“Luar biasa!” Silvio bertepuk tangan dengan rona penuh kekaguman, meskipun masih terlihat sedikit kegelisahan di dalam matanya. Matteo dapat melihat hal itu dengan jelas, tapi ia tidak ingin berprasangka buruk terhadap teman masa kecilnya. Namun, hal itu bukan berarti membuat Matteo lalai dan lepas dari sikap waspadanya.
Matteo memasukan kembali senapan itu ke dalam peti dan segera ia tutup dengan rapat. Setelah itu, Matteo berdiri dan membalikkan badannya. Posisinya kini membelakangi Silvio. Sesaat kemudian, dengan secepat kilat pria berambut gondrong itu mengeluarkan pistol yang tersembunyi di balik jaket kulitnya. Ia lalu segera menodongkan pistol tersebut ke arah Silvio, yang saat itu juga telah menodongkan pistolnya ke arah Matteo.
Dalam posisi saling menodongkan pistol, Matteo bergerak perlahan mendekati peti senjata miliknya. Ia sedikit membungkukkan badannya dan berniat untuk mengambil peti berisi senjata itu. Akan tetapi, belum sempat ia mengambil peti tersebut, tiba-tiba sebuah tembakan mengarah ke arahnya. Matteo bergerak dengan sangat gesit. Ia segera menghindar dan berlindung di balik batu besar. Sementara itu, seorang dari anak buahnya telah tumbang bersimbah darah.
Rodrigo, seorang imigran dari Peru. Pria berkulit coklat itu merupakan tangan kanan kesayangan Matteo. Pria yang kemarin baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-25. Namun, kini Rodrigo rebah tak bernyawa. Peluru itu sudah berhasil menembus jantungnya.
Matteo dan kedua anak buahnya yang masih tersisa segera berlari dan merunduk . Tanpa memedulikan berondongan timah panas yang diarahkan kepada mereka bertiga. Mereka terus berusaha untuk mendekat ke arah mobil jeep milik Matteo. Namun, jarak mobil itu terlalu sulit untuk mereka jangkau, karena anak buah Silvio yang berjumlah banyak dan bersembunyi di setiap sudut area itu, terus menghujani mereka dengan tembakan.
“Sial! Sepertinya kita masuk jebakan!” umpat Matteo kesal. “Lindungi aku! Aku harus mengambil senjataku!” perintahnya.
Kedua anak buah Matteo mengangguk. Mereka sudah paham dengan tugas masing-masing.
Matteo bergerak perlahan di antara letusan senjata yang terus ditujukan ke arahnya. Sigap, kedua anak buahnya membalas dan memberi kesempatan kepada Matteo untuk terus bergerak. Namun, ternyata dari arah lain muncul sebuah tembakan yang tidak terduga. Seorang dari anak buah Matteo tewas terbunuh. Anak buahnya yang tinggal tersisa seorang, sigap membalas tembakan yang terus menghujani mereka.
Matteo baru sadar jika dirinya sudah terkepung di tempat itu. Ia diserang dari segala arah. Sementara peti berisi contoh senjata yang ia bawa, telah raib dari tempatnya. “Brengsek! Silvio mencuri contoh senjata milikku!” gerutu Matteo. Emosinya semakin memuncak. Matteo dan seorang anak buahnya, terus membalas tembakan yang seakan tiada habisnya.
“Tuan, sebaiknya kita segera pergi dari tempat ini! Jumlah mereka terlalu banyak dan kita sudah terkepung,” ujar anak buah Matteo.
“Aku pikir juga begitu. Ayo!” sambil mengendap-endap dan sesekali membalas tembakan yang menghujani, mereka berdua terus bergerak menuju mobil. Nahas, sebuah tembakan mengenai anak buah Matteo. Tembakan itu, bersarang tepat di lehernya.
Matteo kini tinggal sendiri. Ia terus bergerak menuju mobilnya. Namun, sayang sekali ketika ia berhasil sampai ke dekat mobilnya, sebuah tembakan lolos dan mengenai lengannya. Seketika Matteo meringis. Darah segar mengucur dan menetes ke ujung jarinya. Matteo memaksakan dirinya untuk masuk dan segera menyalakan mesin mobilnya.
Tembakan bertubi-tubi kembali menghujaninya yang kini telah berada di dalam mobil. Dengan kecepatan penuh, Matteo menjalankan mobilnya dan pergi dari tempat itu. Jeep Wrangler-nya tak lagi terlihat garang. Sejumlah lubang terlihat menganga di sana-sini. Untungnya tak sampai mengenai tangki bensin, sehingga kendaraan itu masih bisa digunakan.
Matteo mengemudi dengan kecepatan penuh, menuruni lereng perbukitan kapur menuju jalan raya. Supaya aman, ia berniat keluar dari Pulau Sicilia. Kendaraannya kini ia arahkan ke pelabuhan. Sebentar lagi feri terakhir akan segera berangkat. Akan tetapi, sebelum keinginannya terlaksana, iring-iringan mobil anak buah Silvio menghalangi jalannya. Mereka seakan tak ingin Matteo lolos dalam keadaan hidup.
Matteo sendiri tak ingin menyerah begitu saja. Dengan menggunakan tangan kiri, ia memutar kemudi ke gang-gang sempit untuk meloloskan diri dari kejaran musuh. Sementara, tangan kanannya terus mengucurkan darah.
Dalam sekejap, terlintas bayangan sang ayah Roberto, dan sang ibu, Gabriela. Selama ini, ia sering menentang keinginan ibunya yang melarangnya terjun terlalu dalam ke dunia yang penuh dengan kekerasan. Sedangkan, Roberto selalu berusaha melindunginya, meskipun pada akhirnya tampak seperti mengekang Matteo. Ternyata yang mereka lakukan hanyalah demi melindungi putra semata wayangnya.
Setitik penyesalan muncul di hati Matteo. Namun, ia bukanlah pria lemah. Karakternya sudah ditempa habis-habisan oleh sang ayah dari sejak kecil. Maka yang harus Matteo lakukan sekarang adalah pantang pulang ke rumah, sebelum ia berhasil membereskan kekacauan yang telah dibuat oleh Silvio, seorang diri.
Dengan kecepatan penuh, Matteo membelokkan mobilnya ke arah pelabuhan. Tak disangka, mobil anak buah Silvio muncul dari arah berlawanan dan memaksa Matteo untuk mundur hingga ratusan meter. Perjalanannya kini terhalang. Matteo harus memutar otak sedemikian rupa, agar ia tidak ketinggalan feri. Sedikit nekat, jeep yang awalnya berjalan mundur, ia putar balik ke arah berlawanan dan mencari jalur yang berbeda.
Nahas, saat tiba di sebuah perempatan, ia berpapasan dengan mobil Silvio. Tanpa ragu Silvio menabrak mobil Matteo dengan kencang hingga terguling beberapa kali. Jeep merah itu berhenti ketika bodinya membentur pagar pembatas jalan raya.
Matteo tak sempat memakai sabuk pengaman, sehingga badannya terlempar ke sana kemari. Guncangan terakhir yang paling kuat membuatnya terlontar keluar, melewati pagar pembatas dan hampir terjun ke lereng tebing yang curam. Beruntung, ada akar tumbuhan yang mencuat dari sela bebatuan. Matteo meraih akar tersebut dan mencengkeramnya dengan kencang.
Sekuat tenaga Matteo bertahan di sana. Darah masih menetes dari lengan kanannya. Sekujur tubuhnya dipenuhi dengan luka memar. Sedangkan tangan kirinya mulai mati rasa.
Sayup-sayup terdengar suara Silvio yang berteriak memerintahkan anak buahnya, untuk memeriksa keadaan sekitar.
Matteo harus memutar otaknya sedikit lebih keras, sebelum akhirnya ia menemukan sebuah lubang sempit yang mirip gua, dan terletak sedikit lebih jauh dari tempatnya bergelantungan. Dengan sisa kekuatan yang ia miliki, Matteo mengayun-ayunkan tubuhnya hingga mampu mencapai mulut gua. Ia lalu merangkak dan bersembunyi di dalamnya.
Matteo melirik jam tangannya. Dua jam lagi, feri terakhir akan meninggalkan pelabuhan. Suara Silvio masih melengking nyaring, memaki anak buahnya yang kini sudah kehilangan posisi Matteo. Mereka tak menyadari, jika pria itu sedang meringkuk di bawah kaki mereka.
Beberapa kali desingan peluru kembali terdengar. Sepertinya, Silvio sedang menembak secara acak ke titik di mana Matteo terjatuh. Beberapa saat kemudian, terdengar suara mobil yang menjauh dari sana. Setelah meyakini bahwa Silvio dan anak buahnya telah pergi, Matteo merangkak naik dengan perlahan. Tangannya menggapai pinggiran pagar pembatas. Susah payah Matteo melompat kembali ke jalan raya.
Dilihatnya Jeep Wrangler kesayangannya yang hancur tak berbentuk. Sudah jelas, Matteo tidak mungkin memakainya lagi. Satu-satunya cara yang bisa ia lakukan, adalah berjalan tertatih menuju pelabuhan. Tujuannya adalah kota Venice. Kota indah yang selalu menjadi tempat persinggahan pada setiap liburan musim panas, yang selalu ia habiskan bersama sang kakek.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 238 Episodes
Comments
Shanty Yang
aku baru mampir ksni smbil nunggu Ar dan B up 🙂 semangat ya thor 💪🥰
2024-05-16
1
💞 RAP💞
Waowww Kerenn di awal ud bikin dag dig dug...
2023-05-13
1
IG: Saya_Muchu
semangat up thor, uda ku fav ya
2022-05-04
0