asumsi Mirna mulai semakin liar. Dia yakin jika Suaminya sudah tidak bisa setia, semua buktinya sudah dia saksikan sendiri. Berarti suaminya memang sudah selingkuh?

"Mah lihat Hp?" Tiba-tiba tanya Suaminya langsung masuk ke kamar. Matanya bergerak teratur ke bawah dan melihat Hp tergeletak di bawah kaki istrinya.

Mirna masih diam dan tidak menghiraukan saat Suaminya mendekat dan meraih Hp yang tergeletak. Dilihatnya ke arah samping Sani sedang duduk dan memainkan bedak yang sudah berhamburan hingga meninggalkan noda banyak di bajunya.

"Loh Sani!" Ucap Ayahnya berdiri dan menghampiri Sani melewati Mirna Istrinya.

"Kamu selalu gak becus, kita kan mau pergi dan kamu malah membiarkan Sani bermain sendiri. Lihat tuh sudah jam berapa!" Teriak Suaminya kesal sambil membersihkan bedak yang menempel di baju Sani.

"Cepat dong dandan, LELET, LAMA!" Terdengar lagi sebuah bentakan dari Suaminya.

"Andre, siapa Andre Mas?" Tanya Mirna dan memandangi Suaminya yang berdiri.

"Siapa Andre?" Suaminya balik bertanya namun matanya bergerak ke kiri dan ke kanan, terlihat salah tingkah karena tidak berani menatap Mirna secara langsung.

"Aku sudah tahu dan baca sendiri! Kamu. Kamu selingkuh dan Andre? Anakmu, kan?" Tanya Mirna emosi, dia tak bisa menahan tangis yang langsung memecah.

Suaminya tak bereaksi mendengarkan amukan Mirna, dia menurunkan Sani dari pangkuannya dan dengan santai mengecek Hp yang belum dilihatnya dari tadi.

Layar Hpnya retak, pasti karena dibanting dan terjatuh.

"Kamu tahu kan? Aku gak bisa terima kalau sekali saja kamu sudah berkhianat. Kamu tega!" Ucap Mirna masih menangis.

Suaminya diam dan membiarkan Mirna menangis. Bahkan rasanya untuk mengatakan maaf untuk sekedar menenangkan tidak dilakukannya.

"Sekarang kita cerai, aku mau cerai! Aku mau pulang!" Teriak Mirna. "Aku mau pulang ke Ibu, aku gak mau di sini terus!" Mirna sudah hilang kendali.

"Ngaco ya kamu, memangnya Ibu kamu peduli? Sekarang kamu berani mau pulang? SILAHKAN!" Bentak Suaminya terlihat tidak mengindahkan perkataan Mirna yang sedang marah.

Tangis langsung membanjiri kedua mata Mirna. Mirna berharap tidak mendengar kata-kata yang menyakitkan dari suaminya. Padahal Suaminya yang sudah berbuat salah tapi mengapa dia yang harus menerima bentakan dan tidak dihargai sama sekali.

plakk...

Sebuah tamparan langsung melayang ke pipi. Untuk pertama kalinya Mirna mendapatkan tamparan dari Suaminya itu. Padahal Mirna masih menangis tapi suaminya tidak peduli, sekilas terlihat dari sorot mata suaminya yang sudah berubah. Belum cukup menampar Mirna, Suaminya lebih emosi mencari sesuatu dan mengambil sapu yang menggantung di balik pintu, lalu dengan sekuat tenaga gagang sapu yang terbuat dari kayu itu dibanting dengan keras ke tubuh Mirna. Mirna berusaha menghindar tidak menyangka dia akan mendapatkan pukulan yang terus menyiksa tubuhnya. Dia memohon berulangkali karena tubuhnya kesakitan, tapi yang dia terima tetap hanya pukulan dan tendangan kaki Suaminya. Hati Mirna semakin sakit saat Sani yang masih kecil menjerit menangis menjadi saksi kekerasan yang diterima oleh Ibunya, dan menyaksikan Ayah yang ia cintai menjadi jahat dan menakutkan. Mirna bersusah payah meraih tubuh anaknya meski punggungnya sendiri terus disiksa dengan gagang sapu.

Emosi Suaminya sudah membuat dia buta, entah karena perkataan Mirna atau karena Suaminya tidak lagi mencintainya sebagai seorang istri. Siksaan yang dialami Mirna adalah untuk pertama kalinya setelah sekian lama hidup bersama. Padahal dulu Suaminya sangat menghargai Mirna hingga bertanggung jawab membesarkan Sani secara bersama-sama. Tapi sekarang semua kenangan itu tidak ada artinya. Mirna hanya melihat Suaminya yang sudah berubah. Dia yakin selain karena wanita itu Suaminya masih membenci ke dua orang tua dan keluarga Mirna, karena saat Mirna menyebutkan orang tuanya emosi suaminya langsung berubah.

Awalnya kehadiran Sani adalah kebahagiaan bagi keduanya. Hubungan Ayah dan Ibunya tidak bisa dimengerti Sani dengan mudah. Ibu tidak meninggalkan Ayah, begitupun Ayah tidak meninggalkan Ibu. Padahal perselingkuhan Ayah masih tidak bisa dilupakan Ibu, setiap hari sampai bertahun-tahun Sani harus menyaksikan Ibunya yang bersedih dan frustrasi. Mulai dari marah-marah dan tidak mau mengurus Sani. Bahkan di usia Sani yang sekarang, tepat 7 tahun dan Sani sudah sekolah di SD pada tahun pertama.

Sedikit kebahagiaan Sani bisa terobati saat di sekolah. Ibu gurunya sering bertanya mengapa Sani memakai baju yang lusuh atau tidak menggunakan sepatu. Pertanyaan itu hanya membuat Sani menundukkan kepala, dia yang masih kecil tidak mengerti apa yang salah, Sani hanya memakai baju yang ada di kamarnya, tentang sepatu Sani masih belum punya apalagi tas dia terpaksa memakai tas besar yang sudah tidak dipakai Ibunya.

Ternyata hari pertama Sani sekolah tidak menyenangkan, dia tidak mempunyai teman karena penampilannya. Akhirnya Sani hanya menangis sendiri sampai pulang ke rumah.

"Ibu... Ibu. Sani tidak punya baju bagus, Sani tidak ada sepatu. Sani diledek memakai tas besar." Teriak Sani sambil menangis di luar pintu kamar yang tidak diindahkan sama sekali oleh Mirna Ibunya.

Ayahnya sudah 3 bulan tidak datang ke rumah. Tidak ada uang, padahal keperluan Sani saat itu sangat harus dipenuhi.

"Ibu... Sani diledek di sekolah. Sani gak punya baju bagus." Ucap Sani sambil menangis.

Sebenarnya baju itu sudah disiapkan Ibunya tapi belum sempat disetrika dan dirapihkan. Karena tidak punya uang Ibunya tidak bisa membelikan lagi yang lain.

Tangisan Sani saat itu hanya seperti nada lagu yang terus terdengar. Ibunya mengunci diri di kamar.

Sampai seseorang datang karena mendengar Sani yang menangis.

Episodes
1 Kejadian aneh
2 Mama simpanan
3 Ayah yang salah
4 Flashback Sani
5 Ira
6 Nenek Andre
7 Masalalu Andre
8 Sani?
9 Insiden Ira
10 insiden fatal
11 Sosok Perempuan berambut panjang
12 Sosok hitam di hutan
13 Terjebak di dalam hutan
14 Tumbal Setan perempuan
15 Ruqyah
16 Teka-teki
17 Datang kembali
18 Sani tidak gila
19 Insiden di depan Rsj
20 Gadis baik hati
21 Teror
22 Rahasia Anis
23 Rahasia Anis 2
24 Rahasia Anis 3
25 RSJ cempaka raya
26 Cerita tentang RSJ cempaka
27 Keributan
28 Kabar duka
29 Kecemasan
30 Target 1
31 Tri dan Pak Tarman
32 Tentang Anis
33 Awal tragedi.
34 Fakta terungkap
35 Salah tingkah
36 Pergi berkunjung
37 Kesempatan
38 Sani sudah sadar
39 Saksi
40 Nenek sepuh di bus
41 Harapan Andre
42 Kabar tak pasti
43 Kabar Sani
44 Ternyata?
45 rencana
46 Pintu lain di rumah sakit
47 Niat baik Pak Doni
48 Pencarian bukti
49 keputusan supir
50 Jin penjaga / Jin pemangsa di dalam kalung
51 Telpon dari polisi
52 Fakta nenek sepuh
53 Kejadian lagi.
54 Sebenarnya siapa Pak Tarman?
55 Ingatan Sri
56 Rencana penggerebekan.
57 Terbongkar
58 Pelarian Pak Tarman
59 Pelarian Pak Tarman
60 Tak disangka
61 Gugup
62 Di kantor polisi
63 Rencana batal
64 Pergi menemui Nenek
65 Tri yang pingsan
66 Pergi ke rumah Pak Rais
67 Perjalanan ke rumah sakit
68 Bagaimana Jadinya?
69 Kemunculannya lagi
70 Penglihatan Andre
71 Orang di luar
72 Keanehan
73 Setan perempuan.
74 Di rumah tetangga Pak Dean
75 Pengganggu di rumah Bu Ratih.
76 berulah lagi
77 Mimpi
78 Kabar buruk
79 Hantu di dalam mobil.
80 Kematian Tri
81 Pertemuan terakhir
82 Kesaksian Andre di hadapan Polisi
83 Akhirnya semua tersampaikan
84 Rencana pulang.
85 Akhirnya
86 Andre berpamitan
87 Kabar tak diduga
88 Bayangan trauma
89 Kepulangan Sani
90 Penguntit
91 Kenapa Sani?
92 Penglihatan Bu Ratih
93 Sosok perempuan dan Bu Ratih
94 Pengakuan Bu Ratih
95 Teka-teki sosok perempuan
96 Bu Ratih dan cerita Pak Ustadz
97 Pertemuan Sani dan Ayah
98 Pertemuan Andre dengan masalalunya
99 Akhirnya Sani pulang
100 Pamit
101 Sifat asli Sani
102 Andre asisten Sani
103 Teka-teki rumah Sani
104 Misteri rumah Sani
105 Ayah Sani pulang
106 Rahasia pintu lain di rumah Sani
107 Larangan Ayah
108 Tulisan di tembok rumah
109 Keakraban Bapak Penjaga Rumah
110 Mimpi buruk. Ada apa dengan Pak Dean?
111 Pergi dengan Sani
112 Berita Pak Dean
113 Sosok Almarhum Ibu
114 Kenyataan pahit
115 pertemuan Andre dengan seseorang
116 Kecemasan
117 Bapak penjaga rumah
118 Rahasia turun temurun Andre
119 Pilihan untuk Andre
120 Pengganggu Malam hari
121 Keadaan semula
122 Alasan dan rahasia Pak Arman
123 Fakta yang tidak diharapkan
124 ada apa dengan orang-orang?
125 Bisnis kotor
126 Rasa penasaran Sani
127 Pencarian Sani
128 Bagaimana dengan Sani?
129 Permohonan Pak Arman
Episodes

Updated 129 Episodes

1
Kejadian aneh
2
Mama simpanan
3
Ayah yang salah
4
Flashback Sani
5
Ira
6
Nenek Andre
7
Masalalu Andre
8
Sani?
9
Insiden Ira
10
insiden fatal
11
Sosok Perempuan berambut panjang
12
Sosok hitam di hutan
13
Terjebak di dalam hutan
14
Tumbal Setan perempuan
15
Ruqyah
16
Teka-teki
17
Datang kembali
18
Sani tidak gila
19
Insiden di depan Rsj
20
Gadis baik hati
21
Teror
22
Rahasia Anis
23
Rahasia Anis 2
24
Rahasia Anis 3
25
RSJ cempaka raya
26
Cerita tentang RSJ cempaka
27
Keributan
28
Kabar duka
29
Kecemasan
30
Target 1
31
Tri dan Pak Tarman
32
Tentang Anis
33
Awal tragedi.
34
Fakta terungkap
35
Salah tingkah
36
Pergi berkunjung
37
Kesempatan
38
Sani sudah sadar
39
Saksi
40
Nenek sepuh di bus
41
Harapan Andre
42
Kabar tak pasti
43
Kabar Sani
44
Ternyata?
45
rencana
46
Pintu lain di rumah sakit
47
Niat baik Pak Doni
48
Pencarian bukti
49
keputusan supir
50
Jin penjaga / Jin pemangsa di dalam kalung
51
Telpon dari polisi
52
Fakta nenek sepuh
53
Kejadian lagi.
54
Sebenarnya siapa Pak Tarman?
55
Ingatan Sri
56
Rencana penggerebekan.
57
Terbongkar
58
Pelarian Pak Tarman
59
Pelarian Pak Tarman
60
Tak disangka
61
Gugup
62
Di kantor polisi
63
Rencana batal
64
Pergi menemui Nenek
65
Tri yang pingsan
66
Pergi ke rumah Pak Rais
67
Perjalanan ke rumah sakit
68
Bagaimana Jadinya?
69
Kemunculannya lagi
70
Penglihatan Andre
71
Orang di luar
72
Keanehan
73
Setan perempuan.
74
Di rumah tetangga Pak Dean
75
Pengganggu di rumah Bu Ratih.
76
berulah lagi
77
Mimpi
78
Kabar buruk
79
Hantu di dalam mobil.
80
Kematian Tri
81
Pertemuan terakhir
82
Kesaksian Andre di hadapan Polisi
83
Akhirnya semua tersampaikan
84
Rencana pulang.
85
Akhirnya
86
Andre berpamitan
87
Kabar tak diduga
88
Bayangan trauma
89
Kepulangan Sani
90
Penguntit
91
Kenapa Sani?
92
Penglihatan Bu Ratih
93
Sosok perempuan dan Bu Ratih
94
Pengakuan Bu Ratih
95
Teka-teki sosok perempuan
96
Bu Ratih dan cerita Pak Ustadz
97
Pertemuan Sani dan Ayah
98
Pertemuan Andre dengan masalalunya
99
Akhirnya Sani pulang
100
Pamit
101
Sifat asli Sani
102
Andre asisten Sani
103
Teka-teki rumah Sani
104
Misteri rumah Sani
105
Ayah Sani pulang
106
Rahasia pintu lain di rumah Sani
107
Larangan Ayah
108
Tulisan di tembok rumah
109
Keakraban Bapak Penjaga Rumah
110
Mimpi buruk. Ada apa dengan Pak Dean?
111
Pergi dengan Sani
112
Berita Pak Dean
113
Sosok Almarhum Ibu
114
Kenyataan pahit
115
pertemuan Andre dengan seseorang
116
Kecemasan
117
Bapak penjaga rumah
118
Rahasia turun temurun Andre
119
Pilihan untuk Andre
120
Pengganggu Malam hari
121
Keadaan semula
122
Alasan dan rahasia Pak Arman
123
Fakta yang tidak diharapkan
124
ada apa dengan orang-orang?
125
Bisnis kotor
126
Rasa penasaran Sani
127
Pencarian Sani
128
Bagaimana dengan Sani?
129
Permohonan Pak Arman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!