Sampai dirumah, Prasetio langsung mencari cucu kesayangannya, yang ternyata sedang berada di teras belakang rumah, memberi makan ikan koi sambil tersenyum, dan berbincang dengan ikan.
Kebiasaan itu sering dilakukan Tica saat sedang berada di rumah sendiri tanpa kakeknya, mencari hiburan, karena Tica memang sangat jarang keluar rumah jika tak ada keperluan mendesak dan hanya menghadiri pengajian yang di adakan di masjid komplek perumahannya.
Tidak seperti remaja pada umumnya yang sering hangout bersama teman-temannya, dia hanya dekat dengan beberapa teman saja, karena usia yang tidak seumuran membuat teman-teman yang lainnya enggan terlalu akrab dengannya.
"apa sekarang cucu kakek mempunyai kemampuan berbicara dengan ikan?, Wah, hebat sekali,".
Ucap Prasetio menggoda cucu perempuannya itu... sambil tersenyum dan melangkah mendekati cucu perempuan kesayangannya itu.
"ya kek, bahkan ikan-ikan ini juga sekarang sudah bisa menjawab pertanyaan ku".
Jawab Tica sambil memberengut kesal karena ucapan sang kakek yang selalu saja menggodanya itu.
"ha.. ha.. ha.. cucu kakek masih tidak berubah rupanya, masih seperti gadis kecil kesayangan kakek, yang suka sekali merajuk".
Sambil mengusap rambut panjang sepunggung tica yang tak tertutup hijab, karena memang sedang berada didalam rumah dan tidak ada laki-laki yang bukan muhrimnya.
"kau sangat cantik nduk, persis seperti ibu mu saat masih muda dulu, hanya hidung mu saja yang mirip ayah mu, selebihnya semua wajahmu itu duplikat ibu mu".
Ucap prasetio sambil menerawang jauh ke masa silam, seolah dia sedang berada dimasa itu, masa dimana keluarganya sangat bahagia saat mendengar kamar kehamilan menantunya itu.
Masa sebelum kesedihan dan kemalangan menimpa keluarga Hadiningrat itu.
"tentu saja aku mirip kedua orang tua ku, karena aku anak mereka, lain halnya jika aku anak bi Surti, mesti aku mirip bi Surti kek".
Ketus Tica sambil mengerucutkan bibirnya. Dan sang kakek hanya tertawa mendengar kalimat ketus yang diucapakan cucu semata wayangnya ini.
"kau tambah terlihat lucu jika sedang marah sayang, Kakek ingin bicara serius sama kamu nduk".
Lalu prasetio mengajak cucunya berjalan mendekati kursi yang berada dibawah pohon pucuk merah, yang sudah sangat rimbun itu.
Sementara Tica hanya bisa menurut saat sang kakek menarik tangannya dengan lembut, mengikuti kemana kakeknya melangkah.
"kakek akan berterus terang sama kamu nduk, kakek tak tau sampai kapan kakek bisa merawat mu, sekarang kamu sudah besar, kakek ingin kamu menuruti satu permintaan kakek".
Sambil menghela nafasnya Prasetio kemudian menceritakan tentang bagaimana kondisi perusahaan HF sebenarnya, yang semakin hari semakin terpuruk.
"dan kakek ingin, saat nanti kakek tidak bisa menemanimu lagi, kamu harus bisa hidup layak dan lebih baik, kakek ingin menjodohkan mu dengan cucu dari teman lama kakek yang mulai minggu depan akan mengambil alih HF".
Dengan harap-harap cemas prasetio menanti jawaban dari cucu kesayangannya itu.
"kek, jangan berbicara seperti itu, aku mau kakek terus bersama ku sampai kapan pun, kenapa kakek malah berkata seperti itu?".
"kakek tidak usah terlalu khawatir dengan ku, karena sebenarnya beberapa hari yang lalu dari pihak kampus yang bekerja sama dengan Pemerintahan, akan merekrut mahasiswa lulusan terbaiknya untuk bekerja di pemerintahan. Ada beberapa lowongan yang sesuai dengan jurusan ku, dan sepertinya jurusan ku masuknya kedalam KBRI, tapi belum tahu mau ditempatkan dibagian dan Negara mana. Selain bekerja, aku juga akan mendapatkan bea siswa s2 sekaligus kek".
Tica menghela nafas sejenak kemudian meneruskan ucapannya lagi.
"dan untuk HF, seperti yang kakek bilang akan ada teman kakek yang mau membantunya. Tinggal nanti mau kakek bagaimanakan perusahaan itu, jika sudah tidak bisa diselamatkan maka lepaskan saja, Tica hanya tak mau membuat kakek terbebani dengan masih terus memikirkan hidup perusahaan dan Tica. toh masih ada om Hariyanto yang memegang HF sekarang bukan?".
"aku bisa mengajak kakek ikut serta jika kakek mau, tidak perlu menjodohkan ku supaya bisa hidup terjamin. Tica tidak apa-apa hidup seadanya yang penting kita tetep bisa sama-sama terus dan bahagia, itu sudah lebih dari cukup kek. Tapi maaf jika kakek mau ikut Tica, kita hanya bisa hidup seadanya tanpa kemewahan yang selama ini kakek rasakan".
Tica memandang dalam mata sang kakek sambil mengangguk meyakinkan, Menggenggam tangan yang sudah mulai keriput itu dengan penuh kasih sayang.
Tapi sepertinya Prasetio tidak sependapat dengan Tica. Dan sepertinya ini akan menjadi diskusi dan perdebatan yang alot, mengingat sifat keras kepala Tica yang memang menurun darinya itu.
Prasetio membuang nafasnya kasar, putus asa dengan dengan cara apa lagi harus membuat cucunya mengerti dengan keinginannya tanpa harus membongkar semua yang ia sembunyikan selama ini dari sang cucu.
"ya sudah, kalau begitu kakek memberikan waktu satu bulan dari sekarang, untuk memikirkan bagaimana baiknya menurutmu, tapi ketahuilah, kakek melakukan semua ini demi untuk kebaikan mu nduk".
Ucap Prasetio sambil berdiri kemudian menepuk bahu sang cucu dan berjalan meninggalkan Tica yang masih termenung memikirkan ucapan sang kakek.
Tica sebenarnya sangat tidak ingin dijodohkan, apa lagi ia belum mengetahui siapa dan bagaimana akhlak dari pria yang akan dijodohkan dengannya itu.
Tica tidak mau jika apa yang terjadi tidak sesuai ekspektasinya selama ini, ia mengharapkan menikah dengan laki-laki yang memiliki akhlak yang bagus, mengerti tentang agama, sehingga bisa mengetahui apa saja kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai seorang suami.
Bisa membimbingnya menjadi istri dan ibu yang baik kedepannya. Lalu bagaimana jika yang dijodohkan tidak sesuai dengan apa yang selama ini ia bayangkan?.
Tica yakin, jodoh itu cerminan diri, bagaimana pun selama ini Tica sudah berusaha memperbaiki dirinya supaya lebih baik lagi, dan supaya dia merasa pantas, bersanding dengan seseorang yang selama ini dia cintai dalam diam.
Tica hanya berusaha mengejar mimpinya, menikah dengan orang itu melalui do'a di sepertiga malamnya yang selalu ia panjatkan. Tanpa berani ia ungkapkan secara langsung.
Karena sadar ia perempuan yang harus menjaga harga dirinya dihadapan seorang pria, Tanpa berani mengungkapkan perasaan yang sudah sejak 4 tahun ini tumbuh dan bercokol dengan kuat didalam hatinya.
Meskipun dia sangat mencintai laki-laki itu, tapi Tica masih cukup tau diri, karena dia masih jauh dari kata layak, untuk seseorang yang dia cintai itu. Sehingga ia hanya bisa terus berdoa dan memohon kepada Allah melalui sepertiga malamnya.
Ia hanya bisa mencintai dalam diam, melihat serta mengamati kehidupan pria yang ia cintai itu, tanpa berani menunjukkan apa lagi mengungkapkan perasaannya pada pria yang ia cintai itu. Ia sadar jika Ia harus memantaskan diri terlebih dahulu dan menunggu dengan sabar, berharap sang pujaan hatinya mengerti dengan apa yang ia rasakan saat ini.
...,......................................
Catatan Penulis
masih awal nih rajin Up..
masih anget soalnya 😁😁😁
jangan lupa vote, like n komen yaakkk...
Tangkiuuuuuu.... 😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Agustina Kusuma Dewi
di revisinya sblh mnaa nih kak..
msh mengalir oke kog
2023-07-08
0
Devi Sihotang Sihotang
masih nyimak ya thor setia baca
2023-04-01
0
fahmi
mantap
2023-01-02
1