Isye
Selama dua hari aku tidak di perbolehkan pergi kemanapun, bahkan ke toilet saja di temani. Semua ini gara-gara Rasya sialan. Dia bersekongkol dengan mbak Mona dan melarangku untuk beraktivitas. Rasya memperlakukanku seperti aku kena penyakit kronis, padahal migraineku sudah sembuh tanpa perlu ke dokter, buat apa lagi dia bercokol di rumahku?
Rasa peduli Rasya membuatku risih. Selama dua hari itu, Rasya meninggalkanku hanya saat dia latihan untuk fashion show. Hanya itu, selebihnya dia lengket dan nggak mau pergi saat aku usir.
Hari ketiga dimana aku harus mendekam dikamarku sendiri, seperti napi yang berada dipenjara, Rasya masuk membawa nampan makanan. Aku melihat isi nampan itu bermacam-macam makanan kesukaanku, ayam panggang, salat kentang, jus jeruk, segelas air putih dan pai apel.
Syukurlah menu hari ini bukan bubur. Kalo aku harus memakan bubur lagi yang menurutku sangat menjijikan itu, aku siap mencekik diriku sendiri dan bunuh diri. Aku benci dengan makanan sialan itu.
“Kondisi elo hari ini baik-baik saja kan?”
“Gue baik Sya. Gue bosan dikamar terus, kapan sih gue boleh keluar?” nada suaraku seperti orang merajuk, Rasya hanya tersenyum mendengarnya.
“Hari ini elo boleh jalan-jalan, selain itu elo juga sudah cukup istirahat, besok sudah boleh sekolah kok”
“Gitu dong, gue serasa jadi vampire tau!! Hidup dikamar yang gelap dan tak tersentuh matahari selama dua hari, ralat tiga hari dengan hari ini” gurutuku “Elo kedengaran seperti kakak gue yang suka merintah-merintah seenak jidatnya”
“Isye, elo kan sahabat gue sudah sewajarnya gue perhatian sama elo ” tatapan Rasya melembut.
“Iya gue tahu, tapi nggak begitu juga kali sampai ngelarang gue untuk keluar kamar?”
“Isye, elo sakit kan karena kurang tidur dan istirahat. Coba kalo nggak gue yang ngurusin, sudah bisa dipastiin elo bakalan masuk rumah sakit. Mau lo di pasangin infus?” omel Rasya, dia tahu kalo aku anti rumah sakit.
“Whatever you say” gerutuku “gue nggak pengen punya sahabat yang bawelnya kayak elo” berdebat dengan Rasya emang nggak pernah menang, eeuh.
***
Yay hari ini aku bebas merdeka dari kungkungan si bawel, julukan yang diam-diam kuberikan untuk Rasya (ngomong-ngomong sekarang Rasya sedang bersiap-siap untuk fashion show nanti malam). Eeuh satu lagi orang yang rese dan suka ikut campur.
Aku jadi teringat kembali kakakku yang paling rese dan bawel.
Felix.
Aku selalu moody saat mengingat Felix. Kakakku satu-satunya yang entah berada di mana. Hilang ditelan bumi.
Aku sudah berusaha semampuku untuk mencarinya, dengan menghack semua lembaga yang ada di Indonesia termasuk lembaga kependudukan dan lembaga Imigrasi. Hasilnya NOL BESAR.
Semua upaya yang kulakukan sia-sia belaka, hingga di titik kebuntuan. Aku menyerah dan tak tau lagi harus berbuat apa??
Jangan ingatkan aku dengan ini.
Lain lagi urusannya dengan Rasya, beberapa hari ini rasanya seperti di neraka!!
Sejak aku sakit dia makin gencar dan bikin hidupku jungkir balik, Rasya bisa lebih cerewet dari ibu-ibu kalau dia mau, semua kegiatanku dibawah pengawasannya yang super ketat. Walau Rasya memiliki kegiatan segudang dan sibuknya minta ampun, dia masih bisa mengawasiku.
Selidik punya selidik, belakangan ini aku baru mengetahui Rasya ternyata punya mata-mata, siapa lagi kalau bukan mbak Mona yang siap sedia untuk melapor.
Selain berkomplot dengan mbak Mona, tenyata Rasya juga bersekutu dengan tante Ayu. RASYA SIALAN.
Bicara tentang tante Ayu, beliau adik bungsu mama yang sebulan sekali menjengukku. Paling nggak satu lagi manusia yang respek padaku selain Rasya tentunya.
****
Aku memasuki kelas yang rame kayak pasar. Bel tanda istirahat berakhir sudah berkumandang sejak tadi, aku buru-buru menuju tempat dudukku.
“Isye, elo dateng kan malam ini?” Serli buru-buru menghampiriku.
“Dateng dong!! Kalo sampai nggak, tuh anak pasti ngomel lagi” Serli hanya manggut-manggut mendengarnya “elo kesana sama Ronald?”
“Iya, Ronald ngajakin rame-rame kasana”
“Bukannya kalian kalo pacaran nggak mau diganggu, kok ngajak rame-rame?” sahut Rasti yang dari tadi nggak lepas dari HPnya. Aku baru tahu Serli sudah jadian sama Ronald, dengan hebohnya Rasti menceritakan kronologis kejadian bersejarah itu. sayang banget aku melewatkannya, pada saat itu aku masuk museum UKS yang paling keramat dan paling kuhindari.
“Ronald bilang biar seru dateng rame-rame”
“Maaf ya, kami nggak berminat jadi obat nyamuk!! Lebih baik kita berangkat sendiri-sendiri aja” Inov yang sedari tadi diam aja ikut nyeletuk. Serli cuma senyum-senyum doang menanggapi sindiran Inov.
“Inov, bukannya jam istirahat sudah habis, ngapain elo masih disini?” tanyaku, tumben nih anak main ke sini.
“hari ini guru-guru pada rapat, sisa hari ini free, kita bisa pulang cepet”
“Kok gue baru denger sih?” aku berusaha tidak tersenyum lebar.
“Halah nggak usah pura-pura, gue tau elo seneng denger yang beginian” seru Inov dengan sinis.
Aku menyeringai lebar.
***
Aku berputar-putar di depan cermin, memperhatikan penampilanku yang lumayan keren. Dress yang menutupi setengah pahaku berwarna hitam di padukan dengan boots selutut dengan hak setinggi tujuh senti berwarna kopi.
Lumayan juga untuk baju pinjaman
Rasya menolak mentah-mentah ketika mengetahui aku akan mengenakan T-****, celana jins hitam plus sepatu sneakers andalanku.
Sekarang penampilanku seperti cewek pada umumnya. Aku kelihatan anggun, cantik dengan rambut terurai panjang sebahu, serta polesan make up tipis yang menyempurnakan penampilanku malam ini.
Mbak Mona mengetuk pintu kamarku, “wah, non terlihat cantik malam ini” puji mbak Mona dengan aksen jawa yang kental.
“Masa sih, menurut mbak saya cantik” tanyaku sambil memegang kedua pipiku masih melihat penampilanku di cermin, jarang-jarangkan mbak Mona memujiku.
“Iya non, masa non nggak percaya sama saya? Cantik, lebih cantik dari biasanya” mbak Mona berdiri di sampingku “menurut saya lebih baik non berpenampilan seperti ini tiap hari, non kelihatan seperti wanita sungguhan”
Ini pujian apa hinaan.
“Jadi menurut mbak Mona, selama ini saya berpenampilan seperti wanita mainan gitu?”
“Bukan gitu non” mbak Mona Salah tingkah mendengar nada suaraku “maksud saya sekali-sekali kek pakai rok”
“Lho bukannya saya tiap hari pakai rok?” tanyaku bingung.
“bukan rok sekolah non, maksud saya dress yang seperti ini” mbak Mona menunjuk pakaian yang ku kenakan, aku hanya manggut-manggut.
“Duuh saya jadi lupa” mbak Mona menepuk jidatnya “Di ruang tamu ada yang nunggu non”
“Rasti?”
“Bukan non, cowok!! Katanya sih teman sekolah non! Anaknya cakep banget”
“Ya sudah, bilang sama dia sebentar lagi saya keluar” aku mengambil tas tangan dan topi bundar berhiaskan pita --hasil pinjaman juga-- dimeja.
Kupasang topi itu di kepalaku dan puas akan hasilnya, aku berjalan keruang tamu dan kuperhatikan tamu tak di undang itu.
DEG
Cowok itu membelakangiku, dia menoleh kearahku ketika mendengar langkah kakiku menggema di ruang tamu.
REZA
Badanku kaku menyadari dia lah yang berdiri di depanku.
“Hai Reza” sapaku, masih shock melihat Reza ada di rumahku.
Penampilan Reza sangat kasual dengan kemeja hitam yang lengannya digulung sebatas siku, jins biru dan dipadukan dengan sneakers.
“Sudah siap berangkat?”
“Sudah, elo kok jemput gue sih?”
“Ronald minta gue untuk jemput elo, Isye. Gue udah janjian sama anak-anak ketemuan di Hotel Paradise aja”
“Oh gitu ya, mereka udah nyampe di hotel dong. Kita telat nih?” aku melihat jam tanganku yang menunjukan pukul setengah delapan.
“Kita masih punya waktu kok, nggak usah panik gitu” Reza memandangiku dari ujung kaki sampai keujung kepala, tersenyum puas melihat penampilanku “Malam ini elo kelihatan cantik, Sye”
Waah seorang Reza sedang memuji.
Aku melihat pantulan penampilanku di kaca jendela “Masa sih gue cantik?”
“Elo selalu keliatan cantik seperti biasanya” Reza berjalan mendekatiku, tinggi badannya yang menjulang bagai menara itu membuatku merasa kayak kurcaci saat berada disampingnya.
“Kita berangkat sekarang” Reza meraih tanganku dan menggenggamnya. Dia menggiringku menuju mobilnya yang terparkir manis di depan rumahku.
“Reza, makasih ya” ucapku begitu Reza menjalankan mobilnya.
“Makasih untuk apa nih?” tanya Reza, tatapannya fokus kearah jalanan.
“Makasih udah mau jemput gue, jadi ngerepotin”
“Santai aja Sye, rumah kita kan searah. Dari pada elo bawa-bawa supir, lebih baik elo berangkat bareng gue aja malam ini”
“Jadi elo nggak keberatan nih gue anggap supir” ledekku. Jarang-jarangkan aku ngeledek Reza.
“Jangan dong, penampilan gue gini masa di bilang supir?” Reza tersinggung “Elo jadi date gue aja ya?” pintanya.
“DATE” teriakku kaget.
“Iya date, masa elo nggak mau sih??” Reza menatapku sejenak kemudian fokus menyetir kembali.
Aku hanya bisa terdiam mendengar permintaan Reza
Reza parkir di depan hotel dan menyerahkan kunci mobil ke petugas valet, Reza menggiringku menuju ballroom, kami tiba di hotel ini berbarengan dengan para artis dan pengusaha yang ingin memamerkan kekayaannya. Aku bersyukur Rasya melarangku mengenakan T-**** dan tidak salah kostum. Pemandangan yang seperti ini sudah biasaku lihat, dulu mama juga sering mengadakan fashion show.
Begitu kami sampai di ballroom, kami di sambut lagu I Got You nya Bebe Rexha, Reza celingak-celinguk mencari teman-teman kami yang sudah berada disini. Reza mengandengku ke teriakan-teriakan yang sedari tadi memanggil kami.
Ronald, Matt, Saleh, Rio, Rudi teranganga melihat cewek yang di bawa Reza.
“Reza yang elo bawa ini siapa? Cantik banget, cewek elo ya” Rio memandangiku dari ujung kaki sampai keujung kepala.
“Bukan Rio, dia date gue malam ini” jawab Reza mantap.
“Reza, elo kok nggak ngenalin dia ke kita-kita sih” Ronald memandangiku terus sedangkan Reza hanya tersenyum menanggapinya.
“Kenalin, gue Rio sobatnya Reza” Rio menyalamiku, aku takjub mereka semua tidak mengenaliku.
“Isye mana? Katanya elo yang jemput dia, kok nggak ada batang hidungnya?” Ronald celingak-celinguk mencari aku, padahal aku berada tepat di depan hidungnya.
“Iya nih, Kok belum nyampe juga? Elo malah bawa cewek lain, gimana sih” Serli mendumel.
“Kali aja Isye masih dijalan, kita tunggu aja deh” Inov memicingkan matanya kearahku.
Reza senyum-senyum sendiri melihat mereka semua tidak mengenaliku.
“Ooh ****!!!” Inov menyumpah, matanya membulat tak percaya dengan yang dilihatnya, yang lain bengong mendengar Inov menyumpah.
“Kita di kibulin” teriak Inov.
“Maksud lo, Nov?” tanya Rasti bingung.
“Yang di depan kita ini ISYE!!!” teriak Inov sambil menunjuk kearahku.
“HAH” mereka semua shock mendengar penuturan Inov.
Semua mata memandangku takjub, masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Waahhh, Penampilan lo beda banget, Isye. Ternyata upik abu sudah jadi Cinderella” Seru Rio baru sembuh dari rasa kagetnya “suer gue beneran nggak ngenalin elo, elo cantik banget malam ini” Rio mengacungkan dua jempolnya.
Aku hanya tersipu-sipu, nggak nyangka bakalan dipuji kayak gitu. Kapan sih terakhir aku tersipu-sipu kayak gini?? Aku nggak ingat.
“Iya nih, gue nggak nyangka elo mau pake dress, Isye. penampilan lo girly banget!!” ucap Rasti masih takjub.
“Ngomong-ngomong elo dapet dress ini dari mana?” tanya Serli menunjuk dress yang kupakai.
“Tadinya gue pengen dateng pake T-**** dan jins aja, tapi Rasya ngomel waktu gue kasih tahu” jawabku sambil menghela nafas.
“Oooh jadi dress yang elo pake punya Rasya” Inov nyeletuk.
“Tepatnya dibeliin, sepatu ini cantik sih” ucapku dengan helaan nafas yang lebih berat “Tapi bikin kaki gue lecet-lecet, belum lagi dari tadi gue kesandung terus” gerutuku.
“Boots Isye, boots!!! Bukan sepatu, aduuuuh ternyata Isye belum berubah ya” Rasti menepuk jidatnya.
“Sama aja kan, sama-sama di pakai di kaki” kilahku, yang lain pada ketawa mendengar ocehanku.
Gelak tawa teman-temanku berhenti saat menyaksikan model-model terkenal mulai bermunculan menampilkan busana karya Mas Yoga di catwalk. Betapa beruntungnya Rasya pikirku bisa berjalan di catwalk bareng model-model terkenal seperti Kimmy Jayanti, Paula Verhoeven, Reti Ragil dan masih banyak lagi.
Aku percaya dalam beberapa tahun kedepan, Rasya bisa terkenal seperti Paula Verhoeven, dengan tinggi badan yang mencapai 175 cm dan bodi kurus kerempeng (hehehe badan seorang model kan emang kayak gitu).
“Aku pengen yang itu” tunjuk Serli pada salah satu model yang berjalan menggunakan dress warna navy.
“Serli bukannya dress itu kependekan buat elo” Ronald mengamati dress yang dikenakan model itu dengan cermat.
“Beb, nggak terlalu pendek kalo gue yang make, gue suka motifnya” sahut Serli yang sibuk memotret, Ronald hanya manggut-manggut menyetujui.
“Gue pengen jaket yang dikenakan Paula” seruku juga sesekali memotret.
“Isye, elo kebanyakan punya jaket kulit, nggak usah!!! biar gue yang milihin pakaian yang bakalan elo pakai” seru Rasti yang di setujui Serli.
“Aahh kampret elo berdua!! Pokoknya gue pengen yang itu” teriakku.
“Lho dari tadi kok Rasya belum muncul juga” lerai Rio saat Rasti ingin membalas ucapanku.
“Tuh Rasya baru aja nongol” tunjuk Saleh dengan dagunya.
Kami semua terpukau melihat penampilan Rasya, dia mengenakan dress warna nude dengan payet-payet yang rumit dilengkapi dengan louboutin warna senada. Rasya terlihat sangat cantik, kecantikannya nggak kalah dengan Regil.
Sepanjang malam ini, aku mengamati Reza yang diam membisu di sampingku. Aku masih nggak mengerti, kenapa Reza menganggap aku datenya, padahal dia nggak terlalu peduli dengan keadaan sekitarnya. Aahh terserah deh!! Aku juga nggak terlalu peduli, yang penting dia nganterku pulang dengan selamat!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments