Gheana langsung digiring untuk duduk di teras rumah oleh teman-temannya begitu sampai, senyum kecut dengan mata sendu adalah ekspresi nya.
"Kau bisa ceritakan tentang perasaanmu kepada kami," ujar salah dari dari tiga teman dekat Gheana.
Gheana menatap mereka bergantian lalu berkata, "Peluk aku." Yang direspon dengan pelukan oleh ketiga teman dekatnya itu.
"Kejadian hari ini, nggak di sangka-sangka. Terjadi begitu saja, terasa seperti dihantam oleh bebatuan yang besar," ungkap Gheana sambil memejamkan matanya dalam pelukan ketiga teman dekatnya.
"Kau pasti sedih, lalu bagaimana kondisi Tresna?" tanya salah satu dari ketiga teman dekat Gheana lagi.
"Kritis, kata dokter. Aku pulang untuk mandi dan berganti pakaian, lalu kembali ke rumah sakit," jawab Gheana sambil menjelaskan maksudnya pulang ke rumah.
"Oh, oke."
Pelukan itu terlepas, mereka bertiga menatap Gheana dengan senyum berharap senyum itu dapat sedikit menghilangkan kesedihan Gheana.
Mereka berempat duduk bersama menatap hiasan-hiasan yang memenuhi halaman depan rumah Gheana, dengan kompak ke-empat nya menghembuskan napas.
"Jangan dilepas dulu hiasan yang ada, barangkali Tresna bisa kembali dengan cepat dan pernikahan bisa terjadi? Siapa yang tau, kan?" ujar salah satu dari mereka.
Ketiganya menatap Fisya Arianta--salah satu teman dekat Gheana yang duduk paling ujung sebelah kanan, sedangkan yang duduk di samping kanan Gheana bernama Amrita Julika dan di sebelah kiri Gheana bernama Hanpiyana Amura.
Mereka secara kompak mengingat saat-saat mendekor halaman itu, acara resepsi pernikahan Gheana dan Tresna yang rencananya akan diadakan sore hari itu dirancang oleh ketiga teman dekat Gheana juga Gheana sendiri.
Tetapi, karena ketiga teman dekatnya itu ada urusan mendadak membuat ketiganya terpaksa tidak jadi Bridesmaids di pernikahan Gheana.
Fisya, Rita, dan Piyan tentu saja berpikir bahwa acara sedang berlangsung ketika mereka sampai. Tetapi, setengah jam yang lalu ketika mereka sampai acaranya tidak seperti yang mereka harapkan.
Bertanya pada orang yang ada disana, akhirnya mereka tau bahwa ada masalah dan merekapun turut merasa sedih atas apa yang menimpa Gheana.
Gheana memutuskan untuk pamit masuk ke dalam kamarnya, dia akan mandi setelah itu pergi ke rumah sakit lagi. Ketiga teman dekatnya itu ingin ikut ke rumah sakit untuk menjenguk Tresna, tentu saja Gheana menyetujuinya.
Sambil menunggu Gheana bersiap, ketiga nya menunggu di teras rumah tempat mereka duduk sebelumnya. Memandang dekorasi halaman dan tidak sengaja mendengar sebuah omongan tentang Gheana, membuat Fisya terdiam sejenak.
"Kalian kan hanya penonton, tidak tau apa-apa. Jadi jangan merasa paling tau, ya!" seru Fisya sesaat kemudian.
Piyan yang mendengar seruan Fisya mengangguk setuju, "Kalau tidak bisa merasakan apa yang orang lain rasakan, lebih baik diam. Berhenti bicara dan fokus pada kehidupan diri sendiri itu lebih baik," sahut Piyan kemudian.
"Lagi pula, apapun yang terjadi pada Gheana dan apapun yang Gheana lakukan. Itu kan bukan urusan kalian," sambung Rita membuat tiga Ibu-Ibu yang hanya lewat sambil bergosip itupun terdiam dan pergi dengan membisu.
"Selama Gheana punya kita sebagai teman dekat, jangan izinkan siapapun berkata yang tidak-tidak tentangnya," ujar Piyan yang di angguki oleh Rita dan Fisya.
Sesaat kemudian, Gheana keluar dengan sudah berganti pakaian. Gheana tersenyum simpul, merekapun berangkat dengan menggunakan dua buah mobil. Gheana dengan Fisya, sedangkan Piyan dengan Rita.
Dua buah mobil tersebut menyusuri jalanan kota menuju rumah sakit yang sebelumnya sudah Gheana datangi untuk mengantar Tresna, Gheana sangat berharap kalau kondisi calon suaminya itu sudah membaik setelah sebelumnya dalam keadaan kritis ketika ia tinggalkan.
Setelah setengah jam perjalanan dan melewati sedikit kemacetan, akhirnya mereka sampai di parkiran rumah sakit. Setelah memarkirkan mobil, mereka berempat berjalan memasuki area dalam rumah sakit menuju ruang rawat Tresna.
Gheana dibuat terdiam ketika tidak dilihatnya Bu Nike dan Pak Prasetya di depan ruang rawat Tresna seperti sebelum ia pergi, berpikir positif Gheana membuka pintu ruang rawat Tresna. Barangkali, ruangan itu sudah boleh dimasuki oleh penjenguk yang artinya Tresna sudah dalam kondisi baik.
Dengan ketiga teman dekat nya yang berada di belakang, Gheana mengetuk dan mengucapkan salam sebelum membuka pintu ruang rawat.
Tepat ketika pintu terbuka, yang terlihat di ruang rawat itu hanyalah dua perawat yang sedang membereskan ruangan tersebut. Ketiga teman dekat Gheana segera menerobos masuk, menyalip Gheana untuk bertanya pada dua perawat itu.
"Kemana pasien di ruangan ini?" tanya Fisya dengan cepat.
"Kalian siapa?" tanya salah satu perawat.
"Ah, kami," kata Rita menunjuk Gheana, "Dia calon istri dari pasien, dan kami adalah temannya," lanjut Rita menjelaskan.
Perawat itu tertawa meremehkan, "Jika benar dia calon istri pasien, kenapa bertanya kepada kami tentang keberadaan pasien?" tanya nya membuat ke-empat teman dekat itu saling menatap.
Benar juga kata perawat itu, seharusnya Gheana langsung saja bertanya kepada calon ibu mertuanya, Bu Nike. Kenapa malah bertanya pada perawat, dan lagi seharusnya Bu Nike memberitahukan tentang kosong nya ruang rawat ini. Tetapi, sama sekali tidak ada pemberitahuan dari Bu Nike membuat Gheana susah untuk berpikir positif.
Gheana dan ketiga teman dekatnya pun keluar dari ruang rawat yang tengah dibersihkan itu, Gheana segera mengotak-atik ponselnya lalu menaruh nya di telinga.
Bunyi pertanda bahwa ponsel penerima telpon tersebut berdering pun terdengar, Gheana menanti agar panggilan yang ia lakukan lewat aplikasi perpesanan terhadap Bu Nike itu terangkat.
Tetapi, panggilan itu berakhir dengan tidak terjawab. Diperiksanya lagi ponselnya, ternyata ada panggilan tak terjawab dari Bu Nike membuat Gheana kembali berpikir positif.
Fisya, Rita, Piyan menatap penasaran pada Gheana. Gheana membalas tatapan itu dengan gelengan kepala dan tatapan sendu, juga bibirnya yang serasa ingin menangis.
Fisya segera memeluk Gheana, mengelus punggungnya. "Coba telpon terus ya, mungkin nanti akan terangkat dan tanya dengan jelas tentang keberadaan Tresna," ujar Fisya sembari tangannya masih mengelus punggung Gheana.
Gheana menganggukkan kepalanya setuju pada kata-kata Fisya, Gheana menelpon sekali lagi dan menunggu panggilan terjawab. Semenit menunggu, panggilan itu berakhir dengan tidak terjawab lagi.
Gheana menghembuskan napasnya pelan, bingung harus apa.
"Bertanya lewat pesan saja, mungkin Tante Nike nggak sempat liat HP?" kata Rita diakhiri tanya.
Piyan dan Fisya mengangguk setuju pada perkataan Rita begitu juga dengan Gheana yang kemudian segera mengetik pesan, bertanya tentang dimana Tresna berada sekarang.
Sambil menunggu jawaban dari Bu Nike, mereka berempat memutuskan untuk menghampiri resepsionis untuk bertanya. Sesampainya disana, mereka harus mengantri untuk bertanya karena bukan hanya mereka yang ingin bertanya.
Tepat ketika antrian habis dan tersisa mereka untuk bertanya, ponsel Gheana tiba-tiba saja berdering membuat Gheana segera memeriksa ponselnya. Nama "Mama Nike." Tertera di bagian atas layar ponsel, Gheana menatap ketiga teman dekatnya yang langsung menyuruhnya menjawab panggilan tersebut.
***
Jika tertarik untuk lanjut membaca, jangan lupa klik like dan beri sedikit komentar sebagai bentuk apresiasi terhadap penulis ~~ Love L0VEEERSS
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Alitha Fransisca
Semoga sukses Loveeerss
2022-03-10
2
Dandi Ramadhan
nexttt
2022-02-16
3
SAquenn
Agak gemesh sm tnte Nike! kok gt sih jd org? 😔
2022-02-15
3