NovelToon NovelToon

YOUR BROKEN HEART

BAB 1

lima tahun yang lalu…

 

ISYE

 

Ruangan ini sangat gelap, hanya ada sedikit cahaya yang berasal dari komputer dan seseorang duduk di depannya sedang mengetik cepat dan sesekali mengumpat. Dia terus berusaha membobol system keamanan yang tangguh, bukannya tidak bisa hanya saja system kali ini sangat rumit dan hanya bisa di tembus dalam waktu tiga puluh detik sebelum tertangkap dan langsung menjadi tahanan Internasional karena sudah mencuri dokumen yang sangat rahasia.

Itulah yang aku lakukan sekarang, sesekali terdengar suara perintah ditelingaku untuk menghancurkan pertahanannya, dan mencuri apapun yang bisa kutemukan.

Permainan mulai menarik, lawanku kali ini sangat tangguh, dia terus berusaha memblock usahaku dan…

Tiba-tiba saja pintu kamarku di gedor-gedor oleh oknum yang minta cari mati. Aishh apa lagi sih maunya nih orang, oknum itu terus menggedor-gedor pintuku yang tidak bersalah. Aku berusaha berkonsentrasi.

Sedikit lagi…. Come on sedikit lagi… aku akan berhasil. Ternyata Dewi keberuntungan sedang berpihak padaku. File yang dari tadi aku cari terpampang jelas di depanku, aku langsung mendownloadnya lalu kabur begitu saja. Aku tidak bodoh, walaupun aku lari pontang panting seperti sedang di kejar setan, aku masih sempat menanamkan virus dan menghapus IP agar tidak meninggalkan jejak.

Aku menyeringai puas dengan hasil kerjaku, tak ada yang bisa melacakku sekarang, yang tertinggal hanya ID Broken yang membuat mereka geram dan mencaci makiku. Sekarang aku hanya perlu menerima bayaran dari hasil kerjaku yang lumayan besar dan cukup untuk membeli tiga buah rumah sekaligus.   

Suara gedoran makin menjadi, huh oknum ini merusak suasana hatiku saja.

“Woy keluar lo sekarang juga!!” teriak oknum itu sambil menggedor-gedor pintu kamarku, seperti orang yang pengen mendobraknya.

Aku membiarkannya mengedor-gedor pintu kamarku sepuasnya.

“Kalo elo nggak keluar juga, gue aduin kelakuan lo sama papa!!” teriak  oknum yang bernama Felix di balik pintu kamar.

Wah main ancam nih! aku juga bisa. Aku beranjak dari meja komputer dan membuka pintu “APA??” bentakku, eh yang dibentak malah balik melotot sampai-sampai matanya hampir keluar.

“Ngapain lo ngetem dikamar sepagian ini, elo nggak melakukan hal-hal yang berbau kriminalkan atau… apa lo nyembunyiin barang haram?” tanya Felix penuh selidik dan bertolak pinggang di depan pintu.

“Enak aja, elo kira gue cewek apaan, melakukan hal-hal kayak gitu!!” salakku nggak terima.

“Adik gue yang paling cantik, apa yang elo lakuin di dalam sini?” tanyanya sambil tersenyum manis dan nyelonong masuk kekamarku. Rasa-rasanya aku pengen banget nonjok muka oknum yang tak tau malu ini.

“Eh eh nggak baik tahu cowok masuk kekamar cewek!!” aku berusaha menghalangi Felix masuk kekamarku tapi sia-sia karena badannya gede banget. Busyeet untuk mehadang dia aja aku nyaris nggak sanggup apa lagi nonjok.

Felix menatap kondisi kamarku yang lumayan rapi, dia mencari-cari barang terlarang di laci meja, di rak buku, disekitar sofa, mungkin dia mengira aku menyembunyikan sesuatu di pojok situ. Wah wah oknum ini keponya emang kebangetan. Bagaikan tersambar petir Aku tersadar kalau aku belum mematikan layar komputerku karena keteledoranku. Matilah aku kalau sampai Felix tahu apa yang kukerjakan selama ini.

Aku mulai mengendap-endap ke meja komputer berusaha setenang mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan, tetapi dari sudut matanya yang menatap tajam melihat tindakanku yang mencurigakan, Felix menyadari apa yang aku lakukan. Dengan kecepatan bagai kilat dia menuju meja komputer dan mendorongku kesamping menghalangiku untuk mematikan komputer, dia menatap layar komputer yang menampilkan laman yang sudah selesai kukerjakan cukup lama. Waduh gawat nih kalau Felix menyadari…

Tiba-tiba Felix tertawa terbahak-bahak sambil memukul-mukul meja dan memegangi perutnya, dia sudah menyadari apa yang aku kerjakan “Oooh ternyata adik gue yang pendiam ini seorang kriminal!!” seru Felix sambil tertawa dengan keras sampai-sampai aku harus menutup telingaku.

Ups ketahuan deh.

Mau bagaimana lagi, dia sudah menyadari apa yang aku kerjakan sepagian ini, aku hanya bisa tersenyum miris.

Aku melihat raut wajah Felix yang berubah serius “uummm kalo papa tahu anak kesayangannya buronan polisi bisa kena serangan jantung nih?” kata Felix sambil mikir.

Jangan sampai papa tahu apa saja yang sudah kulakukan. Sebenarnya aku cuma iseng-iseng mencari kesenangan, kupikir jadi hacker itu asik juga sekalian nyari uang jajan tambahan.

“Elo nggak akan ngaduin perbuatan gue kan?” tanyaku dengan harap-harap cemas.

“Yaah tergantung dong, kalo gue kasih tahu papa, bisa-bisa elo yang kena masalah??”

Aduuuh aku lupa yang satu itu. papa kalo marah ngeri banget. Jangan sampai deh aku kena amukannya, sudah untung aku bisa selamat. Tapi kan aku ini anak kesayangan papa.

“Kecuali elo mau nurutin keinginan gue” sambungnya dengan girang, kayak orang yang baru menang lotre.

Tuuh kan pasti ada maunya nih.

“Apa mau lo?” tanyaku.

“Gue mau elo mentraktir gue selama sebulan” jawabnya dengan penuh kemenangan.

“Enak saja elo kira gue bank apa!! emangnya elo nggak dikasih papa duit sampai-sampai memeras gue kayak gini” seruku nggak terima.

“Papa selalu ngasih gue duit kok, cuma…” suaranya tiba-tiba terdengar licik “apa kesenangannya kalo gue nggak bisa memeras adik gue yang cantik”   

“Apa jaminannya, kalo elo nggak bakalan mengadu??” bentakku. Wah aku benar-benar mati otak nih.

“Jaminannya kalo gue ngasih tahu orang tua kita apa saja yang elo kerjakan selama ini, elo boleh mencincang gue” jawab Felix dengan penuh kesombongan.

Waah sekarang Felix merasa diatas angin nih. Ayo dong berpikir Isye, masa harus mengalah sama orang yang nggak tahu diri ini sih batinku dalam hati. Tanpa diduga aku mendapat ilham dari langit, hahaha aku tahu apa yang harus kulakukan. Tunggu pembalasan gue Felix batinku dalam hati. Walaupun aku nggak bisa main fisik sama Felix tapi aku masih punya akal.

“Oke deh gue traktir lo sebulan, tapi awas ya kalo elo ngadu” jawabku dengan senyuman yang berbahaya dan licik, belum tahu dia berhadapan dengan siapa.

“Baiklah cantik, gue tidur dulu ya” serunya dengan girang beranjak dari kamarku, sambil menguap dia berkata “jangan bangunin gue ya adikku yang cantik, murah senyum dan tidak sombong” kata-katanya bikin aku merinding tingkat dewa.

“Sono pergi, jangan panggil gue adik cantik, gue nggak suka” bentakku.

Aku mendengar dia tertawa dan masuk ke kamarnya yang terletak di ujung lorong sambil melambaikan tangannya.

Aku membanting pintu kamar, kekesalanku sudah mencapai batas maksimum. Rencana yang sudah kususun bakalan berhasil karena aku tahu kalo Felix tidur nggak pernah mengunci pintu dan sekaranglah saatnya aku menyiapkan perlengkapan untuk membalas perlakuannya yang semena-mena itu.

Setelah semuanya siap, aku mulai mengendap-endap kekamar Felix, takut ketahuan. Kok aku ngerasa kayak jadi maling di rumah sendiri sih! Ah sebodo amat yang penting aku bisa membalas perbuatannya yang suka morotin itu.

Aku tiba di depan kamarnya Felix dan menempelkan telingaku kepintu, serasa jadi ninja yang takut dikira maling. Aku mendengar suara ngoroknya yang super keras dari balik pintu kamar. Saatnya beraksi batinku. Sebelum masuk kekamar Felix aku tengok kiri kanan dulu biar aman dan nggak ada yang jadi saksi mata. Baiklah Brother I’m coming. Buahahahaha

Dua jam kemudian…

 

Aku duduk di meja makan sambil mencomot pisang goreng, makanan kesukaanku. Sedangkan Mbak mona sedang menyiapkan makan malam, kira-kira menu untuk malam ini apa yah?? Aku mendengar suara mobil mendekat dan pintu gerbang terbuka, wah mama sama papa sudah datang nih.

Sekedar informasi, beberapa hari yang lalu orang tuaku berangkat ke Singapore untuk mengurus bisnis mereka. Papaku merupakan CEO dari perusahaan yang bergerak dibidang properti. sedangkan mama lebih memilih menggeluti bidang Fashion, baru-baru ini mama meluncurkan Brand pakaian dan tas yang sedang ngetren di kalangan selebriti (maklum lah namanya juga desainer terkenal) serta baru saja menyelesaikan fashion show yang ada di Singapore.

“Halo Little Girl, sendirian saja dirumah, Felix mana?” sapa papa sambil mengusap kepalaku lalu duduk di depanku.

“Lagi tidur tuh di kamar” jawabku sambil mencomot pisang goreng lagi.

“Kamu nggak main sama teman-temanmu?” tanya mama yang sedang mengambil air minum di kulkas lalu duduk di samping papa.

“Lagi males saja jalan sama mereka” jawabku sambil menampakkan wajah memelas “Ma oleh-olehnya mana nih?” rengekku. Kok kedengarannya aku ini anak manja yah.

“Ada tuh di koper, mama bawain coklat kesukaan kamu”

“Aseeek!!!” seruku lalu memutari meja makan, aku memeluk mama dan duduk di pangkuannya “mama belinya berapa?” tanyaku dengan mata yang berbinar-binar karena dapat sogokan. Aku emang sempat marah karena kepergian mereka yang tiba-tiba.

“Mama belinya cuma dua jadi bagi-bagi ya sama Felix”

“Nggak mau! Itu kan coklat kesukaan Isye, lagian kak Felix kan nggak suka coklat!!!” jawabku sambil cemberut. Kok aku manggil Felix pakai ‘kak’ ya. Sebenarnya aku agak-agak males manggil Felix menggunakan embel-embel ‘kak’. Itu karena mama melarangku memanggil Felix  dengan namanya.

“Ya sudah terserah kamu saja deh kalau nggak mau bagi-bagi”

“Makasih ma” jawabku kemudian mencium pipinya.

“Tadi ada yang nyebut-nyebut coklat deh?” tanya Felix sambil menguap menandakan dia baru bangun tidur ketika memasuki kawasan dapur yang mulai dipenuhi aroma makanan yang menggiurkan buatan mbak Mona.

“Nggak ada kok, kak Felix mungkin yang salah dengar” kilahku takut coklatnya di ambil, dia kan emang suka ngembat makanan orang. Aku turun dari pangkuan mama dan duduk di sebelahnya. Aku menyadari semua orang yang berada didapur kecuali aku terbengong-bengong melihat tampang Felix yang terlihat mencolok.

 “Felix wajahmu kok mirip badut!!!!” teriak papa terkejut melihat wajah Felix dengan bedak yang tebal, lipstick dengan warna merah darah yang melewati batas bibir, warna merah pada hidung dan lengkungan alis yang tebal banget memang terlihat bagai badut. Rambutnya yang bagaikan jengger ayam dan acak-acakan terlihat baru saja bangun tidur tidak sesuai dengan wajahnya yang penuh dengan make up.

“Papa, mungkin kak Felix bentar lagi mau ke pertunjukan sirkus, makanya dandanannya kayak gitu” sahutku sambil menahan tawa.

“Wah mama nggak tau kalau kakakmu sekarang berubah jadi badut dan bisa melawak?” kata mama masih terperangah melihat penampilan Felix.

Felix bingung mendengar komentar-komentar yang didengarnya sambil melihat penampilannya. Dia masih belum sadar dengan keadaan sekitar yang mentertawakannya. Bahkan mbak Mona saja tidak bisa berkonsentrasi saat memasak karena sibuk menahan tawa.

“Ada apa sih? Kok kalian pada ngetawain aku?” tanya Felix sambil memandangi bajunya.

“Coba kamu liat wajah kamu di cermin” usul mama yang dari tadi menahan tawa “Habis putus sama pacar ya atau kamu mau beralih profesi sebagai badut??” tanya mama dengan gelak tawa yang tidak bisa ditahan-tahan lagi.

Felix meraba-raba wajahnya dan melihat warna merah yang ada di tangannya. Menyadari hal itu Felix langsung berlari ke kamarnya untuk bercermin, dari kejauhan aku mendengar Felix menggeram marah melihat wajahnya yang penuh dengan make up tebal.

“ALEXIS YUDISTIRA INI KERJAAN LO YA!!!!!!” tuduh Felix dengan suara bagai gemuruh petir yang memekakan telinga. Aku hanya nyengir kuda mendengar tuduhan itu.

“Kak Felix kok nuduh isye sih?” tanya ku dengan menampilkan wajah yang super polos dan lugu seolah-olah bukan aku pelakunya saat Felix kembali ke ruang makan dengan tatapan membunuh.

Waah permainan mulai menyenangkan nih, tapi aku masih menyimpan senjata yang siap kugunakan kalau dia macam-macam denganku.

Tanpa kuduga dia berjalan kearahku dengan langkah yang lebar-lebar, aku langsung ngacir mengelilingi meja makan yang bisa menampung 10 orang itu. Untung banget ada meja yang menghalangi kami, kalo nggak sudah bisa dipastikan Felix bakalan mencekikku.

“Ini perbuatan elo kan, ngaku aja deh?” hardik Felix.

“Kalo Isye nggak mau ngaku, kak Felix mau ngapain?” tanya ku dengan wajah yang super polos, mama sama papa terheran heran melihat kelakuan kami.

“Gue sekap lo di kamar mandi bareng ular-ular yang lagi kelaparan!!” jawab Felix sambil mendelik.

“Felix, teganya kamu melakukan hal seperti itu pada adikmu sendiri” tegur papa yang terkejut mendengar ucapan Felix yang sadis.

“Papa, liat dong muka Felix kayak gini kan karena Isye” kilah Felix sambil nunjuk-nunjuk mukanya  dengan riasan tebal.

Mama sama papa hanya tertawa mendengar itu, “Isye kamu yang merias wajah Felix ya?” tanya mama yang masih tertawa lantaran melihat tampang Felix yang cemberut.

“Iya ma” jawabku tanpa merasa bersalah, “habis kak Felix kok yang duluan cari gara-gara, Isye kan sebel”

“Wah wah, nggak nyangka adik gue bisa selicik ini. awas ya, gue bales perbuatan lo!!” ancam Felix sambil menunjuk-nunjuk kearahku, ternyata dia tidak terkejut dengan pengakuanku “Eh eh mau kemana tuh” seru Felix ketika menyadari aku mengendap-endap kembali kekamarku.

begitu aku sampai di kamar dan menutup pintu, terdengar sumpah serapah yang dilontarkan Felix untukku, di susul teguran papa dan tawa cekikikan mama yang belum juga berhenti. Aku merebahkan diri dikasur dan tersenyum puas atas perbuatanku yang luar biasa berani.

*****

 

Felix

 

Sialan. Aku nggak bisa berhenti untuk memaki-maki Isye yang membuat wajahku kayak gini. Aku kembali kekamarku di lantai dua yang terletak di ujung lorong dan  menatap sekali lagi wajahku yang sangat jelek di cermin. Hasil karya dari adikku yang super nyebelin. Ingin rasanya kulemparkan Isye keluar jendela, mengurungnya dengan ular-ular yang paling beringas dan menyekapnya di gudang belakang rumah yang katanya berhantu karena nggak pernah di gunakan lagi.  

Yah kuakui, aku bukan kakak yang baik. Keisenganku kadang membuatnya jengkel karena aku suka banget nggangguin Isye yang berujung dengan pembalasannya yang bikin aku mati kutu, belum lagi wajah polosnya yang innocent, seakan-akan itu bukan perbuatannya. Tapi dibalik itu semua, dia orang yang paling unik yang pernah kutemui dan sangat manja, tapi wajarkan namanya juga adik perempuan satu-satunya.    

Aku masih ingat dengan pembalasan yang dilakukannya, kelakuannya hari ini masih nggak seberapa. Pernah suatu hari, ketika aku sudah puas mengerjainya habis-habisan dan bikin dia menangis meraung-raung, keesokan harinya dia membalasnya dengan mempereteli jam tangan kesayanganku seharga lima juta, yang kutemukan di dasar bathtub dengan keadaan tak bernyawa dan tercerai-berai.

Padahal aku membelinya dengan menyisihkan uang jajanku, begitu tahu siapa pelakunya, aku langsung mendampratnya dan mengata-ngatainya di depan orang tua kami. Isye hanya menyeringai dan tersenyum puas atas tindakannya. Aku meminta ganti rugi atas perbuatannya, jelas aku nggak terima karena aku sudah bersusah payah untuk memperolehnya. Akhirnya papa yang mengganti jam tanganku, papa nggak tega melihat tatapanku yang merana dan terus menatap jam tanganku yang sudah pensiun.

Kok aku jadi begini sih, bukannya marah dengan perlakuan Isye, aku malah senang walaupun masih agak jengkel dengan perlakuannya.

Aku mencari-cari cleanser di nakas samping tempat tidur. Aku sadar kalau aku tidak punya cleanser, aku memang tidak pernah memerlukannya sebelum ini. Aku membuka pintu kamarku dan berjalan menuju meja makan. Mama dan papa masih duduk sambil menikmati teh hangat dan pie apel yang dihidangkan mbak Mona.

“Mama punya cleanser??” tanyaku penuh harap kemudian duduk di samping papa.

“Ada tuh di meja rias mama di kamar” kata mama sambil tersenyum.

“Isye kamu apain lagi sampai wajahmu di permak sama dia?” tanya papa penuh selidik.

“Biasa lah pa cuma ngerjai dia seperti biasanya”

“Apa kamu enggak bosen tuh malah di kerjai balik?” tanya mama.

“Felix malah seneng kok ngerjai Isye ma, Felix makin penasaran sama kegiatannya yang sangat misterius itu” kataku sambil tersenyum sendiri yang baru saja mengetahui kerjaan Isye selama ini. Walaupun harus menahan malu dengan tampang jelek ini.

“Kamu tuh ya hobinya cari masalah terus sama isye, apa kamu sudah lupa sama kejadian jam tangan. Isye juga pernah kan ngunci kamu dari luar kamar sampai kamu kelaparan seharian” omel papa mengingatkan aku dengan kejadian itu.

“Masih inget dong pa, masa Felix sudah lupa”

“Mama pengen banget ketawa lihat tampang merana kamu waktu Isye menghancurkan jam tanganmu, ngomong-ngomong harganya berapa sih sampai kamu hampir nangis” tanya mama sambil ketawa.

“Ma!!! Felix nggak nangis, harganya lima juta, kan lumayan mahal tuh” kataku membela diri. Nggak sudi aku dibilang nangis gara-gara jam tangan, hilang harga diriku sebagai laki-laki.

“Iya deh mama kan cuma bercanda, masa kamu marah sama mama. Untung papa mau mengganti jam tanganmu sama yang baru”

“Ya sudah cepat kamu bersihkan wajahmu. Nanti kalo ada yang melihat tampang kamu, dikira orang rumah kita lagi ngadakan sirkus” kata papa sambil tertawa.

“Oke deh.  Felix kekamar mama dulu ngambil cleanser” aku beranjak dari meja makan menuju kamar orang tuaku.

Aku menyadari betapa pedulinya mama dan papa kepada kami. Aku harus berubah mulai sekarang, menjadi lebih baik lagi. Belajar dan bekerja, bukannya sibuk pacaran nggak jelas dan bikin malu orang tua.

 

 

 

 

 

BAB 2 BAGIAN 1

Bandung, sekarang

 

Rasya

 

Kerlap-kerlip lampu dan hentakan musik yang dimainkan oleh DJ memenuhi seluruh ruangan membuat suasana klub yang sering dikunjungi sebagian orang yang ingin bersenang-senang terlihat ramai, maklumlah ini kan malam minggu, malam untuk bersenang-senang setelah enam hari dalam seminggu bekerja atau belajar. Hampir sebagian pengunjung klub sedang bergoyang diiringi musik yang keren abis. Tidak heran walaupun bukan malam minggu, klub yang paling terkenal di bandung ini memiliki pengunjung yang  membludak.

Beberapa orang memandangku dengan terang-terangan, seakan-akan mereka mengenalku, pernah melihatku di majalah atau televisi misalnya. Aku emang tidak terbiasa dengan konsep clubbing karena kesibukanku yang luar biasa, ditambah jadwal fashion show yang menyita banyak waktuku baru-baru ini. Semua ini gara-gara tiga cecunguk yang menggeret Isye dengan bujuk rayu, membuatku memutar bola mata ketika mendengarnya, hingga aku terdampar di klub ini.

Keberadaanku hanya sebagai bodyguard Isye dan  memastikannya tidak meminum alkohol. Tuh anak emang polos banget, masa bodoh dengan ketiga setan kecil yang ada di depanku, mereka kan bisa mengurus diri masing-masing. Memangnya aku babysitter yang harus siap sedia mengawasi mereka.  

Kami berlima memang sudah berteman baik sejak kecil, nyokap kami bersahabat dan sering membawa kami ketika arisan. Sejak saat itu aku, Isye, Inov, Serli dan Rasti tak terpisahkan.

Sesibuk-sibuknya aku masih bisa menyempatkan waktu untuk bertemu dengan mereka—walaupun mereka agak keterlaluan dengan mengajak Isye yang polos pergi clubbing-- Seperti sekarang, ketika melihat ketiga temanku tertawa-tawa seperti orang gila, ingin sekali aku menyiram mereka dengan seember air dingin dengan bongkahan es batu yang besar-besar karena mempengaruhi Isye yang belum terkontaminasi dengan hal-hal negative kayak gini.

  Jam tanganku sudah menunjukan pukul sebelas kurang lima menit menjelang tengah malam, keadaan sekitar masih ramai menandakan aktivitas yang dilakukan orang-orang yang ada klub ini masih terus berlanjut.

Kuguncang-guncangkan bahu Isye yang sedari tadi merebahkan kepalanya di meja yang penuh dengan gelas-gelas kami yang berserakan, Isye sudah tidak sadarkan diri sejak tiga puluh menit yang lalu karena kelelahan, sudah kuputuskan untuk mengantar Isye pulang sekarang.

“Kalian pada mau pulang apa nggak, gue mau nganter Isye balik nih?!!” teriakku dengan kencang untuk melawan suara musik yang keras, yang disambut dengan tawa cekikikan tiga sobatku.

“Gue telponin sopir lo aja deh Ser, biar jemput kalian!!” teriakku, aku mengambil HP dari dalam tas dan menelpon pak Tarno sopirnnya Serli dan memberitahukan lokasi kami berada, mereka semua kan ikut mobilku saat datang kesini.

Kupapah Isye keluar klub menuju tempat parkir, gilaaa ternyata Isye berat juga, aku hampir nggak kuat membopong Isye, untung tempat parkirnya deket, kalo nggak bisa rontok badanku.

Satu jam kemudian aku memarkir mobilku di bagasi sebuah rumah mewah di komplek perumahan paling elite di kawasan tersebut. Begitu mendengar mobil yang kusupiri mendekat dan terparkir rapi di samping mobil pemilik rumah, mbak Mona pengurus rumah Isye tergopoh-gopoh menghampiri kami, membantuku memapah Isye kekamarnya.

“Mbak Rasya nginap disini saja, sekarang sudah terlalu malam untuk pulang, sebentar saya siapkan dulu kamar tamunya??” kata mbak Mona dengan aksen jawanya yang kental dan menghilang bagai hantu, saking lelahnya aku hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala seperti burung pelatuk. Walaupun aku sudah terbiasa pulang larut malam bahkan menjelang pagi ketika jadwal mengharuskanku begitu (kecuali saat musim sekolah seperti saat ini) kuturuti saja keinginan mbak Mona yang menghawatirkan keadaanku.

 

 

                                                                           *****

Isye

 

Rasa pusing yang menghantam batok kepalaku terasa menyakitkan, kesadaranku timbul tenggelam. Aku berusaha membuka kedua mataku tapi usahaku sia-sia, kedua mataku bagaikan di lem alteko, terekat erat dan tidak bisa dibuka. Satu, dua, tiga, empat… Satu, dua, tiga, empat… hitungku dalam hati, berusaha untuk memulihkan kesadaranku yang di awang-awang.

Aku menghitung tarikan nafasku untuk kesekian kalinya dan berusaha membuka mataku lagi. Kali ini berhasil. Kukedip-kedipkan mataku beberapa kali, berusaha untuk menyesuaikan dalam kegelapan di ruangan ini, aku menggerakkan badanku yang kaku  dan mencoba untuk melemaskannya. Badanku sakit semua, rasanya seperti baru saja di lindas truk.

Dimana aku?

Kuperhatikan seluruh ruangan ini dengan seksama, dengan penerangan yang seadanya dari bawah pintu.

Aku menyadari sekarang aku berada di kamarku sendiri.

Kupejamkan mataku lagi untuk menghilangkan rasa pusing yang menusuk-nusuk kepalaku dan memijit-mijit pelipisku. Aku merasa haus, aku perlu minum pikirku.

Aku beranjak dari kamar tidurku menuju dapur. Di dalam kulkas aku menemukan sekotak jus jeruk dan menuangkan untuk diriku sendiri segelas. Aku berjalan kearah lemari, mengobrak-abrik isinya mencari obat sakit kepala. Setelah menemukan apa yang aku cari kemudian mengambil gelas yang sudah terisi dimeja makan dan meminum obat.

Aku ke ruang keluarga dan rebahan di sofa, kupejamkan mataku sejenak berharap sakit kepalaku mulai berkurang.

Jam diatas TV menunjukan pukul dua dini hari yang menandakan malam masih panjang, aku tidak bisa tidur lagi!! Huuh ini hal yang paling ku benci. Bangun tengah malam.

Aku beranjak dari sofa menuju kamarku, yang ngomong-ngomong terlalu maskulin untuk kamar seorang cewek. Kamar ini lebih di dominasi warna hitam dan putih dengan bedcover warna putih.

 

Di kamar ini terdapat rak buku dengan berbagai macam bacaan, sofa kulit, komputer keluaran terbaru dilengkapi dengan PC, sound system dan benda-benda elektronik lainnya, membuat siapapun betah berlama-lama berada di kamar ini.

Karena aku tidak bisa tidur lagi dan sakit kepalaku sudah berkurang, kuputuskan untuk menyelesaikan tugasku yang tertunda. Aku duduk di depan komputer dan menghidupkannya.     

Kupasang earset ditelingaku, siap memulai aksi yang cukup menegangkan tapi membuatku ketagihan. Siapa yang nggak ketagihan kalo kerjaannya cuman mengerjai orang-orang bodoh itu, apa mereka pikir bisa menjebakku!! Maaf ya meraka salah orang, orang-orang bodoh itu tidak tau sedang berhadapan dengan siapa!!

Sebutannya apa ya, untuk orang yang suka menerobos masuk dan merusak sistem komputer dan mencuri database. Maling?? Rampok?? Jambret?? Kok kedengarannya nggak keren sih. Yang betul adalah HACKER.

Seorang hacker yang membuat orang terkena sakit kepala akut dan mendapat serangan jantung mendadak, nomor satu dalam tindak kejahatan di dunia maya yang bahasa kerennya Cyber Crime, dan nomor satu yang dicari-cari oleh badan intelijen seperti CIA, NSA, FBI, Interpol dan masih banyak lagi, karena terlalu sering membobol sistem keamanan mereka dan nggak pernah ketangkep. Hehehe nyusahin orang banget kan!!

Yah, akulah kriminal yang dicari-cari di seluruh dunia yang menggunakan ID Broken itu dan nggak ada yang tahu penampilan seorang hacker yang terkenal jenius itu (selain Felix tentunya), ternyata masih kecil dan masih menggunakan baju putih abu-abu. KEREN kan.

Aku memiliki hobi yang aneh untuk anak seusiaku. Aku memulainya 6 tahun yang lalu ketika aku berumur 12 tahun. Aku mulai tertarik dengan yang namanya teknologi. Bagiku menjadi hacker itu bukan profesi, tapi permainan yang sangat menarik.

Setelah puas mengerjai mereka, aku baru menyadari matahari telah menyentuh langit dan tersenyum malu-malu dari balik terai.

Duduk berjam-jam di depan komputer ternyata memberikan efek yang tidak menyenangkan, kakiku kram dan badanku pegal-pegal. Aku berdiri dan meregangkan otot-otot ku yang kaku.

Harum masakan mbak Mona membiusku, cacing-cacing di perutku mulai demo dan berteriak-teriak minta dikasih makan. Aku menyempatkan mencuci muka dan gosok gigi dulu sebelum keluar kamar, takutnya kalau aku nggak gosok gigi, tiba-tiba  ada yang pingsan saat mencium bau naga saat aku berbicara. Kan nggak lucu jadinya.

Saat aku berjalan menuju meja makan, Rasya sudah duduk manis sambil memakan nasi goreng yang sudah disiapkan mbak Mona, aku membuka kulkas dan menuangkan jus jeruk ke gelas kemudian bergabung dengan Rasya di meja makan.

“Tadi malem elo kan yang nganterin gue pulang??” tanyaku kepada Rasya yang sedang menyuap sesendok penuh nasi goreng.

“Yep, nggak nyangka ya ternyata elo beratnya kayak mengangkat sekarung semen!!” seru Rasya dengan nada menggerutu “Badan elo kan kurus, emang elo makan apa aja sih jadi berat banget, hampir copot tau nggak badan gue” Rasya menatap wajahku dengan mimik aneh.

“Ya makan nasi lah masa makan batu” jawabku nggak kalah sewot, enak aja aku dibilang berat, emang gue kingkong.

“Nggak usah marah dong, gue kan cuma bercanda” sahut Rasya sambil menahan senyum saat melihat wajahku yang cemberut.

“Hari ini elo mau ngapain?” tanyaku setelah selesai memakan roti panggang dan telur urak arik, menu sarapanku seperti biasa.

“Hari ini… gue mau… fitting baju… ” jawab Rasya sambil mengunyah sesendok penuh nasi goreng disertai dengan telur dan siwiran ayam goreng. Ternyata Rasya kalo makan banyak juga, aku heran kenapa badan Rasya masih tetap langsing padahal kalo makan sampai nambah dua kali. Kemana semua makanan yang dia makan??

“Rasya… bisa nggak sih kalo ngomong jangan sambil makan!! Kalo keselek gimana?” tegurku.

“Makanya jangan ngajak gue ngomong dong, nanti gue beneran keselek lho” jawab Rasya sambil nyengir.

Aku mencoba menahan lidahku untuk tidak mengumpat nyirnyiran Rasya dan membiarkannya menyelesaikan makan.

Setelah semua makanan di piringnya tandas, Rasya meneguk jus jeruknya “Isye, hari ini elo mau kan nemenin gue fitting baju di butiknya mas Yoga?” Rasya bertanya dengan suara khasnya saat menginginan sesuatu.

Aku hanya terdiam mendengar perkataan Rasya ‘Fitting Baju’. Apa aku nggak salah dengar.

“Kenapa harus gue yang nemenin elo, masih ada Serli atau Rasti yang bisa nemenin elo kan??” tanyaku dengan kengerian yang tidak ditutup-tutupi.

“Tapi… gue maunya elo yang nemenin gue!!” seru Rasya dengan mimik seperti anak kucing, menggemaskan.

“Gue nggak bisa, Sya”tolakku.

“Kenapa nggak bisa Sye, elo nggak kemana-mana kan hari ini??”

“Tapi… gue tetep nggak bisa, gue telponin Serli deh, biar dia aja yang nemenin elo”

“Gue nggak mau ditemenin Serli atau Rasti, mereka rese banget kalo masalah yang beginian” kata Rasya sambil memelas “Mau ya…ya… please, please, please” Rasya memohon sambil mengatupkan kedua tangannya didepan dada begitu melihat reaksiku.

 Satu jam kemudian aku hanya bisa pasrah di seret-seret Rasya menuju butik mas Yoga yang terkenal itu.

Beberapa kali aku memberikan alasan yang terlihat dibuat-buat supaya bisa mangkir menemani Rasya ke butik, tapi dia nggak peduli dan mengancam akan mencekikku kalo sampai menolak, apa mau dikata aku nggak pernah bisa menolak permintaannya.

Dengan TERPAKSA, aku harus menunda tidurku hari ini. Untuk empat jam kemudian aku disibukkan dengan rancangan-rancangan mas Yoga yang harus di kenakan Rasya saat fashion show, di bantu oleh mbak Yana asisten Rasya.

Semua itu mengingatkanku pada masa lalu yang ingin kulupakan.

 

****

BAB 2 BAGIAN 2

Rasya

 

Senin merupakan hari yang paling di benci oleh seluruh siswa yang sering terlambat, termasuk aku. Karena harus bangun pagi dan WAJIB mengikuti Upacara Bendera. Dari depan kelas aku melihat Isye berjalan menuju gerbang sekolah, dari kejauhan aku bisa melihat bayangan gelap di bawah matanya.

Aku sedikit merasa bersalah sama Isye karena tingkahku saat hari minggu kemaren yang terlalu memaksa, kami baru pulang tepat sebelum waktu makan malam. Aku tahu tingkahku yang tidak berperikemanusiaan itu membuat Isye kelelahan, dan aku tahu dari raut wajahnya dia teringat kembali dengan peristiwa itu.

Saat Isye memasuki kelas ternyata kondisinya hari ini jauh lebih parah dari kemaren saat sarapan. Wajahnya sangat pucat, bayangan gelap di bawah matanya tenyata lebih parah dari yang ku lihat tadi, seperti tidak tidur selama berhari-hari. Aku hanya bisa berharap Isye tidak pingsan saat Upacara.

Dugaanku ternyata tidak meleset jauh. Isye pingsan di tengah-tengah upacara yang sedang berlangsung hikmat, tepat saat aku membacakan instruksi pengibaran bendera  serta harus di bopong oleh beberapa teman sekelasku ke UKS.

Aku menjenguk Isye di UKS tepat setelah upacara selesai. Saat aku memasuki ruang UKS yang seperti bangsal rumah sakit, aku mendapati Isye sedang tertidur pulas di salah satu tempat tidur yang tertutup tirai.

Pak Yakob wali kelasku sekaligus pembina UKS memberi tahuku kalo Isye terlalu kelelahan dan kurang tidur. Pak Yakob memerintahkanku untuk  tidak mengganggu Isye dan membiarkannya tidur.  

Setelah memastikan kondisi Isye baik-baik saja, aku kembali kekelas dan akan menjenguknya saat istirahat pertama. Aku sungguh menyesal telah memaksanya menemaniku untuk fitting baju kemaren. Kalau tau begini jadinya, aku lebih memilih berangkat ditemani Rasti atau Serli yang rese dan hebohnya nggak bisa direm dari pada membuat Isye pingsan.

 “Isye kok bisa pingsan sih Sya, aku kaget ngeliat dia kayak mayat hidup??” Serli mulai mengintrogasiku  saat aku tiba di depan pintu kelas.

“Serli! bisa nggak sih elo ngebiarin gue duduk dulu, gue capek nih berdiri terus!!” sahutku dengan kesal kemudian menyingkir dari hadapan Serli menuju tempat dudukku.

Serli hanya nyengir mendengar protesku.

“So, kenapa Isye bisa pingsan??” Rasti duduk di bangku Nera, sedangkan Serli Sudah bertengger di bangkunya Dahlia yang ada di depanku.

“Isye nggak kenapa-kenapa kok, cuman kelelahan”

“Masa sih cuman kelelahan, wajahnya pucat gitu!, kayaknya dia nggak sempat sarapan?? dan juga ada bayangan gelap dibawah matanya, persis kayak vampire” ucap Rasti sambil memencet-mencet layar HPnya.

“Aku nggak tau ya Isye sarapan apa nggak?? Tapi kata pak Yakob Isye emang cuma kelelahan kok, dan kurang tidur. kalian kenapa sih pada rese banget??”

“Kita-kita kan pengen tahu, apa sih penyebab Isye pingsan. Anak-anak pada kaget tau, guru-guru juga. Jarang-jarangkan Isye pingsan, apa tuh anak kurang gizi kali ya” jawab Rasti masih sambil menatap layar HPnya.

 “Rasti…!!! nggak mungkinlah Isye kurang gizi, makanan yang selalu di makannya penuh dengan gizi, badannya aja yang kurus. Elo ngomongnya aneh banget deh”

“Jadi… apa dong penyebabnya”  

“Apa gara-gara clubbing kemarin malam” jawab Serli sambil berbisik dan melihat ke sekeliling kelas takut ada yang nguping, usaha Serli untuk mengecilkan suaranya sungguh sia-sia belaka, suaranya yang cempreng kayak petasan itu masih bisa di dengar hampir seluruh penghuni kelas.

“Hhmmm, lagi pada ngegosip ya, boleh ikutan dong?? pasti seru nih, tadi kayaknya ada yang nyebut-nyebut clubbing??” dengan centil Ola menghampiri kami sambil memandangi kuku-kuku jari yang di poles ketek, eh kutek maksudnya.

“Nggak ada yang bilang clubbing tuh” balas Serli nggak kalah centil. Emang ya, mereka ini cocok banget jadi musuh bebuyutan. Serli yang gaya centilnya sangat alami mungkin bawaan dari lahir kali ya? sedangkan Ola dengan gaya centilnya yang dibuat-buat ala Kim Kardashian. Mungkin seandainya sekolah kami bisa menyelenggarakan kontes kecentilan, sudah bisa dipastikan mereka berdua cocok banget jadi pesertanya.

 “Jadi kerjaan elo tiap malam cuma clubbing nih, pantesan nilai lo jelek-jelek semua??”Ola mulai bergenit-genit ria di depan kami sambil menjentik-jentikkan tangannya yang putih mulus dan terawatt.

“Eh, gue emang pergi clubbing, tapi nggak tiap malem!! Kalo masalah nilai, itu urusan gue. Yang penting nilai gue masih di batas aman, kenapa sih elo ingin tahu urusan gue??” balas Serli dengan gaya khasnya seperti biasa.

“Gue cuma pengen tau, apa sih yang Ronald liat dari elo? Sampai nolak jadi pacar gue, masih cantikkan gue kan, mungkin mata Ronald sudah picek jadi elo dibilang cantik!!”

Weleh-weleh, rebutan cowok ternyata sodara-sodara.

Serli keliatan kaget mendengar nama Ronald di sebut-sebut. “Ronald suka sama gue, kata siapa?”

“Kata orangnya lah!!! Gue minta ya, elo jangan macem-macem sama gue!! Ronald itu punya gue tau” ancam Ola.

“Sape bilang Ronal Punye elu, pan die bukan barang” Matt nyang katenye orang betawi asli anaknye juragan babe Rojali nyang terkenal itu memiliki nama lengkap Matroji.

“Elo nggak usah ikut campur urusan gue deh” bentak Ola jengkel.

“Eh denger ye Ole, Ronal itu pan sobatnye gue, die sendiri kok nyang bilang kalo cintenye buat Serli bukannye elu” sahut Matt nggak mau kalah.

Gemuruh tawa memenuhi udara saat Matt menyebut nama Ole bukannya Ola.

“Eh Matt!!! Bisa nggak nyebut nama gue Ola, OLA. Bukan Ole” bentak Ola kesal. Siapa yang nggak kesal kalo dipanggil Ole, salah-salah ada yang manggil Oli, kan berabe kalo dikira Oli mobil.

“Bagus banget Matt, elo udeh ngebalesin dendam gue, good job good job” celetuk Saleh sambil tertawa terpingkal-pingkal.

“Ngapain kalian pada ketawa, nggak ada yang lucu tau” Ola makin berang saat mendengar namanya malah dijadikan lelucon bagi cowok-cowok di kelas yang hebohnya bisa mengalahkan suporter bola dan kalo ngeledek bikin orang malu luar biasa.

“Denger ye Ole!! Gaye bicarenye gue pan emang kayak gini. Kagak bise di ubeh, emang bawaan dari lahirnye, elu kagak bisa protes!!!” sahut Matt di sela-sela tawanya.

“Susah deh ngomong sama orang kampung”

“Jangan hina kampoeng aye dong, walau aye perantau aye tetep cinte kampoeng halaman, elu bukannye orang betawi?? Nyak babe elu aje orang betawi asli” keluar dah bahasa betawinye Matroji nyang antik.

Duh gusti, pusing aku mendengar debat dua orang betawi yang nyasar di bandung ini yang diselingi tawa mengejek anak-anak dan nggak ada tanda-tanda akan berakhir.

“Guys, Ibu jana ngasih kita tugas aja nih, kerjakan soal di halaman 45 nomor 1-10 di buku latihan” teriak Satrio yang ngos-ngosan di depan pintu.

Serontak semua orang menoleh kearah pintu.

“Ibu Jana nggak bakalan masuk?” tanyaku.

“Iya, katanya ada urusan keluarga”

“Oke gue mau ke UKS dulu” aku mengambil dompet dari tas, jaga-jaga kalo istirahat nggak perlu balik kekelas.

“Rasya, Isye kok bisa kelelahan sih?” tanya Rio.

“Elo tau dari mana Isye pingsan karena kelelahan”

 “Waktu gue di ruangan guru, gue denger pak Yakob bilang begitu” sahut Rio.

“Sebenarnya nih gara-gara gue maksa Isye ikut fitting baju buat fashion show nanti” suaraku mengecil kayak cicitan tikus ketika melihat plototan garang dari dua sobatku.

   “Oooh jadi elo fitting baju nggak ngajak-ngajak gue nih, malah ngajak Isye, elo bikin dia sampai kelelahan pula tuh” tatapan tajam Serli menusukku, aku membuang muka merasa terintimidasi dengan tatapan super losernya. Wah gawat nih!!! Kalau Serli sampai ngambek, bisa kiamat dunia!!! Elo lebih milih ngadepin buaya ngamuk dari pada ngadepin Serli ngambek, gue jamin elo bakalan sengsara dibuatnya. Sedangkan Rasti nggak terlalu marah sama aku, anak satu itu masih bisa di taklukan dengan sogokan kue favoritnya. Cheesecake Coklat. 

“Serli!!”

Pada saat itu, aku pengen banget menyembah-menyembah dan mencium  siapapun yang sudah menolongku dari petaka yang akan menghampiriku sebentar lagi. Sosok pahlawan yang sudah berjasa itu seorang cowok bernama Ronald yang sedang berjalan kearah kami sambil tersenyum ceria kearah Serli. Temanku ini yang kalo marah atau ngambek bisa menyamai keganasan buaya dan kebringasan harimau, sedang tersipu-sipu malu saat mendengar namanya di panggil Ronald.

Aku lupa dengan tujuanku semula saat melihat pemandangan yang jarang terjadi ini yang tak bakalan bisa kulewatkan begitu saja.

“Hai Ronald, ngapain elo kesini?” tanya Satrio dengan penuh selidik.

“Emang nggak boleh kalo gue main kekelas elo, Sat?”

“Ron jangan panggil gue Sat dong, nanti dikira bangsat lagi, Panggil gue Rio ” wajah satrio mulai memerah dan agak kesal, dia nggak terima dipanggil Sat.

“Iya Rio, nggak usah sensi dong, elo kayak cewek aja sampai mukanya merah begitu. Padahalkan nggak gue apa-apain” goda Ronald.

“Sialan lo, gue cowok tulen tau!! Gue nggak sudi di goda sama bangkotan kayak elo. Mendingan juga gue ngegodain Rasya atau tuh si Tari”

Kok malah ke gue batinku. Gara-gara tingkah konyol Rio, aku jadi lupa ngerjain Serli.

“Hai Ronald, elo kesini mau ketemu siapa nih. Mau ketemu gue atau ketemu Rena” tanyaku sambil melirik kearah Serli yang dari tadi diem aja dan kalo ngomong kayak orang gagu.

 “Gue mau ketemu sama pacar gue tersayang”jawab Ronald dengan ceria.

“Iihh yayang gue udah dateng” teriak Ola dengan girang begitu melihat Ronald. Dengan kecepatan hampir menyamai kereta ekspress, Ola sudah berada di samping Ronald dan menggamit lengannya. Sementara itu, Serli hanya diam mengamati tingkah laku Ola yang bermanja-manja ria.

“Pan udeh gue bilangin Ole, Ronal itu bukannye pacar elu tapi pacarnye Serli” konfirmasi Matt ngotot

“Kan udah gue bilangin juga pangil gue OLA” bentak Ola, Matt hanya menggerutu di bentak Ola “ayang mau temenin gue ke kantin?” tanya Ola dengan manja.

“Sorry Ola, gue kesini emang pengen ketemu Serli?” jawab Ronald yang terlihat malu, Ola hanya bisa terbengong-bengong dengan penolakan Ronald yang blak-blakan.

“Ciiieeee yang udah jadian! kok ngak ada acara traktiran nih” seru kami semua serenak.

“Kami belum resmi pacaran kok, gue juga belum nembak Serli. Benarkan Ser?” tanya Ronald yang tersipu-sipu diledek kami semua, Serli hanya mengangguk mengiyakan sambil menutup mukanya dengan kedua tangan, dia terlihat malu luar biasa.

“Ciieee Serli lagi tersipu-sipu nih!!!” ledek kami semua.

“Kenapa nggak sekarang aja elo tembak deh si Serli, mumpung banyak saksi mata nih” usulku penuh semangat, serli melotot kearahku. Biarin emang gue takut sama lo, nanti elo bakalan berterima kasih sama gue, Serli. Buahahahaha 

“Iya sekarang aja deh” seru yang lain, akhirnya aku mendapat dukungan teman-teman yang lain atas usulku. Usul yang menurutku paling brilliant.

Bisa dipastikan kelanjutannya Ronald langsung mengatakan perasaannya di depan kami semua (yang disambut sorak-sorai kami dan suit-suitan yang tak henti-hentinya. Karena keributan itu kami sampai ditegur guru sebelah, terlalu berisik katanya) kemudian dibalas dengan anggukan Serli yang menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan kelihatan siap ngacir dari kelas. Melihat adegan itu aku tersenyum puas sudah mengompori kejadian langka ini.

Kulirik jam tanganku yang menunjukan sebentar lagi akan istirahat, aku berjalan ke arah UKS, dari jauh aku masih bisa mendengar teman-temanku yang sedang meledek pasangan yang baru resmi jadian dan minta traktiran. Saat aku di depan kelas XI IPA 3 yang keliatannya sudah istirahat, Reza nongol di depan pintu dengan Raut wajah yang lumayan menakutkan. Padahal kalo tersenyum tampan juga, sayang dia bukan tipeku.

“Sya, elo mau kemana?” suara bariton Reza lebih seperti membentak dari pada bertanya. 

“UKS”  jawabku singkat dan agak ketus.

Mendengar suaraku yang kurang bersahabat, Reza mulai menampakkan senyum yang menawan. Sayang dia bukan tipeku, kalo dia salah satu cowok incaranku, sudah kupacari dari dulu. Untuk saat ini menjadi jomblo pilihan yang paling tepat, aku putus dengan pacar terakhirku Rico sekitar lima bulan yang lalu dan tak berniat mencari penggantinya.

“Mau jenguk Isye? Boleh ikut?”

“Boleh, asal elo nggak mengintimidasi gue kayak tadi!!!”

“Sorry, kebiasaan emang susah di ubah” sahut Reza dengan senyum yang agak dipaksakan.

Sepanjang perjalanan ke UKS, tak ada satupun dari kami yang memulai percakapan. Tahu sendiri lah, Reza kan orang yang paling kaku dan paling sulit di tebak yang pernah ku temui. Sikapnya yang jutek, dingin dan angkuh selalu mengintimidasiku. Kalo dia nggak berteman dengan hampir separuh penghuni kelasku terutama yang cowok, aku juga nggak bakalan sudi berteman dengannya. Akhir-akhir ini sikapnya juga sangat aneh, dia selalu memperhatikanku atau Isye secara sembunyi-sembunyi tentunya, tapi lebih sering memperhatikan Isye.

Aku agak curiga dengan perhatiannya, apa lagi sekarang. Jarang-jarangkan Reza respek sama teman diluar pergaulannya.  Positive thinking saja lah.

“Sya, elo mau kan gabung ke OSIS sebagai sekretaris?” tanya Reza begitu kami mendekati bangunan UKS.

HAH

“Maksud lo?”   

“Gue lagi nyari sekretaris nih, gue juga bingung siapa yang cocok dan kompeten saat menjalankan tugas ini. Kandidatnya juga banyak sih, termasuk elo tentunya” Reza terdiam cukup lama setelah kampanye kilat.

“Nanti deh, gue pikir-pikir dulu” jawab ku begitu kami sampai di ambang pintu UKS.

“Oke, secepatnya kalo bisa. Gue tunggu jawaban elo”

Diktator kayak biasanya eeuh “Nggak janji ya, kalo lebih seminggu gue nggak jawab juga, berarti gue nolak tawaran itu” kataku sambil membuka pintu UKS. Reza hanya diam mendengar jawabanku. Dari raut wajahnya, Reza berusaha menahan diri untuk tidak menghardik dan mengancamku karena ucapanku barusan.

Ditempat tidur yang tirainya sudah disingkirkan, Isye duduk bersandar yang di ganjal dengan bantal. Wajahnya sudah tidak terlalu pucat, tapi bayangan gelap dibawah matanya masih bertengger dan keliatan betah berada disana.

“Elo sudah makan, Isye?” aku duduk di pinggir tempat tidur di samping Isye.

“Belum” jawab Isye singkat, keliatan banget dia masih lemas dan tidak bertenaga.

“Mau gue beliin makanan di kantin” tanya Reza, yang sedari tadi mengamati wajah pucat Isye.

 “Boleh, kalo elo nggak keberatan”

“Elo pengen makan apa, Isye?” dengan senyum menawan dan suara lembut yang bisa bikin cewek-cewek pada klepek-klepek dan histeris ketika mendengarnya, Reza menanyakan pesanan Isye.

“Gue pengen nasi liwet komplit, banyakin bawang gorengnya ya!”

“Oke siap, akan gue pastiin elo mendapatkannya” Reza berjalan keluar ruangan dengan langkah tegap bak tentara.

“Isye, gimana keadaan elo? Baik-baik aja kan?” tanyaku, rasa panik mulai menyerangku saat melihat raut wajah Isye yang pucat.

“Gue baik-baik aja kok! Migraine gue kambuh pagi ini, tadi sudah dikasih obat sama pak Yakob. Kalo nggak sembuh juga, gue di suruh ke dokter”

 “Gimana kalo elo pulang aja, daripada di sini sendirian, kan serem” aku melihat kondisi UKS yang sepi. Gosipnya nih, pernah ada yang meninggal di ruangan ini “kalo dirumah kan elo bisa tidur dan ada yang ngurusin, gue anter deh”

“Nggak usah, gue bisa sendiri kok, nanti gue nelpon pak Toto aja biar jemput gue”

“Gue aja yang nganter, hitung-hitung biar bisa bolos! Gue yang ngurus surat izinnya dan elo nggak bisa nolak” perintahku kayak biasanya.

“Terserah elo aja deh” jawab Isye pasrah.

Sepuluh menit kemudian Reza masuk membawa sepiring nasi liwet komplit yang banyak bawang gorengnya sesuai pesanan Isye dan segelas teh panas. Isye makan dalam diam diselingi lirikan mata kearah kami.

“Gue kekelas dulu mau ngambil tas, sekalian minta izin sama guru piket”

“Elo mau kemana bawa-bawa tas segala?” tanya Reza sambil mengangkat alis.

“Mau nganter Isye pulang, sekalian gue juga mau cabut. Kelas berisik banget hari ini” alasan kelas jadi berisikkan karena gue juga batinku.

Satu detik Reza kelihatan lesu begitu mendengar Isye bakalan pulang, detik berikutnya Reza kelihatan nggak peduli mendengar informasi ini. Pergantian emosi yang seperti kilat itu tak luput dari perhatianku. Aku hanya berasumsi, jangan-jangan Reza suka sama Isye?? Tapi menilik sikap Reza yang dingin dan nggak pedulian, aku ragu akan hal itu. kita lihat saja deh kelanjutannya?

“Gue balik dulu kekelas, elo jagain Isye ya? Awas lo macem-macem sama dia, gue gempar lo” ancamku.

“Baiklah tuan putri, gue nggak bakalan bertingkah laku yang nggak sopan, elo bisa pegang omongan gue” jawab Reza dengan dingin, keliatan banget doi tersinggung dengan tuduhanku.

Lima belas menit kemudian semua sudah beres, tas punyaku dan Isye sudah kubawa ke mobil. Surat izin sudah ku kantongi.

Begitu aku memasuki ruangan ini, pemandangan yang ku lihat sungguh di luar dugaan. Suasana canggung sangat kental memenuhi udara. Isye keliatan tidak nyaman ditinggal berduaan dengan-manusia-paling-dingin-dan-angkuh-yang ada di depanku ini. Reza juga tidak berusaha memulai percakapan.

     “Semua sudah beres, ayo kita pulang, gue sudah minta izin sama Ibu Indah buat naruh mobil di depan UKS”

Aku membantu Isye untuk berdiri, tiba-tiba badan Isye terjengkang kebelakang karena aku tidak kuat menyangga tubuhnya. Dengan refleks, Reza menyambar tubuh Isye dan menahan pinggangnya agar tidak terjatuh, aku bersyukur atas tindakan Reza yang cekatan. Kalo tidak, bisa dipastikan Isye bakalan mengalami patah leher.

“Sorry, elo baik-baik saja kan?” tanya Reza yang terlihat hawatir.

“Gue baik-baik aja kok, kayaknya gue nggak kuat jalan”

Tanpa di komando Reza meraih lutut dan mengangkat Isye kedadanya, dengan refleks Isye melingkarkan tangannya ke leher Reza. Wajah Isye yang pucat terlihat memerah saat mendapat perlakuan yang tidak terduga.

“Sorry, Sye. Nggak apa-apa kan elo gue gendong?” Reza tersenyum menatap wajah Isye yang memerah bak kepiting rebus.

Aku hanya ternganga melihat adegan itu. wah Reza ternyata romantis juga, seandainya aku yang di perlakukan seperti itu, bisa dipastikan aku bakalan pingsan.

Aku tidak sadar guru-guru termasuk pak Yakob sudah berada di depan pintu memperhatikan tindakan heroik Reza. Mau tidak mau mereka harus menyetujui atas tindakan Reza.

Begitu kami tiba dimobil, Reza menempatkan Isye di sampingku dengan hati-hati dan memakaikan sabuk pengaman. Pak Yakob dan guru-guru yang lain berpesan supaya Isye beristirahat di rumah, mereka juga mengizinkan Isye untuk tidak bersekolah selama dua hari.

Wah aku tergiur untuk bolos selama dua hari.

Kami berpamitan sebelum menjalankan mobil keluar halaman sekolah, dari kaca spion, aku melihat Reza masih berdiri di depan gerbang sekolah sampai mobil berbelok di ujung jalan.

 

 

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!