YOUR BROKEN HEART
lima tahun yang lalu…
ISYE
Ruangan ini sangat gelap, hanya ada sedikit cahaya yang berasal dari komputer dan seseorang duduk di depannya sedang mengetik cepat dan sesekali mengumpat. Dia terus berusaha membobol system keamanan yang tangguh, bukannya tidak bisa hanya saja system kali ini sangat rumit dan hanya bisa di tembus dalam waktu tiga puluh detik sebelum tertangkap dan langsung menjadi tahanan Internasional karena sudah mencuri dokumen yang sangat rahasia.
Itulah yang aku lakukan sekarang, sesekali terdengar suara perintah ditelingaku untuk menghancurkan pertahanannya, dan mencuri apapun yang bisa kutemukan.
Permainan mulai menarik, lawanku kali ini sangat tangguh, dia terus berusaha memblock usahaku dan…
Tiba-tiba saja pintu kamarku di gedor-gedor oleh oknum yang minta cari mati. Aishh apa lagi sih maunya nih orang, oknum itu terus menggedor-gedor pintuku yang tidak bersalah. Aku berusaha berkonsentrasi.
Sedikit lagi…. Come on sedikit lagi… aku akan berhasil. Ternyata Dewi keberuntungan sedang berpihak padaku. File yang dari tadi aku cari terpampang jelas di depanku, aku langsung mendownloadnya lalu kabur begitu saja. Aku tidak bodoh, walaupun aku lari pontang panting seperti sedang di kejar setan, aku masih sempat menanamkan virus dan menghapus IP agar tidak meninggalkan jejak.
Aku menyeringai puas dengan hasil kerjaku, tak ada yang bisa melacakku sekarang, yang tertinggal hanya ID Broken yang membuat mereka geram dan mencaci makiku. Sekarang aku hanya perlu menerima bayaran dari hasil kerjaku yang lumayan besar dan cukup untuk membeli tiga buah rumah sekaligus.
Suara gedoran makin menjadi, huh oknum ini merusak suasana hatiku saja.
“Woy keluar lo sekarang juga!!” teriak oknum itu sambil menggedor-gedor pintu kamarku, seperti orang yang pengen mendobraknya.
Aku membiarkannya mengedor-gedor pintu kamarku sepuasnya.
“Kalo elo nggak keluar juga, gue aduin kelakuan lo sama papa!!” teriak oknum yang bernama Felix di balik pintu kamar.
Wah main ancam nih! aku juga bisa. Aku beranjak dari meja komputer dan membuka pintu “APA??” bentakku, eh yang dibentak malah balik melotot sampai-sampai matanya hampir keluar.
“Ngapain lo ngetem dikamar sepagian ini, elo nggak melakukan hal-hal yang berbau kriminalkan atau… apa lo nyembunyiin barang haram?” tanya Felix penuh selidik dan bertolak pinggang di depan pintu.
“Enak aja, elo kira gue cewek apaan, melakukan hal-hal kayak gitu!!” salakku nggak terima.
“Adik gue yang paling cantik, apa yang elo lakuin di dalam sini?” tanyanya sambil tersenyum manis dan nyelonong masuk kekamarku. Rasa-rasanya aku pengen banget nonjok muka oknum yang tak tau malu ini.
“Eh eh nggak baik tahu cowok masuk kekamar cewek!!” aku berusaha menghalangi Felix masuk kekamarku tapi sia-sia karena badannya gede banget. Busyeet untuk mehadang dia aja aku nyaris nggak sanggup apa lagi nonjok.
Felix menatap kondisi kamarku yang lumayan rapi, dia mencari-cari barang terlarang di laci meja, di rak buku, disekitar sofa, mungkin dia mengira aku menyembunyikan sesuatu di pojok situ. Wah wah oknum ini keponya emang kebangetan. Bagaikan tersambar petir Aku tersadar kalau aku belum mematikan layar komputerku karena keteledoranku. Matilah aku kalau sampai Felix tahu apa yang kukerjakan selama ini.
Aku mulai mengendap-endap ke meja komputer berusaha setenang mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan, tetapi dari sudut matanya yang menatap tajam melihat tindakanku yang mencurigakan, Felix menyadari apa yang aku lakukan. Dengan kecepatan bagai kilat dia menuju meja komputer dan mendorongku kesamping menghalangiku untuk mematikan komputer, dia menatap layar komputer yang menampilkan laman yang sudah selesai kukerjakan cukup lama. Waduh gawat nih kalau Felix menyadari…
Tiba-tiba Felix tertawa terbahak-bahak sambil memukul-mukul meja dan memegangi perutnya, dia sudah menyadari apa yang aku kerjakan “Oooh ternyata adik gue yang pendiam ini seorang kriminal!!” seru Felix sambil tertawa dengan keras sampai-sampai aku harus menutup telingaku.
Ups ketahuan deh.
Mau bagaimana lagi, dia sudah menyadari apa yang aku kerjakan sepagian ini, aku hanya bisa tersenyum miris.
Aku melihat raut wajah Felix yang berubah serius “uummm kalo papa tahu anak kesayangannya buronan polisi bisa kena serangan jantung nih?” kata Felix sambil mikir.
Jangan sampai papa tahu apa saja yang sudah kulakukan. Sebenarnya aku cuma iseng-iseng mencari kesenangan, kupikir jadi hacker itu asik juga sekalian nyari uang jajan tambahan.
“Elo nggak akan ngaduin perbuatan gue kan?” tanyaku dengan harap-harap cemas.
“Yaah tergantung dong, kalo gue kasih tahu papa, bisa-bisa elo yang kena masalah??”
Aduuuh aku lupa yang satu itu. papa kalo marah ngeri banget. Jangan sampai deh aku kena amukannya, sudah untung aku bisa selamat. Tapi kan aku ini anak kesayangan papa.
“Kecuali elo mau nurutin keinginan gue” sambungnya dengan girang, kayak orang yang baru menang lotre.
Tuuh kan pasti ada maunya nih.
“Apa mau lo?” tanyaku.
“Gue mau elo mentraktir gue selama sebulan” jawabnya dengan penuh kemenangan.
“Enak saja elo kira gue bank apa!! emangnya elo nggak dikasih papa duit sampai-sampai memeras gue kayak gini” seruku nggak terima.
“Papa selalu ngasih gue duit kok, cuma…” suaranya tiba-tiba terdengar licik “apa kesenangannya kalo gue nggak bisa memeras adik gue yang cantik”
“Apa jaminannya, kalo elo nggak bakalan mengadu??” bentakku. Wah aku benar-benar mati otak nih.
“Jaminannya kalo gue ngasih tahu orang tua kita apa saja yang elo kerjakan selama ini, elo boleh mencincang gue” jawab Felix dengan penuh kesombongan.
Waah sekarang Felix merasa diatas angin nih. Ayo dong berpikir Isye, masa harus mengalah sama orang yang nggak tahu diri ini sih batinku dalam hati. Tanpa diduga aku mendapat ilham dari langit, hahaha aku tahu apa yang harus kulakukan. Tunggu pembalasan gue Felix batinku dalam hati. Walaupun aku nggak bisa main fisik sama Felix tapi aku masih punya akal.
“Oke deh gue traktir lo sebulan, tapi awas ya kalo elo ngadu” jawabku dengan senyuman yang berbahaya dan licik, belum tahu dia berhadapan dengan siapa.
“Baiklah cantik, gue tidur dulu ya” serunya dengan girang beranjak dari kamarku, sambil menguap dia berkata “jangan bangunin gue ya adikku yang cantik, murah senyum dan tidak sombong” kata-katanya bikin aku merinding tingkat dewa.
“Sono pergi, jangan panggil gue adik cantik, gue nggak suka” bentakku.
Aku mendengar dia tertawa dan masuk ke kamarnya yang terletak di ujung lorong sambil melambaikan tangannya.
Aku membanting pintu kamar, kekesalanku sudah mencapai batas maksimum. Rencana yang sudah kususun bakalan berhasil karena aku tahu kalo Felix tidur nggak pernah mengunci pintu dan sekaranglah saatnya aku menyiapkan perlengkapan untuk membalas perlakuannya yang semena-mena itu.
Setelah semuanya siap, aku mulai mengendap-endap kekamar Felix, takut ketahuan. Kok aku ngerasa kayak jadi maling di rumah sendiri sih! Ah sebodo amat yang penting aku bisa membalas perbuatannya yang suka morotin itu.
Aku tiba di depan kamarnya Felix dan menempelkan telingaku kepintu, serasa jadi ninja yang takut dikira maling. Aku mendengar suara ngoroknya yang super keras dari balik pintu kamar. Saatnya beraksi batinku. Sebelum masuk kekamar Felix aku tengok kiri kanan dulu biar aman dan nggak ada yang jadi saksi mata. Baiklah Brother I’m coming. Buahahahaha
Dua jam kemudian…
Aku duduk di meja makan sambil mencomot pisang goreng, makanan kesukaanku. Sedangkan Mbak mona sedang menyiapkan makan malam, kira-kira menu untuk malam ini apa yah?? Aku mendengar suara mobil mendekat dan pintu gerbang terbuka, wah mama sama papa sudah datang nih.
Sekedar informasi, beberapa hari yang lalu orang tuaku berangkat ke Singapore untuk mengurus bisnis mereka. Papaku merupakan CEO dari perusahaan yang bergerak dibidang properti. sedangkan mama lebih memilih menggeluti bidang Fashion, baru-baru ini mama meluncurkan Brand pakaian dan tas yang sedang ngetren di kalangan selebriti (maklum lah namanya juga desainer terkenal) serta baru saja menyelesaikan fashion show yang ada di Singapore.
“Halo Little Girl, sendirian saja dirumah, Felix mana?” sapa papa sambil mengusap kepalaku lalu duduk di depanku.
“Lagi tidur tuh di kamar” jawabku sambil mencomot pisang goreng lagi.
“Kamu nggak main sama teman-temanmu?” tanya mama yang sedang mengambil air minum di kulkas lalu duduk di samping papa.
“Lagi males saja jalan sama mereka” jawabku sambil menampakkan wajah memelas “Ma oleh-olehnya mana nih?” rengekku. Kok kedengarannya aku ini anak manja yah.
“Ada tuh di koper, mama bawain coklat kesukaan kamu”
“Aseeek!!!” seruku lalu memutari meja makan, aku memeluk mama dan duduk di pangkuannya “mama belinya berapa?” tanyaku dengan mata yang berbinar-binar karena dapat sogokan. Aku emang sempat marah karena kepergian mereka yang tiba-tiba.
“Mama belinya cuma dua jadi bagi-bagi ya sama Felix”
“Nggak mau! Itu kan coklat kesukaan Isye, lagian kak Felix kan nggak suka coklat!!!” jawabku sambil cemberut. Kok aku manggil Felix pakai ‘kak’ ya. Sebenarnya aku agak-agak males manggil Felix menggunakan embel-embel ‘kak’. Itu karena mama melarangku memanggil Felix dengan namanya.
“Ya sudah terserah kamu saja deh kalau nggak mau bagi-bagi”
“Makasih ma” jawabku kemudian mencium pipinya.
“Tadi ada yang nyebut-nyebut coklat deh?” tanya Felix sambil menguap menandakan dia baru bangun tidur ketika memasuki kawasan dapur yang mulai dipenuhi aroma makanan yang menggiurkan buatan mbak Mona.
“Nggak ada kok, kak Felix mungkin yang salah dengar” kilahku takut coklatnya di ambil, dia kan emang suka ngembat makanan orang. Aku turun dari pangkuan mama dan duduk di sebelahnya. Aku menyadari semua orang yang berada didapur kecuali aku terbengong-bengong melihat tampang Felix yang terlihat mencolok.
“Felix wajahmu kok mirip badut!!!!” teriak papa terkejut melihat wajah Felix dengan bedak yang tebal, lipstick dengan warna merah darah yang melewati batas bibir, warna merah pada hidung dan lengkungan alis yang tebal banget memang terlihat bagai badut. Rambutnya yang bagaikan jengger ayam dan acak-acakan terlihat baru saja bangun tidur tidak sesuai dengan wajahnya yang penuh dengan make up.
“Papa, mungkin kak Felix bentar lagi mau ke pertunjukan sirkus, makanya dandanannya kayak gitu” sahutku sambil menahan tawa.
“Wah mama nggak tau kalau kakakmu sekarang berubah jadi badut dan bisa melawak?” kata mama masih terperangah melihat penampilan Felix.
Felix bingung mendengar komentar-komentar yang didengarnya sambil melihat penampilannya. Dia masih belum sadar dengan keadaan sekitar yang mentertawakannya. Bahkan mbak Mona saja tidak bisa berkonsentrasi saat memasak karena sibuk menahan tawa.
“Ada apa sih? Kok kalian pada ngetawain aku?” tanya Felix sambil memandangi bajunya.
“Coba kamu liat wajah kamu di cermin” usul mama yang dari tadi menahan tawa “Habis putus sama pacar ya atau kamu mau beralih profesi sebagai badut??” tanya mama dengan gelak tawa yang tidak bisa ditahan-tahan lagi.
Felix meraba-raba wajahnya dan melihat warna merah yang ada di tangannya. Menyadari hal itu Felix langsung berlari ke kamarnya untuk bercermin, dari kejauhan aku mendengar Felix menggeram marah melihat wajahnya yang penuh dengan make up tebal.
“ALEXIS YUDISTIRA INI KERJAAN LO YA!!!!!!” tuduh Felix dengan suara bagai gemuruh petir yang memekakan telinga. Aku hanya nyengir kuda mendengar tuduhan itu.
“Kak Felix kok nuduh isye sih?” tanya ku dengan menampilkan wajah yang super polos dan lugu seolah-olah bukan aku pelakunya saat Felix kembali ke ruang makan dengan tatapan membunuh.
Waah permainan mulai menyenangkan nih, tapi aku masih menyimpan senjata yang siap kugunakan kalau dia macam-macam denganku.
Tanpa kuduga dia berjalan kearahku dengan langkah yang lebar-lebar, aku langsung ngacir mengelilingi meja makan yang bisa menampung 10 orang itu. Untung banget ada meja yang menghalangi kami, kalo nggak sudah bisa dipastikan Felix bakalan mencekikku.
“Ini perbuatan elo kan, ngaku aja deh?” hardik Felix.
“Kalo Isye nggak mau ngaku, kak Felix mau ngapain?” tanya ku dengan wajah yang super polos, mama sama papa terheran heran melihat kelakuan kami.
“Gue sekap lo di kamar mandi bareng ular-ular yang lagi kelaparan!!” jawab Felix sambil mendelik.
“Felix, teganya kamu melakukan hal seperti itu pada adikmu sendiri” tegur papa yang terkejut mendengar ucapan Felix yang sadis.
“Papa, liat dong muka Felix kayak gini kan karena Isye” kilah Felix sambil nunjuk-nunjuk mukanya dengan riasan tebal.
Mama sama papa hanya tertawa mendengar itu, “Isye kamu yang merias wajah Felix ya?” tanya mama yang masih tertawa lantaran melihat tampang Felix yang cemberut.
“Iya ma” jawabku tanpa merasa bersalah, “habis kak Felix kok yang duluan cari gara-gara, Isye kan sebel”
“Wah wah, nggak nyangka adik gue bisa selicik ini. awas ya, gue bales perbuatan lo!!” ancam Felix sambil menunjuk-nunjuk kearahku, ternyata dia tidak terkejut dengan pengakuanku “Eh eh mau kemana tuh” seru Felix ketika menyadari aku mengendap-endap kembali kekamarku.
begitu aku sampai di kamar dan menutup pintu, terdengar sumpah serapah yang dilontarkan Felix untukku, di susul teguran papa dan tawa cekikikan mama yang belum juga berhenti. Aku merebahkan diri dikasur dan tersenyum puas atas perbuatanku yang luar biasa berani.
*****
Felix
Sialan. Aku nggak bisa berhenti untuk memaki-maki Isye yang membuat wajahku kayak gini. Aku kembali kekamarku di lantai dua yang terletak di ujung lorong dan menatap sekali lagi wajahku yang sangat jelek di cermin. Hasil karya dari adikku yang super nyebelin. Ingin rasanya kulemparkan Isye keluar jendela, mengurungnya dengan ular-ular yang paling beringas dan menyekapnya di gudang belakang rumah yang katanya berhantu karena nggak pernah di gunakan lagi.
Yah kuakui, aku bukan kakak yang baik. Keisenganku kadang membuatnya jengkel karena aku suka banget nggangguin Isye yang berujung dengan pembalasannya yang bikin aku mati kutu, belum lagi wajah polosnya yang innocent, seakan-akan itu bukan perbuatannya. Tapi dibalik itu semua, dia orang yang paling unik yang pernah kutemui dan sangat manja, tapi wajarkan namanya juga adik perempuan satu-satunya.
Aku masih ingat dengan pembalasan yang dilakukannya, kelakuannya hari ini masih nggak seberapa. Pernah suatu hari, ketika aku sudah puas mengerjainya habis-habisan dan bikin dia menangis meraung-raung, keesokan harinya dia membalasnya dengan mempereteli jam tangan kesayanganku seharga lima juta, yang kutemukan di dasar bathtub dengan keadaan tak bernyawa dan tercerai-berai.
Padahal aku membelinya dengan menyisihkan uang jajanku, begitu tahu siapa pelakunya, aku langsung mendampratnya dan mengata-ngatainya di depan orang tua kami. Isye hanya menyeringai dan tersenyum puas atas tindakannya. Aku meminta ganti rugi atas perbuatannya, jelas aku nggak terima karena aku sudah bersusah payah untuk memperolehnya. Akhirnya papa yang mengganti jam tanganku, papa nggak tega melihat tatapanku yang merana dan terus menatap jam tanganku yang sudah pensiun.
Kok aku jadi begini sih, bukannya marah dengan perlakuan Isye, aku malah senang walaupun masih agak jengkel dengan perlakuannya.
Aku mencari-cari cleanser di nakas samping tempat tidur. Aku sadar kalau aku tidak punya cleanser, aku memang tidak pernah memerlukannya sebelum ini. Aku membuka pintu kamarku dan berjalan menuju meja makan. Mama dan papa masih duduk sambil menikmati teh hangat dan pie apel yang dihidangkan mbak Mona.
“Mama punya cleanser??” tanyaku penuh harap kemudian duduk di samping papa.
“Ada tuh di meja rias mama di kamar” kata mama sambil tersenyum.
“Isye kamu apain lagi sampai wajahmu di permak sama dia?” tanya papa penuh selidik.
“Biasa lah pa cuma ngerjai dia seperti biasanya”
“Apa kamu enggak bosen tuh malah di kerjai balik?” tanya mama.
“Felix malah seneng kok ngerjai Isye ma, Felix makin penasaran sama kegiatannya yang sangat misterius itu” kataku sambil tersenyum sendiri yang baru saja mengetahui kerjaan Isye selama ini. Walaupun harus menahan malu dengan tampang jelek ini.
“Kamu tuh ya hobinya cari masalah terus sama isye, apa kamu sudah lupa sama kejadian jam tangan. Isye juga pernah kan ngunci kamu dari luar kamar sampai kamu kelaparan seharian” omel papa mengingatkan aku dengan kejadian itu.
“Masih inget dong pa, masa Felix sudah lupa”
“Mama pengen banget ketawa lihat tampang merana kamu waktu Isye menghancurkan jam tanganmu, ngomong-ngomong harganya berapa sih sampai kamu hampir nangis” tanya mama sambil ketawa.
“Ma!!! Felix nggak nangis, harganya lima juta, kan lumayan mahal tuh” kataku membela diri. Nggak sudi aku dibilang nangis gara-gara jam tangan, hilang harga diriku sebagai laki-laki.
“Iya deh mama kan cuma bercanda, masa kamu marah sama mama. Untung papa mau mengganti jam tanganmu sama yang baru”
“Ya sudah cepat kamu bersihkan wajahmu. Nanti kalo ada yang melihat tampang kamu, dikira orang rumah kita lagi ngadakan sirkus” kata papa sambil tertawa.
“Oke deh. Felix kekamar mama dulu ngambil cleanser” aku beranjak dari meja makan menuju kamar orang tuaku.
Aku menyadari betapa pedulinya mama dan papa kepada kami. Aku harus berubah mulai sekarang, menjadi lebih baik lagi. Belajar dan bekerja, bukannya sibuk pacaran nggak jelas dan bikin malu orang tua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments